Aluna sontak menatap kedua netra Angga meski ketakutan. "Tuan, aku mohon jangan bawa aku ke kantor polisi. Sungguh, aku tidak berniat untuk mencuri mobilmu. Percayalah padaku," mohonnya, sambil mengatupkan kedua tangannya didada.
Sorot mata penuh ketakutan yang ditunjukkan oleh Aluna, membuat Angga merasa iba. Namun, semakin dalam Angga menyelami manik mata indah milik Aluna, membuat debaran jantungnya terpacu. "Jika Anda tidak ingin berbicara tidak apa. Aku anggap itu sebagai jawaban 'iya'. Terima kasih Tuan, aku akan mengingat kebaikanmu dimasa depan," ucap Aluna, dengan penuh rasa percaya diri yang tinggi. Aluna mengganggap diamnya Angga adalah suatu jawaban, bahwa dia akan dilepaskan. Namun apa yang dipikirkan olehnya, tidak sama dengan pikiran Angga. "Tidak semudah itu Nona. Sekarang ini semuanya sudah diatur oleh hukum. Suka atau tidak suka, kau harus bertanggungjawab atas perbuatanmu," tegas Angga. Namun sudut bibirnya terangkat, nyaris tak terlihat. Tertutupi oleh wajahnya yang tenang. Sedikitpun Angga tidak akan melepaskan Aluna. Namun Angga tidak sepenuhnya benar akan menjebloskan Aluna ke penjara. Melainkan, ada sesuatu rencana yang telah tersusun rapi dalam benak Angga. Ditengah perdebatan keduanya, terlihat dari kejauhan seseorang yang memakai penutup wajah sedang memperhatikan mereka berdua. Matanya menatap awas sekeliling. Sudut bibirnya terangkat, penuh arti. Saat suasana terlihat sunyi. Dengan langkah pelan tanpa suara, seseorang tersebut berhasil mendekati mobil milik Angga, dan menyelinap masuk begitu mudahnya. Ternyata dia adalah pencuri! Pencuri tersebut tertawa kecil, saat melihat kunci mobil yang masih tergantung rapi ditempatnya. Tanpa menunggu lama, dia menghidupkan mobil, perlahan mundur ke belakang dan meninggalkan dua insan yang masih terus bersitegang. "Tuan, lihatlah mobilmu dicuri!" teriak Aluna sambil menunjuk, saat netranya tak sengaja melihat seseorang mengambil alih mobil tersebut. Seketika Angga mengalihkan pandangan ke arah mobilnya yang mulai menjauh. Sedetik kemudian, pandangannya beralih menatap Aluna dengan tajam. "Aku yakin, itu pasti komplotanmu kan," tuduh Angga. Aluna menggeleng dengan cepat. Tanpa berniat menyangkal tuduhan keji yang dilontarkan oleh Angga, Aluna beralih menatap gaunnya yang panjang. Tanpa diduga, Aluna merobeknya hingga gaun tersebut panjangnya hanya sebatas lutut. Menampilkan kaki jenjang Aluna yang seputih susu. Angga yang terperangah melihat tindakan Aluna, sontak saja bertanya, "Apa yang kau lakukan?" "Kau mau tau apa yang akan aku lakukan? Aku akan mengejar mobilmu agar kau percaya bahwa aku bukanlah komplotan pencuri," timpal Aluna, yang bergegas berlari mengejar mobil milik Angga. Angga termangu, saat Aluna berlari cukup kencang. Langkahnya lebar seperti seekor cheetah. Tersadar dari lamunan singkatnya, Angga mengusap wajahnya kasar. Angga memutuskan untuk menyusul Aluna yang sudah berlari cukup jauh. Saat ini mereka ada disebuah gang perumahan yang hanya cukup dimasuki satu mobil. Kepanikan mulai