Kedua alis Angga tampak mengerut saat Aluna memintanya berhenti. Angga pikir Aluna akan memintanya mengantarkan ke suatu tempat. Namun dugaannya salah.
Melihat Angga yang tidak meresponnya, membuat Aluna mulai kesal. "Hei Tuan, aku bilang berhenti. Aku peringatkan kepadamu, jangan main-main denganku ya. Kau lihat sendiri, betapa takutnya pencuri mobil tadi kepadaku. Jika kau berani menyentuhku, aku akan melemparmu seperti bola!" gertak Aluna penuh ancaman. Alih-alih takut, Angga malah mendengus geli saat Aluna melontarkan ancaman untuknya. Angga menggeleng pelan, sungguh tidak habis pikir dengan keberanian yang dimiliki calon istrinya tersebut. Aluna mulai resah. Pasalnya, Angga sedikitpun tidak gentar terhadap ancamannya. Malah semakin melajukan mobilnya tanpa ada tanda-tanda ingin berhenti sesuai permintaannya. "Tuan, aku mohon padamu. Hentikan mobil ini. Aku kan sudah membantumu menggagalkan pencurian yang terjadi pada mobilmu. Atau bila kau mau, katakan saja berapa aku harus membayarmu," usul Aluna. Perkataan yang baru saja dilontarkan Aluna membuat Angga tidak dapat menahan diri untuk tertawa. "Berapa banyak yang bisa kau berikan kepadaku?" tanya Angga dengan nada meremehkan. Aluna terkesiap dan tersadar dari kebodohannya. Padahal saat ini dirinya tidak membawa uang sepeserpun. Bagaimana caranya membayar? "Masalah uang, bisakah kita bahas lagi nanti Tuan? Masalahnya dompet dan ponselku tertinggal," pinta Aluna, mencoba untuk bernegosiasi. Namun pernyataan Aluna tidak membuat hati Angga melunak. Angga semakin menancap gas lebih dalam. Sehingga membuat kepanikan tercipta diwajah Aluna. "Tuan, aku mohon kasihanilah aku. Aku terpaksa kabur dari pernikahan karena tidak ingin menikah dengan seorang pria tua yang jelek dan tidak perkasa itu," pinta Aluna, sembari memelas. Angga terbelalak kaget saat Aluna secara tidak langsung mengatai dirinya. Hal itu membuat Angga menghentikan mobil secara mendadak. Aluna yang tak siap, berakhir menghantam kursi bagian depan. Sambil meringis memegang keningnya yang merah, akibat ulah Angga. Kesabaran Aluna yang setipis tisu, benar-benar sedang diuji saat ini. "Astaga! Bisakah kau membawa mobil ini dengan santai Tuan. Apakah kau sudah bosan hidup. Jika ingin mati, tolong jangan libatkan aku," omel Aluna. Dada Angga terasa bergemuruh. Perkataan Aluna tadi, terasa mencubit hatinya. "Katakan kepadaku, apakah kau pernah bertemu dengan calon suamimu yang tua, jelek dan tidak perkasa itu?" tanya Angga. Suaranya terdengar berat, penuh penekanan. Aluna tercengang saat melihat orang yang belum dikenalnya tersebut, merasa tersinggung oleh perkataannya. "Be-belum pernah Tuan," ucap Aluna, sedikit terbata. Rasa gugup mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "Lalu mengapa kau bisa mengatakan hal itu kepadanya? Sedangkan kau belum pernah bertemu?" tanya Angga kembali. "Aku hanya mengarang saja. Maaf bila perkataanku kurang mengenakkan. Tapi mengapa malah kau yang marah? Apa jangan-jangan kau itu adalah Tuan Angga ya," ucap Aluna penuh selidik. Netranya memicing, menatap curiga ke arah Angga. Melihat Aluna yang menatapnya penuh curiga, membuat Angga seketika gugup. Namun Angga mampu menyembunyikan kegugupannya. "Siapa juga yang marah. Aku hanya bertanya saja. Bila kau tidak mengijinkanku untuk bertanya ya sudah. Aku tidak akan memaksa," ucap Angga, berusaha mengelak. Aluna masih merasa yakin bahwa ada yang tengah disembunyikan oleh pemilik mobil tersebut. "Apakah kau yakin hanya —" "Sudahlah lupakan saja," potong Angga. Angga sengaja mengalihkan pembicaraan, agar identitas aslinya tidak diketahui oleh Aluna. Sebab Angga mempunyai rencana tersendiri. Aluna menghembuskan napas kasar. Saat netranya menatap sekeliling kendaraan yang tengah berhenti, sebab lampu merah. 