Ya, Angga saat ini berada di apartemen milik Leon. Sejak peristiwa tadi malam. Leon memutuskan membawa bosnya untuk pulang ke apartemennya. Leon hanya menghela napas berat. Saat Aluna pergi begitu saja, meninggalkan Angga tanpa beban, setelah puas mengambil potret dirinya dengan Angga.
"Leon, bangunlah. Hei!" Angga berusaha membangunkan Leon yang tertidur pulas. Hingga suara dengkuran halus terdengar ditelinga Angga. Namun, sudah berkali-kali Angga memanggilnya untuk bangun, tetapi Leon seperti menulikan telinganya. Disebabkan kantuk yang mendera. Angga yang kesal segera melemparkan bantal tepat ke kepala Leon. Membuat Leon seketika terkejut dan langsung bangun dengan posisi terduduk. Leon memegangi kepalanya yang pusing. Rasanya baru sebentar dia tertidur. Tetapi, sudah mendapatkan gangguan dari bosnya. Kesadaran Leon perlahan mulai pulih. Seketika mendongakkan kepala melihat bosnya sudah terbangun. "BosTerlihat beberapa potret dirinya bersama dengan Aluna yang membuat Angga terkejut. Akhirnya Angga tau, apa yang dilakukan oleh calon istrinya sehingga membuat tubuhnya terasa remuk redam."Akhirnya aku tau bagaimana kamu menjagaku tadi malam," ungkap Angga."Hehe maafkan aku. Aku tau, jika kamu berada di pihak yang sama dengan calon suamiku yang tua dan jelek itu. Bayangkan saja bagaimana ekspresinya saat melihat foto-foto itu," ucap Aluna. "Pastinya dia akan sangat marah," sela Angga.Angga tersenyum simpul. Dia akan mengikuti alur dari permainan Aluna. Sehingga Aluna akan terjebak dalam permainannya yang dibuat sendiri. Angga pastikan, bila Aluna akan menerima pernikahannya dengan senang hati."Tepat sekali. Aku tau kamu adalah orang yang sangat pengertian dan baik. Aku akan berterus terang kali ini. Aku berbohong kepada Tuan Angga dengan mengatakan bahwa aku sudah memiliki seorang pria liar. Aku ingin menjadikan itu sebagai sebuah ala
Satu pesan masuk ternyata dari Angga yang mengaku sebagai Wijaya. Setelah membalas pesan tersebut, Aluna segera bersiap-siap. Sebelum keluar, Aluna mematut dirinya dikaca rias yang ada dikamarnya tersebut. Seulas senyuman terbit dari bibirnya yang tipis dan berwarna pink. Aluna hanya memakai bedak padat, dipadukan dengan lipbalm. Semakin menambah kecantikan alami yang tercipta diwajahnya. Aluna berjalan keluar dari kamar. Bergerak perlahan menuruni anak tangga. Sesekali matanya menatap awas. Takut bila James—pelayan rumah Angga, memergokinya keluar dengan seorang pria. Karena Angga sudah memberikan perintah kepada James, agar jangan memberikan Aluna kebebasan untuk keluar dari rumah tanpa seijinnya. Saat Aluna sudah menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba suara seseorang disampingnya membuat Aluna terlonjak kaget. "Mau kemana Nona?" "Astaga! James! Kau benar-benar ingin membuatku mati ya!" pekik Aluna sembari mengelus dadanya yang berdebar cukup kencang, lantaran terkejut.