menyerang pencuri tersebut. Lantaran ramainya orang berlalu lalang. Membuat lajunya menjadi sedikit lamban. Hal itu dimanfaatkan oleh Aluna, agar lebih mengencangkan larinya. Angga yang ikut mengejar berulang kali berhenti, hanya untuk mengatur napasnya yang tersengal. "Gila. Cepat sekali larinya gadis itu," ucap Angga, dengan napas tersendat-sendat. Sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepada pencuri itu. Alih-alih keluar dari gang yang berliku, dirinya malah terjebak di jalan buntu. "Ah sial!" teriak sang pencuri. Saat ingin memundurkan mobil, Aluna muncul dibelakang dan berteriak menghalanginya. "Berhenti dan segera keluar dari sana! Atau aku menghajarmu langsung didalam mobil!" pekik Aluna kencang, penuh ancaman. Nyali si pencuri mendadak ciut. Tidak ingin dihajar oleh massa, pencuri tersebut akhirnya keluar dari mobil dan melarikan diri dengan tergesa-gesa. Senyuman terbit dari wajah Aluna yang penuh keringat. Tak lama kemudian, Angga berhasil menyusulnya seperti pasien yang tengah membutuhkan oksigen. "Astaga, rasanya aku ingin pingsan saja," imbuh Angga, dengan napas tersengal. **** 'Gadis jenius, sukses dalam berinvestasi, tapi kenapa lebih terlihat seperti seorang atlit?' batin Angga. Sesekali melirik Aluna penuh curiga. Angga masih bergeming, dan fokus mengendarai mobilnya. Tiba-tiba rasa penasaran terlintas begitu saja didalam pikirannya. "Mengapa kau melarikan diri dari pernikahan," tanya Angga cukup serius. Aluna menghela napas berat, sambil tertunduk. Wajahnya terlihat sendu. Seperti sedang menyimpan beban yang begitu berat. "Aku menikah bukan keinginanku. Aku terpaksa, karena ayah. Aku tidak ingin mengorbankan masa depanku begitu saja hanya demi bisnis ayahku. Makanya aku lari dari pernikahan ini," jelas Aluna. Angga menarik napas dalam, dan menghembuskannya kasar. Dari cerita Aluna, membuat Angga memahami satu hal. Bahwa sesuatu yang dipaksa tidak akan baik. Apakah dia harus melepaskan Aluna begitu saja? Sedangkan saat ini sang ayah menuntutnya untuk segera menikahi Aluna yang dikira—Alana itu? Angga Wijaya Kusuma merupakan anak kedua dari Kusuma Ananta. Pemilik Luminous Corp, perusahaan terbesar di London. Awalnya, Kusuma memberi perintah kepada Arya Wiguna Kusuma, yang merupakan anak sulungnya itu, untuk meneruskan bisnis yang saat ini tengah berkembang pesat. Namun Arya menolak, dan lebih memilih usahanya sendiri yang dirintis dari nol, tanpa bantuan sang ayah. Keputusan Arya membuat ayahnya murka. Kusuma akhirnya menjatuhkan pewaris bisnis kepada anak keduanya—Angga. Semenjak Angga memimpin Luminous Corp, Arya lebih memilih meninggalkan kota London. Tanpa memberi kabar terhadap keluarganya. Angga yang notabenenya adalah seorang yang penurut terhadap ayahnya, terpaksa menerima perjodohan yang sudah diatur oleh Kusuma. Kerutan samar tercipta dikening Aluna, saat melihat Angga mengendarai mobil dengan tatapan kosong. Karena tak mau celaka, Aluna segera menepuk bahu Angga dengan cukup kencang untuk menyadarkannya. "Tuan, sadarlah! Kau sedang