'Pantas saja dia tiba-tiba berhenti. Ternyata sedang lampu merah,' batin Aluna. Wajahnya menunjukkan kekesalan. Saat dalam keheningan yang terasa mencekam, Aluna memikirkan sekelebat ide. Agar bisa segera terbebas dari orang yang ada dihadapannya. "Tuan, bolehkah aku meminta sesuatu padamu? Karena dompet dan ponselku tertinggal, bisakah kau meninggalkan nomer ponselmu untukku, agar aku bisa menghubungimu nanti dan membayar biaya bensinmu karena telah sudi mengantarku," pinta Aluna, dengan penuh kehati-hatian. Angga bergeming tanpa mengeluarkan suara. Tanpa diduga, tangannya terulur ke arah Aluna. Aluna berpikir bahwa Angga ingin bersalaman. Sehingga dengan senang hati Aluna menyambut uluran tangan Angga. Namun hal tak terduga terjadi. Dengan gerakan cepat, Angga menarik tangan Aluna hingga tubuhnya condong ke depan. Membuat jarak diantara mereka terkikis dan hanya menyisakan beberapa inci. Ada sesuatu yang bergetar dalam tubuh Angga, saat menatap Aluna sedekat itu. Wajahnya yang cantik, dengan bulu mata lentik dan bola mata berwarna hazel, serta bibir Aluna yang tipis alami membuat Angga terpaku sesaat. Mengagumi indahnya ciptaan Tuhan tersebut. Tak jauh berbeda dengan yang dirasakan Aluna. Jantungnya berdetak lebih kencang, saat netranya menembus netra Angga yang berwarna coklat. Setiap pahatan dari wajah Angga, nyaris sempurna. Sungguh membuat Aluna terpesona. 'Ternyata dia sangat tampan. Andai saja Tuan Angga itu adalah dia,' batin Aluna, berkhayal. Seandainya Aluna menyadari, bahwa tebakannya tidak meleset. Namun kepolosannya membuat Aluna tidak akan pernah sadar. Sampai waktu yang menjawab. Aluna segera memutuskan kontak mata diantara mereka. Mencoba menarik tangannya kembali yang saat ini tengah digenggam oleh Angga. Namun Angga tidak membiarkannya begitu saja. "Kenapa kau menarik tanganku?" tanya Aluna dengan nada ketus. Tetapi sepertinya Angga tidak berniat untuk menjawab. Angga meraih pulpen didalam dashboard mobil menggunakan sebelah tangannya. Menuliskan sebuah nomor telepon ditangan Aluna. "Ini nomorku. Jangan sampai terhapus. Oh ya, perkenalkan namaku Wijaya," ucapnya seraya mengaku sebagai Wijaya, yang diambil dari nama tengahnya, agar Aluna tidak curiga. "Namaku Alana. Senang bertemu denganmu," sahut Aluna, yang mengaku sebagai kembarannya. Selama berada di kota, Aluna akan mengaku sebagai Alana. Walaupun telah melarikan diri dari pernikahan, tetap saja Aluna belum sepenuhnya bebas dari sang ayah. "Oke baiklah sekarang kau boleh turun," suruh Angga. Seketika Aluna membelalak, "di mana ini? Mengapa begitu jauh?" protes Aluna. "Bukannya kau dari tadi bersikeras ingin turun," sela Angga. Perkataan Angga membuat hatinya tertohok. Aluna menundukkan kepalanya. Merasa malu karena perbuatannya sendiri. Sedetik kemudian, Aluna mengangkat wajahnya. Berharap Angga mau mengasihaninya kali ini. "Tuan Wijaya, bolehkah kau membawaku langsung ke kota London? Aku mohon," pinta Aluna, sembari mengatupkan kedua tangannya. Angga termangu. Mempertimbangkan permintaan Aluna. Sedetik kemudian, Angga mengangguk pasrah. Akhirnya Aluna merasakan sensasi kelegaan dihatinya. Walaupun harus kembali ke pusat kota London, setidaknya Aluna masih mengingat sedikit jalannya. Karena saat ini mereka berada di kota kecil, yang cukup jauh dari London. Sepanjang mata memandang, Aluna terus menatap ke arah luar jendela. Tanpa sadar bulir bening membasahi pipinya. 