"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Angga.Angga tidak sabar ingin mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aluna. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat Aluna menghembuskan napas berat."Tadi malam dia menemuiku sewaktu dikamar. Tiba-tiba lampu padam begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk begitu saja ke kamar ku. Dan kami terlibat percakapan kecil. Aku tak bisa melihat wajahnya dalam keadaan gelap. Tapi yasudahlah. Sebentar lagi juga aku akan bertemu dengan dia lagi. Kali ini aku akan tau wajahnya seperti apa," terang Aluna. Menjelaskan secara rinci perihal pertemuannya dengan calon suaminya.'Seandainya kau tahu saja. Bahwa yang disampingmu ini adalah calon suamimu yang sedang kau tunggu-tunggu,' batin Angga. Sambil menyunggingkan senyuman samar."Saat kamu bertemu dengannya nanti, tolong katakan padanya, bahwa kamu adalah pacarku. Agar dia segera memutuskan rencana pernikahan ini. Aku yakin Tuan Angg
Aluna terpaku, saat seseorang yang bertabrakan dengannya barusan menyebut nama kembarannya—Alana. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Aluna membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Aluna termangu, saat melihat seorang pria tampan mengenakan jubah tengah menatapnya dengan intens. Kerutan samar tercipta dikening Aluna. 'Apakah dia Tuan Angga? Dia sedikit tua, tapi tampan,' batin Aluna menerka-nerka. Netranya sibuk meneliti sosok pria didepannya, dari atas ke bawah, begitu sebaliknya. "Alana, kenapa kamu keluar dengan pakaian seperti ini?" Sontak saja perkataan pria yang diduga sebagai Angga oleh Aluna, membuatnya tercengang. "Apa ada yang salah dengan pakaianku?" tanya Aluna balik. Sambil melihat pakaiannya yang terlihat biasa saja, menurutnya. Saat ini Aluna memakai kaos oblong, dipadukan dengan celana jeans. Serta membalut tubuhnya dengan jaket berbulu. "Ikutlah denganku," ajak pria asing itu, sambil meraih lengan Aluna. Tanpa sengaja netranya melihat Angga, tengah
Aluna mendengus kesal. Lantaran Arya menghentikan mobilnya secara mendadak. "Apakah kamu tau jika berhenti mendadak seperti ini sangat berbahaya!" ucap Aluna, wajahnya terlihat tertekuk. Arya menghela napas berat. Dia mulai sadar bahwa gadis yang ada dihadapannya bukanlah Alana. Namun Arya tetap berpura-pura menganggap bahwa Aluna itu adalah Alana."Alana, dengar baik-baik. Aku peringatkan kepadamu, aku tidak peduli siapa pria liarmu. Tapi caramu saat ini bertindak hanya akan mempermalukan keluarga Kusuma. Jika kamu terus bertingkah aneh dengan pria liarmu itu, aku akan memastikan, bahwa kalian berdua akan mati dengan sangat buruk, mengerti!" ucap Arya dengan sorot mata yang tajam. Suaranya terdengar berat dan penuh penekanan. Tenggorokan Aluna tercekat. Hingga membuatnya kesusahan untuk menelan salivanya. Lidahnya terasa kelu. Saat Arya yang dipikirnya adalah Angga, memberikan ancaman kepadanya. "A-aku...""Turunlah sekarang