mengemudi, tolong lihat jalannya. Jangan terlalu banyak melamun!" omel Aluna. Angga yang mendapat sebuah tepukan kuat pada bahunya, menjadi kesal. "Hei! Apa yang kau lakukan. Aku sama sekali tidak melamun. Kau sungguh memperlakukan ku seperti seorang supir!" geram Angga, seraya menepis tangan Aluna dari bahunya. Sontak saja membuat Aluna menutup wajahnya dengan kedua tangan, menahan rasa malu. Sesekali Aluna mengintip dari sela-sela jarinya yang mungil. "Katakan kemana kau ingin pergi," tanya Angga datar. Aluna beralih meremas kuat baju pengantinnya yang sudah tidak beraturan. 'Kemana lagi aku harus pergi. Sudah lama aku tidak kembali kesini,' batin Aluna pilu. Wajahnya terlihat gusar. Kebingungan sedang melanda hatinya. Ingin kembali ke kampung tempat ibunya berada, namun ponsel dan dompet yang berisi uang tunai serta kartu kredit tertinggal dikediaman Abigael. Aluna merutuki kebodohannya yang bertindak gegabah. Harusnya dia memperhitungkan dulu, sebelum memutuskan untuk kabur. "Berhenti disini saja," jawab Aluna singkat.Kedua alis Angga tampak mengerut saat Aluna memintanya berhenti. Angga pikir Aluna akan memintanya mengantarkan ke suatu tempat. Namun dugaannya salah. Melihat Angga yang tidak meresponnya, membuat Aluna mulai kesal. "Hei Tuan, aku bilang berhenti. Aku peringatkan kepadamu, jangan main-main denganku ya. Kau lihat sendiri, betapa takutnya pencuri mobil tadi kepadaku. Jika kau berani menyentuhku, aku akan melemparmu seperti bola!" gertak Aluna penuh ancaman. Alih-alih takut, Angga malah mendengus geli saat Aluna melontarkan ancaman untuknya. Angga menggeleng pelan, sungguh tidak habis pikir dengan keberanian yang dimiliki calon istrinya tersebut. Aluna mulai resah. Pasalnya, Angga sedikitpun tidak gentar terhadap ancamannya. Malah semakin melajukan mobilnya tanpa ada tanda-tanda ingin berhenti sesuai permintaannya. "Tuan, aku mohon padamu. Hentikan mobil ini. Aku kan sudah membantumu menggagalkan pencurian yang terjadi pada mobilmu. Atau bila kau mau, katakan saja berapa aku
Setelah dua jam berlalu, akhirnya mobil milik Angga tiba di pusat kota London. "Sudah sampai," ucap Angga singkat, tanpa menoleh ke belakang. Kedua alis Angga tampak mengerut keheranan. Sebab tidak terdengar jawaban dari mulut Aluna. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Angga memalingkan wajahnya ke belakang. Matanya membelalak saat melihat wajah damai Aluna yang tertidur, hingga tercipta dengkuran halus. "Hei! Sudah sampai. Apakah kau tidak ingin turun?" ucap Angga, sedikit mengeraskan suaranya. Berharap Aluna terjaga dari tidurnya. Tampaknya Aluna tertidur sangat pulas. Hingga tidak mendengar sama sekali suara bariton Angga yang bergema didalam mobil. Melihat Aluna yang tidak kunjung bangun, membuat Angga mendengus kesal. Angga bergegas turun dari mobil dan ingin membangunkannya secara paksa. Saat membuka pintu belakang mobil tempat Aluna berada, Angga terlonjak. Pasalnya Aluna tertidur bersandar pada jendela mobil. Hingga membuatnya lansung terjatuh saat Angga membukanya.