'Alana.. Di mana kau saat ini? Aku begini karena dirimu,' batin Aluna pilu.Setelah dua jam berlalu, akhirnya mobil milik Angga tiba di pusat kota London. "Sudah sampai," ucap Angga singkat, tanpa menoleh ke belakang. Kedua alis Angga tampak mengerut keheranan. Sebab tidak terdengar jawaban dari mulut Aluna. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Angga memalingkan wajahnya ke belakang. Matanya membelalak saat melihat wajah damai Aluna yang tertidur, hingga tercipta dengkuran halus. "Hei! Sudah sampai. Apakah kau tidak ingin turun?" ucap Angga, sedikit mengeraskan suaranya. Berharap Aluna terjaga dari tidurnya. Tampaknya Aluna tertidur sangat pulas. Hingga tidak mendengar sama sekali suara bariton Angga yang bergema didalam mobil. Melihat Aluna yang tidak kunjung bangun, membuat Angga mendengus kesal. Angga bergegas turun dari mobil dan ingin membangunkannya secara paksa. Saat membuka pintu belakang mobil tempat Aluna berada, Angga terlonjak. Pasalnya Aluna tertidur bersandar pada jendela mobil. Hingga membuatnya lansung terjatuh saat Angga membukanya.
Kedua bola mata milik Aluna membola saat melihat siapa gerangan yang sudah masuk ke dalam kamar. Aluna terpaku beberapa saat. Tidak menyangka apakah ini sebuah kebetulan, atau memang sudah terencana. "Ayah! Apa yang kau lakukan disini?" tanya Aluna. Tatapan tajam dilayangkan oleh Aluna. Ya, seseorang itu tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya. Bingung bercampur dengan rasa kaget. Itulah yang saat ini sedang dirasakan Aluna. "Tentu saja ingin melihat keadaanmu. Apakah kau baik-baik saja sayang?" ucap Tuan Abigael. Suaranya terdengar begitu lembut. Perlahan tapi pasti. Tuan Abigael mendekati Aluna. Tanpa peduli tatapan tak bersahabat tengah ditujukan kepadanya. "Kenapa ayah bisa tau aku ada disini? Tunggu dulu. Ini rumah siapa ayah?" tanya Aluna. Tiba-tiba saja rasa penasaran muncul dibenak Aluna. Saat kesadarannya telah pulih sepenuhnya. "Kau saat ini sedang berada di rumah Tuan Angga," jelas Tuan Abigael. Aluna tertegun mendengar pernyataan sang ayah. Apa yang
Pria tersebut menyambut Aluna dengan senyuman terbaiknya. Aluna masih mematung. Pandangannya tak teralihkan dari pria tersebut. Hingga suara bariton pria misterius itu akhirnya memecahkan suasana."Halo Nona,""Siapa Anda?" tanya Aluna."Saya adalah pelayan terbaik di keluarga Kusuma. Saya sudah 20 tahun mengabdi. Perkenalkan nama saya adalah James," ucap James yang merupakan pelayan yang ditugaskan mengawasi Aluna."Oh baiklah. Salam kenal James. Kalau begitu saya pergi dulu," jawab Aluna. Namun saat ingin keluar, James menghentikan langkahnya."Eh, Nona kau tidak boleh kemana-mana. Aku sudah diperintahkan oleh Tuan Angga untuk menjagamu disini. Tolong kerjasamanya," pinta James.Aluna mengerutkan dahi. Wajahnya berubah menjadi kesal. Setiap ingin pergi ada saja halang dan rintangan yang harus dilalui."Dasar tidak tau diri majikan kalian itu! Sudah ingin memaksaku menikah dengannya. Dan sekarang dia mau memenjarakanku dirumahnya. Dasar keparat!" umpat Aluna."Maaf Nona. Saya hanya