"Dia saat ini ada di Brick Lane, pergilah jemput dia!" suruh Arya."Baiklah kak, terima kasih. Karena kamu sudah kembali lagi ke London, pergi dan temuilah ayah. Dia pasti sangat merindukanmu," saran Angga.Sontak saja perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Angga, membuat Arya mendengus geli."Apakah kamu pikir pak tua itu masih ingin melihatku? Baiklah, jangan memikirkan tentang masalahku. Ayo kita minum nanti setelah kamu menjemput gadis itu. Aku yakin saat ini kamu sedang terburu-buru. Cepatlah pergi!" suruh Arya. Tanpa menjawab perkataan kakaknya, Angga menganggukan kepala dengan cepat, seraya bergegas menuju mobilnya untuk pergi menjemput Aluna di Brick Lane. Arya hanya menatap kepergian sang adik hingga mobilnya hilang saat di persimpangan jalan. Seraya tersenyum penuh arti.****Saat Angga tiba dikawasan Brick Lane, matanya memicing saat tak sengaja melihat Aluna sedang berjalan terseok-seok. An
Langkah Aluna tertahan di anak tangga kedua.“Astaga, Tuan! Apa yang kamu—”Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sudah terangkat dari lantai. Angga, tanpa aba-aba, menggendongnya dengan satu gerakan mantap.“H-Hey! Turunkan aku!” pekik Aluna, kedua tangannya memukul pelan dada lelaki itu, tapi tak benar-benar berniat melawan.Angga tak menjawab. Tatapannya lurus, rahangnya mengeras seakan menahan sesuatu yang ingin ia ucapkan, tapi belum waktunya. Ia membawa Aluna melintasi ruang tamu, lalu menyusuri lorong sempit menuju kamar gadis itu.Begitu sampai, Angga membuka pintu dengan kakinya, masuk, lalu menutupnya dengan punggung.Aluna masih diam, matanya membulat, hatinya berdebar tak menentu. Baru saat Angga menurunkannya perlahan ke lantai, ia sadar bahwa napasnya tertahan sejak tadi.“Kamu kenapa sih?” tanya Aluna pelan, hampir seperti bisikan.Namun, Angga yang dikira Wijaya itu tak menjawab. Kakinya malah melangkah ke arah Aluna. Aluna mundur satu langkah, punggungny
Angga menutup pintu apartemen dengan lebih keras dari yang seharusnya. Wajahnya muram, rahangnya mengeras, dan langkah-langkahnya berat seolah membawa beban yang tak terlihat. Satu tarikan napas panjang ia hembuskan begitu kakinya menginjak lantai kayu apartemen yang dingin dan sepi.Begitu punggungnya menyentuh kasur, dering ponsel memecah keheningan. Layar menunjukkan nama yang tak asing: Arya Wiguna Kusuma.Angga langsung menjawab, duduk setengah tegak.“Kapan kamu sampai di London kak? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?” suaranya penuh nada protes, tapi juga rindu yang tertahan.Terdengar tawa ringan di seberang sana. “Namanya juga kejutan,” jawab Arya santai. “Aku ingin datang setelah semuanya benar-benar rampung. Perusahaan ini... Aku dirikan dari nol, Angga. Tanpa nama besar ayah, tanpa campur tangan siapa pun. Dan sekarang, akhirnya jalan juga.”Angga terdiam. Antara bangga dan khawatir.“Kamu selalu terlalu keras kep
Suara pintu tertutup pelan, dan keheningan kembali menyelimuti ruang tamu yang penuh ketegangan itu. Abigael menatap Aluna dengan mata yang mulai memerah, bukan karena marah, melainkan karena kelelahan dan tekanan yang menumpuk. “Ayah akan temukan dia, Nak,” ucap Abigael pelan, nadanya berbeda—lebih rapuh, seolah ia sedang memohon kepada takdir, bukan hanya kepada anaknya. “Alana... dia pasti punya alasan, dan Ayah akan mencarinya sampai ketemu.” Aluna memalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang nyaris jatuh. Tangannya mengepal di sisi tubuh, seolah tubuhnya sendiri mencoba menahan hati yang ingin meledak. “Aluna,” lanjut Abigael, “kau itu kuat. Lebih kuat dari Alana. Dari siapa pun. Kau selalu bisa diandalkan... selalu bisa berdiri ketika yang lain jatuh. Ayah bangga padamu.” Kata-kata itu, walau terasa seperti penenang yang terlambat datang, tetap menggores luka yang dalam.