Kedua bola mata milik Aluna membola saat melihat siapa gerangan yang sudah masuk ke dalam kamar. Aluna terpaku beberapa saat. Tidak menyangka apakah ini sebuah kebetulan, atau memang sudah terencana. "Ayah! Apa yang kau lakukan disini?" tanya Aluna. Tatapan tajam dilayangkan oleh Aluna. Ya, seseorang itu tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya. Bingung bercampur dengan rasa kaget. Itulah yang saat ini sedang dirasakan Aluna. "Tentu saja ingin melihat keadaanmu. Apakah kau baik-baik saja sayang?" ucap Tuan Abigael. Suaranya terdengar begitu lembut. Perlahan tapi pasti. Tuan Abigael mendekati Aluna. Tanpa peduli tatapan tak bersahabat tengah ditujukan kepadanya. "Kenapa ayah bisa tau aku ada disini? Tunggu dulu. Ini rumah siapa ayah?" tanya Aluna. Tiba-tiba saja rasa penasaran muncul dibenak Aluna. Saat kesadarannya telah pulih sepenuhnya. "Kau saat ini sedang berada di rumah Tuan Angga," jelas Tuan Abigael. Aluna tertegun mendengar pernyataan sang ayah. Apa yang
Pria tersebut menyambut Aluna dengan senyuman terbaiknya. Aluna masih mematung. Pandangannya tak teralihkan dari pria tersebut. Hingga suara bariton pria misterius itu akhirnya memecahkan suasana."Halo Nona,""Siapa Anda?" tanya Aluna."Saya adalah pelayan terbaik di keluarga Kusuma. Saya sudah 20 tahun mengabdi. Perkenalkan nama saya adalah James," ucap James yang merupakan pelayan yang ditugaskan mengawasi Aluna."Oh baiklah. Salam kenal James. Kalau begitu saya pergi dulu," jawab Aluna. Namun saat ingin keluar, James menghentikan langkahnya."Eh, Nona kau tidak boleh kemana-mana. Aku sudah diperintahkan oleh Tuan Angga untuk menjagamu disini. Tolong kerjasamanya," pinta James.Aluna mengerutkan dahi. Wajahnya berubah menjadi kesal. Setiap ingin pergi ada saja halang dan rintangan yang harus dilalui."Dasar tidak tau diri majikan kalian itu! Sudah ingin memaksaku menikah dengannya. Dan sekarang dia mau memenjarakanku dirumahnya. Dasar keparat!" umpat Aluna."Maaf Nona. Saya hanya
Angga menyambar jas yang tergantung di kursi. Memakainya dengan cepat. Sembari berjalan menuju parkiran. Langkahnya tergesa. Dengan cepat diraihnya kunci mobil yang ada di saku celana. Setelah masuk, segera saja Angga menyalakan mobil. Dan melaju meninggalkan area perusahaannya. Menekan pedal gas dengan kuat. Tatapannya tajam dan serius. Seolah siap menerkam siapa saja yang menganggunya. Tak terasa matahari telah berganti dengan rembulan malam. Bintang bertebaran di angkasa. Suasana malam yang semakin sunyi. Tak menyurutkan ambisi Aluna. Untuk terbebas dari belenggu yang diciptakan oleh sang ayah. "Akhirnya aku bisa terbebas juga dari rumah terkutuk itu. Aku harus segera pergi sejauh mungkin dari sini," monolog Aluna pada dirinya sendiri. Akan tetapi, kesenangannya tak berlangsung lama. Semakin jauh mobil yang dikendarai. Semakin dalam juga Aluna terjebak di daerah yang sepi. Didominasi oleh pepohonan rindang yang ada di samping kanan dan kiri. Tanpa satupun rumah lagi yang didap
"Aku Wijaya. Begitu cepat kau melupakan aku." Ya, pria tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Angga Wijaya Kusuma. Dengan hanya bermodalkan GPS, gampang sekali baginya menemukan titik lokasi Aluna. Dan disinilah dia berada. Dihadapan calon istrinya yang sedang ketakutan. "Benarkah?" tanya Aluna memastikan. Aluna mendekati Angga. Meraba setiap inci wajah Angga. Rabun ayam membuat Aluna kesulitan melihat dalam suasana gelap. "Baiklah. Bagian mana lagi yang ingin kau sentuh Nona?" tawar Angga. Aluna segera menarik tangannya dengan cepat. Wajahnya merah padam menahan malu. Untung suasana sedang gelap. Sehingga Angga tidak menyadari perubahan wajah Aluna. "Maaf Tuan Wijaya. Saya hanya ingin memastikan saja. Soalnya saya punya riwayat rabun ayam. Sehingga tidak bisa melihat dengan jelas saat gelap," ucap Aluna. Sambil mengatupkan kedua tangan. Sebagai permohonan maaf. "Baiklah. Ayo segera masuk ke dalam mobil," perintah Angga. Sebelum pergi, Angga menelpon anggotanya untuk menj