Angga menyambar jas yang tergantung di kursi. Memakainya dengan cepat. Sembari berjalan menuju parkiran. Langkahnya tergesa. Dengan cepat diraihnya kunci mobil yang ada di saku celana. Setelah masuk, segera saja Angga menyalakan mobil. Dan melaju meninggalkan area perusahaannya. Menekan pedal gas dengan kuat. Tatapannya tajam dan serius. Seolah siap menerkam siapa saja yang menganggunya. Tak terasa matahari telah berganti dengan rembulan malam. Bintang bertebaran di angkasa. Suasana malam yang semakin sunyi. Tak menyurutkan ambisi Aluna. Untuk terbebas dari belenggu yang diciptakan oleh sang ayah. "Akhirnya aku bisa terbebas juga dari rumah terkutuk itu. Aku harus segera pergi sejauh mungkin dari sini," monolog Aluna pada dirinya sendiri. Akan tetapi, kesenangannya tak berlangsung lama. Semakin jauh mobil yang dikendarai. Semakin dalam juga Aluna terjebak di daerah yang sepi. Didominasi oleh pepohonan rindang yang ada di samping kanan dan kiri. Tanpa satupun rumah lagi yang didap
"Aku Wijaya. Begitu cepat kau melupakan aku." Ya, pria tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Angga Wijaya Kusuma. Dengan hanya bermodalkan GPS, gampang sekali baginya menemukan titik lokasi Aluna. Dan disinilah dia berada. Dihadapan calon istrinya yang sedang ketakutan. "Benarkah?" tanya Aluna memastikan. Aluna mendekati Angga. Meraba setiap inci wajah Angga. Rabun ayam membuat Aluna kesulitan melihat dalam suasana gelap. "Baiklah. Bagian mana lagi yang ingin kau sentuh Nona?" tawar Angga. Aluna segera menarik tangannya dengan cepat. Wajahnya merah padam menahan malu. Untung suasana sedang gelap. Sehingga Angga tidak menyadari perubahan wajah Aluna. "Maaf Tuan Wijaya. Saya hanya ingin memastikan saja. Soalnya saya punya riwayat rabun ayam. Sehingga tidak bisa melihat dengan jelas saat gelap," ucap Aluna. Sambil mengatupkan kedua tangan. Sebagai permohonan maaf. "Baiklah. Ayo segera masuk ke dalam mobil," perintah Angga. Sebelum pergi, Angga menelpon anggotanya untuk menj
Aluna berjalan gontai menapaki anak tangga. Menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Suasana rumah tersebut sudah sepi. Hanya ditemani oleh lampu ruang tengah yang temaram. Setelah tiba di kamar, Aluna segera membersihkan diri. Dibukanya lemari pakaian yang cukup besar. Membuat matanya yang mengantuk menjadi segar. Woah! Menakjubkan. Isi didalamnya sudah tertata rapi berbagai jenis pakaian wanita yang terlihat mahal. 'Ternyata Tuan Angga cukup baik' gumamnya dalam hati. Diraihnya satu gaun tidur satin berbahan tipis. Selesai mandi, Aluna merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur empuk tersebut. Beberapa potongan kejadian yang baru saja dialaminya seakan menari-nari dikepala. Hingga membuat matanya sulit terpejam. 'Jika aku mengatakan yang sebenarnya, bagaimana dengan ayah dan Alana? Jika aku tidak mengatakannya, bagaimana jika ketahuan,' gumam Aluna dalam hati. Kebingungan tengah melanda pikirannya. Aluna merasa sedang dalam posisi yang serba salah. Maju kena, mundur pun kena