Angga menghela napas panjang. Sorot matanya berubah menjadi gelap namun tajam.“Selama aku masih bisa menikmatinya,” jawabnya singkat. “Selama aku bisa melihat reaksinya tanpa dia tahu siapa aku. Ini... menyenangkan.”James menunduk. Ia sudah terlalu lama melayani Angga untuk tahu kapan harus diam.Aluna menatap gagang pintu kamar dengan ragu. Kakinya masih berdenyut pelan, sisa dari keseleo kemarin. Ia mencoba berdiri, namun rasa nyeri memaksanya menyerah pada kenyataan.“James!” panggilnya dari balik pintu yang setengah terbuka.Tak butuh waktu lama, suara langkah cepat terdengar di tangga. James muncul, wajahnya menyiratkan perhatian. “Iya, Nona? Ada yang bisa saya bantu?”“Aku mau ke bawah. Tapi... sepertinya butuh bantuanmu.”Tanpa banyak bicara, James segera mendekat, menunduk sedikit dan memapah tubuh Aluna dengan lembut. Langkah demi langkah, mereka menuruni tangga.Setelah berhasil duduk di sofa ruang t
Angga menutup pintu apartemen dengan lebih keras dari yang seharusnya. Wajahnya muram, rahangnya mengeras, dan langkah-langkahnya berat seolah membawa beban yang tak terlihat. Satu tarikan napas panjang ia hembuskan begitu kakinya menginjak lantai kayu apartemen yang dingin dan sepi.Begitu punggungnya menyentuh kasur, dering ponsel memecah keheningan. Layar menunjukkan nama yang tak asing: Arya Wiguna Kusuma.Angga langsung menjawab, duduk setengah tegak.“Kapan kamu sampai di London kak? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?” suaranya penuh nada protes, tapi juga rindu yang tertahan.Terdengar tawa ringan di seberang sana. “Namanya juga kejutan,” jawab Arya santai. “Aku ingin datang setelah semuanya benar-benar rampung. Perusahaan ini... Aku dirikan dari nol, Angga. Tanpa nama besar ayah, tanpa campur tangan siapa pun. Dan sekarang, akhirnya jalan juga.”Angga terdiam. Antara bangga dan khawatir.“Kamu selalu terlalu keras kep
Langkah Aluna tertahan di anak tangga kedua.“Astaga, Tuan! Apa yang kamu—”Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sudah terangkat dari lantai. Angga, tanpa aba-aba, menggendongnya dengan satu gerakan mantap.“H-Hey! Turunkan aku!” pekik Aluna, kedua tangannya memukul pelan dada lelaki itu, tapi tak benar-benar berniat melawan.Angga tak menjawab. Tatapannya lurus, rahangnya mengeras seakan menahan sesuatu yang ingin ia ucapkan, tapi belum waktunya. Ia membawa Aluna melintasi ruang tamu, lalu menyusuri lorong sempit menuju kamar gadis itu.Begitu sampai, Angga membuka pintu dengan kakinya, masuk, lalu menutupnya dengan punggung.Aluna masih diam, matanya membulat, hatinya berdebar tak menentu. Baru saat Angga menurunkannya perlahan ke lantai, ia sadar bahwa napasnya tertahan sejak tadi.“Kamu kenapa sih?” tanya Aluna pelan, hampir seperti bisikan.Namun, Angga yang dikira Wijaya itu tak menjawab. Kakinya malah melangkah ke arah Aluna. Aluna mundur satu langkah, punggungny
"Dia saat ini ada di Brick Lane, pergilah jemput dia!" suruh Arya."Baiklah kak, terima kasih. Karena kamu sudah kembali lagi ke London, pergi dan temuilah ayah. Dia pasti sangat merindukanmu," saran Angga.Sontak saja perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Angga, membuat Arya mendengus geli."Apakah kamu pikir pak tua itu masih ingin melihatku? Baiklah, jangan memikirkan tentang masalahku. Ayo kita minum nanti setelah kamu menjemput gadis itu. Aku yakin saat ini kamu sedang terburu-buru. Cepatlah pergi!" suruh Arya. Tanpa menjawab perkataan kakaknya, Angga menganggukan kepala dengan cepat, seraya bergegas menuju mobilnya untuk pergi menjemput Aluna di Brick Lane. Arya hanya menatap kepergian sang adik hingga mobilnya hilang saat di persimpangan jalan. Seraya tersenyum penuh arti.****Saat Angga tiba dikawasan Brick Lane, matanya memicing saat tak sengaja melihat Aluna sedang berjalan terseok-seok. An