Aluna berjalan gontai menapaki anak tangga. Menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Suasana rumah tersebut sudah sepi. Hanya ditemani oleh lampu ruang tengah yang temaram. Setelah tiba di kamar, Aluna segera membersihkan diri. Dibukanya lemari pakaian yang cukup besar. Membuat matanya yang mengantuk menjadi segar. Woah! Menakjubkan. Isi didalamnya sudah tertata rapi berbagai jenis pakaian wanita yang terlihat mahal. 'Ternyata Tuan Angga cukup baik' gumamnya dalam hati. Diraihnya satu gaun tidur satin berbahan tipis. Selesai mandi, Aluna merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur empuk tersebut. Beberapa potongan kejadian yang baru saja dialaminya seakan menari-nari dikepala. Hingga membuat matanya sulit terpejam. 'Jika aku mengatakan yang sebenarnya, bagaimana dengan ayah dan Alana? Jika aku tidak mengatakannya, bagaimana jika ketahuan,' gumam Aluna dalam hati. Kebingungan tengah melanda pikirannya. Aluna merasa sedang dalam posisi yang serba salah. Maju kena, mundur pun kena
Aluna menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa perasaan takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "A-aku masih memiliki impian. Aku tidak ingin menikah muda. Dan asal kau tahu, aku memacari pria liar. Aku lari dari pernikahan karenanya," ucap Aluna dengan terbata-bata. Aluna benar-benar gugup saat ini. Dia sengaja memberikan bumbu kebohongan agar Angga segera melepaskannya. Angga terhenyak kaget. Perkataan Aluna benar-benar diluar dugaan. "Apa? Pria liar?" "Iya Tuan. Ahh!" Pekik Aluna saat Angga mendorongnya tanpa aba-aba hingga tubuhnya jatuh terpental di kasur. Dengan posisi terlentang. "Apa yang kamu lakukan Tuan?" "Apakah dia liar sepertiku?" tanya Angga. Angga menindih tubuh Aluna. Hatinya mendadak panas saat Aluna mengatakan pria liar kepadanya. Mata Angga mulai diselimuti kabut. Angga tidak peduli kondisi tubuh Aluna yang sudah be
"Dia saat ini ada di Brick Lane, pergilah jemput dia!" suruh Arya."Baiklah kak, terima kasih. Karena kamu sudah kembali lagi ke London, pergi dan temuilah ayah. Dia pasti sangat merindukanmu," saran Angga.Sontak saja perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Angga, membuat Arya mendengus geli."Apakah kamu pikir pak tua itu masih ingin melihatku? Baiklah, jangan memikirkan tentang masalahku. Ayo kita minum nanti setelah kamu menjemput gadis itu. Aku yakin saat ini kamu sedang terburu-buru. Cepatlah pergi!" suruh Arya. Tanpa menjawab perkataan kakaknya, Angga menganggukan kepala dengan cepat, seraya bergegas menuju mobilnya untuk pergi menjemput Aluna di Brick Lane. Arya hanya menatap kepergian sang adik hingga mobilnya hilang saat di persimpangan jalan. Seraya tersenyum penuh arti.****Saat Angga tiba dikawasan Brick Lane, matanya memicing saat tak sengaja melihat Aluna sedang berjalan terseok-seok. An