Aluna menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa perasaan takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "A-aku masih memiliki impian. Aku tidak ingin menikah muda. Dan asal kau tahu, aku memacari pria liar. Aku lari dari pernikahan karenanya," ucap Aluna dengan terbata-bata. Aluna benar-benar gugup saat ini. Dia sengaja memberikan bumbu kebohongan agar Angga segera melepaskannya. Angga terhenyak kaget. Perkataan Aluna benar-benar diluar dugaan. "Apa? Pria liar?" "Iya Tuan. Ahh!" Pekik Aluna saat Angga mendorongnya tanpa aba-aba hingga tubuhnya jatuh terpental di kasur. Dengan posisi terlentang. "Apa yang kamu lakukan Tuan?" "Apakah dia liar sepertiku?" tanya Angga. Angga menindih tubuh Aluna. Hatinya mendadak panas saat Aluna mengatakan pria liar kepadanya. Mata Angga mulai diselimuti kabut. Angga tidak peduli kondisi tubuh Aluna yang sudah be
Disebuah bar yang paling terkenal di Kota London, terlihat seorang pria yang tampak kacau. Rambutnya berantakan. Kantung matanya menghitam, tanda kekurangan tidur. Serta sorot mata yang kosong menatap lurus ke depan. Diiringi musik kencang yang cukup mendebarkan dada. Pria itu adalah Angga. Ditemani segelas wine beralkohol yang aromanya menyengat. Angga meneguk secara kasar. Setiap kali minuman yang ada ditangannya habis, Angga meminta Leon untuk mengisi kembali dari botol wine yang tinggal sisa seperempat ke dalam gelasnya. Terlihat dua insan sepasang kekasih baru datang. Duduk di bangku sofa yang jaraknya tidak terlalu jauh dari hadapan Angga. Seketika pandangan Angga menatap nanar ke arah sepasang kekasih itu. Mereka tidak segan untuk saling bercumbu di depan umum. Membuat Angga yang sedang dalam pengaruh alkohol, membayangkan bahwa wanita itu adalah Aluna—calon istrinya, bersama dengan pria liar.
"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Angga.Angga tidak sabar ingin mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aluna. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat Aluna menghembuskan napas berat."Tadi malam dia menemuiku sewaktu dikamar. Tiba-tiba lampu padam begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk begitu saja ke kamar ku. Dan kami terlibat percakapan kecil. Aku tak bisa melihat wajahnya dalam keadaan gelap. Tapi yasudahlah. Sebentar lagi juga aku akan bertemu dengan dia lagi. Kali ini aku akan tau wajahnya seperti apa," terang Aluna. Menjelaskan secara rinci perihal pertemuannya dengan calon suaminya.'Seandainya kau tahu saja. Bahwa yang disampingmu ini adalah calon suamimu yang sedang kau tunggu-tunggu,' batin Angga. Sambil menyunggingkan senyuman samar."Saat kamu bertemu dengannya nanti, tolong katakan padanya, bahwa kamu adalah pacarku. Agar dia segera memutuskan rencana pernikahan ini. Aku yakin Tuan Angg
Satu pesan masuk ternyata dari Angga yang mengaku sebagai Wijaya. Setelah membalas pesan tersebut, Aluna segera bersiap-siap. Sebelum keluar, Aluna mematut dirinya dikaca rias yang ada dikamarnya tersebut. Seulas senyuman terbit dari bibirnya yang tipis dan berwarna pink. Aluna hanya memakai bedak padat, dipadukan dengan lipbalm. Semakin menambah kecantikan alami yang tercipta diwajahnya. Aluna berjalan keluar dari kamar. Bergerak perlahan menuruni anak tangga. Sesekali matanya menatap awas. Takut bila James—pelayan rumah Angga, memergokinya keluar dengan seorang pria. Karena Angga sudah memberikan perintah kepada James, agar jangan memberikan Aluna kebebasan untuk keluar dari rumah tanpa seijinnya. Saat Aluna sudah menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba suara seseorang disampingnya membuat Aluna terlonjak kaget. "Mau kemana Nona?" "Astaga! James! Kau benar-benar ingin membuatku mati ya!" pekik Aluna sembari mengelus dadanya yang berdebar cukup kencang, lantaran terkejut.