Aluna mendengus kesal. Lantaran Arya menghentikan mobilnya secara mendadak. "Apakah kamu tau jika berhenti mendadak seperti ini sangat berbahaya!" ucap Aluna, wajahnya terlihat tertekuk. Arya menghela napas berat. Dia mulai sadar bahwa gadis yang ada dihadapannya bukanlah Alana. Namun Arya tetap berpura-pura menganggap bahwa Aluna itu adalah Alana."Alana, dengar baik-baik. Aku peringatkan kepadamu, aku tidak peduli siapa pria liarmu. Tapi caramu saat ini bertindak hanya akan mempermalukan keluarga Kusuma. Jika kamu terus bertingkah aneh dengan pria liarmu itu, aku akan memastikan, bahwa kalian berdua akan mati dengan sangat buruk, mengerti!" ucap Arya dengan sorot mata yang tajam. Suaranya terdengar berat dan penuh penekanan. Tenggorokan Aluna tercekat. Hingga membuatnya kesusahan untuk menelan salivanya. Lidahnya terasa kelu. Saat Arya yang dipikirnya adalah Angga, memberikan ancaman kepadanya. "A-aku...""Turunlah sekarang
Aluna terpaku, saat seseorang yang bertabrakan dengannya barusan menyebut nama kembarannya—Alana. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Aluna membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Aluna termangu, saat melihat seorang pria tampan mengenakan jubah tengah menatapnya dengan intens. Kerutan samar tercipta dikening Aluna. 'Apakah dia Tuan Angga? Dia sedikit tua, tapi tampan,' batin Aluna menerka-nerka. Netranya sibuk meneliti sosok pria didepannya, dari atas ke bawah, begitu sebaliknya. "Alana, kenapa kamu keluar dengan pakaian seperti ini?" Sontak saja perkataan pria yang diduga sebagai Angga oleh Aluna, membuatnya tercengang. "Apa ada yang salah dengan pakaianku?" tanya Aluna balik. Sambil melihat pakaiannya yang terlihat biasa saja, menurutnya. Saat ini Aluna memakai kaos oblong, dipadukan dengan celana jeans. Serta membalut tubuhnya dengan jaket berbulu. "Ikutlah denganku," ajak pria asing itu, sambil meraih lengan Aluna. Tanpa sengaja netranya melihat Angga, tengah
"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Angga.Angga tidak sabar ingin mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aluna. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat Aluna menghembuskan napas berat."Tadi malam dia menemuiku sewaktu dikamar. Tiba-tiba lampu padam begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk begitu saja ke kamar ku. Dan kami terlibat percakapan kecil. Aku tak bisa melihat wajahnya dalam keadaan gelap. Tapi yasudahlah. Sebentar lagi juga aku akan bertemu dengan dia lagi. Kali ini aku akan tau wajahnya seperti apa," terang Aluna. Menjelaskan secara rinci perihal pertemuannya dengan calon suaminya.'Seandainya kau tahu saja. Bahwa yang disampingmu ini adalah calon suamimu yang sedang kau tunggu-tunggu,' batin Angga. Sambil menyunggingkan senyuman samar."Saat kamu bertemu dengannya nanti, tolong katakan padanya, bahwa kamu adalah pacarku. Agar dia segera memutuskan rencana pernikahan ini. Aku yakin Tuan Angg
Satu pesan masuk ternyata dari Angga yang mengaku sebagai Wijaya. Setelah membalas pesan tersebut, Aluna segera bersiap-siap. Sebelum keluar, Aluna mematut dirinya dikaca rias yang ada dikamarnya tersebut. Seulas senyuman terbit dari bibirnya yang tipis dan berwarna pink. Aluna hanya memakai bedak padat, dipadukan dengan lipbalm. Semakin menambah kecantikan alami yang tercipta diwajahnya. Aluna berjalan keluar dari kamar. Bergerak perlahan menuruni anak tangga. Sesekali matanya menatap awas. Takut bila James—pelayan rumah Angga, memergokinya keluar dengan seorang pria. Karena Angga sudah memberikan perintah kepada James, agar jangan memberikan Aluna kebebasan untuk keluar dari rumah tanpa seijinnya. Saat Aluna sudah menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba suara seseorang disampingnya membuat Aluna terlonjak kaget. "Mau kemana Nona?" "Astaga! James! Kau benar-benar ingin membuatku mati ya!" pekik Aluna sembari mengelus dadanya yang berdebar cukup kencang, lantaran terkejut.