Aluna mendengus kesal. Lantaran Arya menghentikan mobilnya secara mendadak. "Apakah kamu tau jika berhenti mendadak seperti ini sangat berbahaya!" ucap Aluna, wajahnya terlihat tertekuk. Arya menghela napas berat. Dia mulai sadar bahwa gadis yang ada dihadapannya bukanlah Alana. Namun Arya tetap berpura-pura menganggap bahwa Aluna itu adalah Alana."Alana, dengar baik-baik. Aku peringatkan kepadamu, aku tidak peduli siapa pria liarmu. Tapi caramu saat ini bertindak hanya akan mempermalukan keluarga Kusuma. Jika kamu terus bertingkah aneh dengan pria liarmu itu, aku akan memastikan, bahwa kalian berdua akan mati dengan sangat buruk, mengerti!" ucap Arya dengan sorot mata yang tajam. Suaranya terdengar berat dan penuh penekanan. Tenggorokan Aluna tercekat. Hingga membuatnya kesusahan untuk menelan salivanya. Lidahnya terasa kelu. Saat Arya yang dipikirnya adalah Angga, memberikan ancaman kepadanya. "A-aku...""Turunlah sekarang
Aluna terpaku, saat seseorang yang bertabrakan dengannya barusan menyebut nama kembarannya—Alana. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Aluna membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Aluna termangu, saat melihat seorang pria tampan mengenakan jubah tengah menatapnya dengan intens. Kerutan samar tercipta dikening Aluna. 'Apakah dia Tuan Angga? Dia sedikit tua, tapi tampan,' batin Aluna menerka-nerka. Netranya sibuk meneliti sosok pria didepannya, dari atas ke bawah, begitu sebaliknya. "Alana, kenapa kamu keluar dengan pakaian seperti ini?" Sontak saja perkataan pria yang diduga sebagai Angga oleh Aluna, membuatnya tercengang. "Apa ada yang salah dengan pakaianku?" tanya Aluna balik. Sambil melihat pakaiannya yang terlihat biasa saja, menurutnya. Saat ini Aluna memakai kaos oblong, dipadukan dengan celana jeans. Serta membalut tubuhnya dengan jaket berbulu. "Ikutlah denganku," ajak pria asing itu, sambil meraih lengan Aluna. Tanpa sengaja netranya melihat Angga, tengah
"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Angga.Angga tidak sabar ingin mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aluna. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat Aluna menghembuskan napas berat."Tadi malam dia menemuiku sewaktu dikamar. Tiba-tiba lampu padam begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk begitu saja ke kamar ku. Dan kami terlibat percakapan kecil. Aku tak bisa melihat wajahnya dalam keadaan gelap. Tapi yasudahlah. Sebentar lagi juga aku akan bertemu dengan dia lagi. Kali ini aku akan tau wajahnya seperti apa," terang Aluna. Menjelaskan secara rinci perihal pertemuannya dengan calon suaminya.'Seandainya kau tahu saja. Bahwa yang disampingmu ini adalah calon suamimu yang sedang kau tunggu-tunggu,' batin Angga. Sambil menyunggingkan senyuman samar."Saat kamu bertemu dengannya nanti, tolong katakan padanya, bahwa kamu adalah pacarku. Agar dia segera memutuskan rencana pernikahan ini. Aku yakin Tuan Angg
Satu pesan masuk ternyata dari Angga yang mengaku sebagai Wijaya. Setelah membalas pesan tersebut, Aluna segera bersiap-siap. Sebelum keluar, Aluna mematut dirinya dikaca rias yang ada dikamarnya tersebut. Seulas senyuman terbit dari bibirnya yang tipis dan berwarna pink. Aluna hanya memakai bedak padat, dipadukan dengan lipbalm. Semakin menambah kecantikan alami yang tercipta diwajahnya. Aluna berjalan keluar dari kamar. Bergerak perlahan menuruni anak tangga. Sesekali matanya menatap awas. Takut bila James—pelayan rumah Angga, memergokinya keluar dengan seorang pria. Karena Angga sudah memberikan perintah kepada James, agar jangan memberikan Aluna kebebasan untuk keluar dari rumah tanpa seijinnya. Saat Aluna sudah menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba suara seseorang disampingnya membuat Aluna terlonjak kaget. "Mau kemana Nona?" "Astaga! James! Kau benar-benar ingin membuatku mati ya!" pekik Aluna sembari mengelus dadanya yang berdebar cukup kencang, lantaran terkejut.