Terlihat beberapa potret dirinya bersama dengan Aluna yang membuat Angga terkejut. Akhirnya Angga tau, apa yang dilakukan oleh calon istrinya sehingga membuat tubuhnya terasa remuk redam."Akhirnya aku tau bagaimana kamu menjagaku tadi malam," ungkap Angga."Hehe maafkan aku. Aku tau, jika kamu berada di pihak yang sama dengan calon suamiku yang tua dan jelek itu. Bayangkan saja bagaimana ekspresinya saat melihat foto-foto itu," ucap Aluna. "Pastinya dia akan sangat marah," sela Angga.Angga tersenyum simpul. Dia akan mengikuti alur dari permainan Aluna. Sehingga Aluna akan terjebak dalam permainannya yang dibuat sendiri. Angga pastikan, bila Aluna akan menerima pernikahannya dengan senang hati."Tepat sekali. Aku tau kamu adalah orang yang sangat pengertian dan baik. Aku akan berterus terang kali ini. Aku berbohong kepada Tuan Angga dengan mengatakan bahwa aku sudah memiliki seorang pria liar. Aku ingin menjadikan itu sebagai sebuah ala
Ya, Angga saat ini berada di apartemen milik Leon. Sejak peristiwa tadi malam. Leon memutuskan membawa bosnya untuk pulang ke apartemennya. Leon hanya menghela napas berat. Saat Aluna pergi begitu saja, meninggalkan Angga tanpa beban, setelah puas mengambil potret dirinya dengan Angga. "Leon, bangunlah. Hei!" Angga berusaha membangunkan Leon yang tertidur pulas. Hingga suara dengkuran halus terdengar ditelinga Angga. Namun, sudah berkali-kali Angga memanggilnya untuk bangun, tetapi Leon seperti menulikan telinganya. Disebabkan kantuk yang mendera. Angga yang kesal segera melemparkan bantal tepat ke kepala Leon. Membuat Leon seketika terkejut dan langsung bangun dengan posisi terduduk. Leon memegangi kepalanya yang pusing. Rasanya baru sebentar dia tertidur. Tetapi, sudah mendapatkan gangguan dari bosnya. Kesadaran Leon perlahan mulai pulih. Seketika mendongakkan kepala melihat bosnya sudah terbangun. "Bos
Aluna berdiri dengan tangan bersedekap. Tepat di depan Angga. Tatapannya sangat mengintimidasi. Terlintas suatu ide cemerlang dikepala Aluna. Membuat satu tarikan senyuman pada bibirnya. "Sekarang kau akan berguna," ucap Aluna seraya tersenyum licik, ke arah ponsel yang berada dalam genggamannya. Aluna berniat menjebak Angga yang dikira Wijaya itu. Dengan berbekal ponsel pemberiannya, Aluna akan membuat suatu fitnah keji seolah Angga yang dikira Wijaya, adalah pria liarnya. Aluna membuka ponselnya, mencari fitur kamera. Setelah itu ditariknya tubuh Angga perlahan, agar dalam posisi duduk. Dengan bersusah payah, hingga berulang kali Angga terjatuh dan kepalanya terbentur pinggiran sofa. Akhirnya Aluna berhasil juga. Angga yang sedang dalam keadaan mabuk, tidak sadar tengah diperlakukan tidak baik oleh Aluna. Aluna menarik paksa Angga hingga jatuh kedalam pelukannya.