Terlihat beberapa potret dirinya bersama dengan Aluna yang membuat Angga terkejut. Akhirnya Angga tau, apa yang dilakukan oleh calon istrinya sehingga membuat tubuhnya terasa remuk redam."Akhirnya aku tau bagaimana kamu menjagaku tadi malam," ungkap Angga."Hehe maafkan aku. Aku tau, jika kamu berada di pihak yang sama dengan calon suamiku yang tua dan jelek itu. Bayangkan saja bagaimana ekspresinya saat melihat foto-foto itu," ucap Aluna. "Pastinya dia akan sangat marah," sela Angga.Angga tersenyum simpul. Dia akan mengikuti alur dari permainan Aluna. Sehingga Aluna akan terjebak dalam permainannya yang dibuat sendiri. Angga pastikan, bila Aluna akan menerima pernikahannya dengan senang hati."Tepat sekali. Aku tau kamu adalah orang yang sangat pengertian dan baik. Aku akan berterus terang kali ini. Aku berbohong kepada Tuan Angga dengan mengatakan bahwa aku sudah memiliki seorang pria liar. Aku ingin menjadikan itu sebagai sebuah ala
Ya, Angga saat ini berada di apartemen milik Leon. Sejak peristiwa tadi malam. Leon memutuskan membawa bosnya untuk pulang ke apartemennya. Leon hanya menghela napas berat. Saat Aluna pergi begitu saja, meninggalkan Angga tanpa beban, setelah puas mengambil potret dirinya dengan Angga. "Leon, bangunlah. Hei!" Angga berusaha membangunkan Leon yang tertidur pulas. Hingga suara dengkuran halus terdengar ditelinga Angga. Namun, sudah berkali-kali Angga memanggilnya untuk bangun, tetapi Leon seperti menulikan telinganya. Disebabkan kantuk yang mendera. Angga yang kesal segera melemparkan bantal tepat ke kepala Leon. Membuat Leon seketika terkejut dan langsung bangun dengan posisi terduduk. Leon memegangi kepalanya yang pusing. Rasanya baru sebentar dia tertidur. Tetapi, sudah mendapatkan gangguan dari bosnya. Kesadaran Leon perlahan mulai pulih. Seketika mendongakkan kepala melihat bosnya sudah terbangun. "Bos
Aluna berdiri dengan tangan bersedekap. Tepat di depan Angga. Tatapannya sangat mengintimidasi. Terlintas suatu ide cemerlang dikepala Aluna. Membuat satu tarikan senyuman pada bibirnya. "Sekarang kau akan berguna," ucap Aluna seraya tersenyum licik, ke arah ponsel yang berada dalam genggamannya. Aluna berniat menjebak Angga yang dikira Wijaya itu. Dengan berbekal ponsel pemberiannya, Aluna akan membuat suatu fitnah keji seolah Angga yang dikira Wijaya, adalah pria liarnya. Aluna membuka ponselnya, mencari fitur kamera. Setelah itu ditariknya tubuh Angga perlahan, agar dalam posisi duduk. Dengan bersusah payah, hingga berulang kali Angga terjatuh dan kepalanya terbentur pinggiran sofa. Akhirnya Aluna berhasil juga. Angga yang sedang dalam keadaan mabuk, tidak sadar tengah diperlakukan tidak baik oleh Aluna. Aluna menarik paksa Angga hingga jatuh kedalam pelukannya.
Angga termangu beberapa saat. Memandangi layar ponselnya yang terus menimbulkan getaran. Pertanda bahwa Aluna tidak menyerah begitu saja. Ketika panggilannya diabaikan oleh Angga. Terlihat wajah Angga tidak seperti biasanya. Matanya memancarkan setitik api kemarahan. Namun Leon tidak ingin ikut campur terlalu dalam, dengan apa yang saat ini tengah menimpa bosnya itu. Akan tetapi, segudang rasa penasaran terus datang menghampiri Leon. Saat dia tau bahwa yang menghubungi sang bos adalah calon istrinya. Mengambil sikap tegak dan penuh keberanian, Leon berusaha mencairkan situasi yang mulai memanas seperti berada dalam kobaran api. Dengan keringat bercucuran, padahal malam hari ini sangat dingin. Leon akhirnya berani memecahkan suasana. . "Kalian sebentar lagi akan segera menikah dan hidup bersama. Akan ada kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Jelaskan saja pada Nona Alana apa yang kau inginkan, semuanya pasti