Angga termangu beberapa saat. Memandangi layar ponselnya yang terus menimbulkan getaran. Pertanda bahwa Aluna tidak menyerah begitu saja. Ketika panggilannya diabaikan oleh Angga. Terlihat wajah Angga tidak seperti biasanya. Matanya memancarkan setitik api kemarahan. Namun Leon tidak ingin ikut campur terlalu dalam, dengan apa yang saat ini tengah menimpa bosnya itu. Akan tetapi, segudang rasa penasaran terus datang menghampiri Leon. Saat dia tau bahwa yang menghubungi sang bos adalah calon istrinya. Mengambil sikap tegak dan penuh keberanian, Leon berusaha mencairkan situasi yang mulai memanas seperti berada dalam kobaran api. Dengan keringat bercucuran, padahal malam hari ini sangat dingin. Leon akhirnya berani memecahkan suasana. . "Kalian sebentar lagi akan segera menikah dan hidup bersama. Akan ada kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Jelaskan saja pada Nona Alana apa yang kau inginkan, semuanya pasti
Disebuah bar yang paling terkenal di Kota London, terlihat seorang pria yang tampak kacau. Rambutnya berantakan. Kantung matanya menghitam, tanda kekurangan tidur. Serta sorot mata yang kosong menatap lurus ke depan. Diiringi musik kencang yang cukup mendebarkan dada. Pria itu adalah Angga. Ditemani segelas wine beralkohol yang aromanya menyengat. Angga meneguk secara kasar. Setiap kali minuman yang ada ditangannya habis, Angga meminta Leon untuk mengisi kembali dari botol wine yang tinggal sisa seperempat ke dalam gelasnya. Terlihat dua insan sepasang kekasih baru datang. Duduk di bangku sofa yang jaraknya tidak terlalu jauh dari hadapan Angga. Seketika pandangan Angga menatap nanar ke arah sepasang kekasih itu. Mereka tidak segan untuk saling bercumbu di depan umum. Membuat Angga yang sedang dalam pengaruh alkohol, membayangkan bahwa wanita itu adalah Aluna—calon istrinya, bersama dengan pria liar.
Aluna menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa perasaan takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "A-aku masih memiliki impian. Aku tidak ingin menikah muda. Dan asal kau tahu, aku memacari pria liar. Aku lari dari pernikahan karenanya," ucap Aluna dengan terbata-bata. Aluna benar-benar gugup saat ini. Dia sengaja memberikan bumbu kebohongan agar Angga segera melepaskannya. Angga terhenyak kaget. Perkataan Aluna benar-benar diluar dugaan. "Apa? Pria liar?" "Iya Tuan. Ahh!" Pekik Aluna saat Angga mendorongnya tanpa aba-aba hingga tubuhnya jatuh terpental di kasur. Dengan posisi terlentang. "Apa yang kamu lakukan Tuan?" "Apakah dia liar sepertiku?" tanya Angga. Angga menindih tubuh Aluna. Hatinya mendadak panas saat Aluna mengatakan pria liar kepadanya. Mata Angga mulai diselimuti kabut. Angga tidak peduli kondisi tubuh Aluna yang sudah be
Aluna berjalan gontai menapaki anak tangga. Menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Suasana rumah tersebut sudah sepi. Hanya ditemani oleh lampu ruang tengah yang temaram. Setelah tiba di kamar, Aluna segera membersihkan diri. Dibukanya lemari pakaian yang cukup besar. Membuat matanya yang mengantuk menjadi segar. Woah! Menakjubkan. Isi didalamnya sudah tertata rapi berbagai jenis pakaian wanita yang terlihat mahal. 'Ternyata Tuan Angga cukup baik' gumamnya dalam hati. Diraihnya satu gaun tidur satin berbahan tipis. Selesai mandi, Aluna merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur empuk tersebut. Beberapa potongan kejadian yang baru saja dialaminya seakan menari-nari dikepala. Hingga membuat matanya sulit terpejam. 'Jika aku mengatakan yang sebenarnya, bagaimana dengan ayah dan Alana? Jika aku tidak mengatakannya, bagaimana jika ketahuan,' gumam Aluna dalam hati. Kebingungan tengah melanda pikirannya. Aluna merasa sedang dalam posisi yang serba salah. Maju kena, mundur pun kena