"Nanny-ku belum kembali, rasanya sedih... Hatinya Raccel patah!" Bibir tipis gadis mungil itu cemberut. Raccel duduk di kursi kayu di teras rumahnya menatap ke arah gerbang. Raccel ditemani oleh Daddy-nya menunggu Dalena datang. Beberapa menit yang lalu Damien meminta Thom menghubungi Dalena, dan wanita itu sedang menuju ke sana. "Daddy, kenapa Nanny-ku belum ke sini? Apa dia tersesat?" tanya Raccel mendongak menatap sang Daddy. "Tidak Princess. Sebentar lagi pasti datang," jawab Damien. Laki-laki itu menekuk kedua lututnya di samping Raccel dan menatap wajah kecil sedihnya. Sekelebatan wajah anak kecil laki-laki di taman tadi mengganggu pikiran Damien. Cassel, dari sisi manapun dia sangat mirip dengannya dan Raccel. "Ck, sial!" umpat lirih Damien memijit pangkal hidungnya. Tiba-tiba Damien merasakan telapak tangan kecil Raccel menyentuh pipinya. Damien mengangkat wajahnya menatap raut cantik Raccel yang datar dan sedih. Anak itu mengelus pipi sang Daddy dan Raccel mengerjap
Dalena tertidur dengan posisi duduk memeluk Raccel. Wanita itu duduk bersandar di sofa, kedua tangannya mendekap Raccel yang juga terlelap dalam pelukannya. Damien yang menemani mereka berdua, laki-laki itu mengambil selimut di dalam kamarnya. Ia menyelimuti Dalena dan Raccel dengan pelan-pelan. "Dalena," lirih Damien menatap wajah Delana dari dekat. Saat matanya terpejam, raut wajah dan cara tidurnya sama seperti Raccel. Wanita muda ini mengorbankan banyak waktunya untuk Raccel. Damien perlahan duduk di samping Dalena, ia meluruskan kedua tangannya di atas sandaran sofa hingga tiba-tiba lengan kirinya dijadikan bantal oleh Dalena. Anehnya, Damien tidak ingin menarik lengannya. Ia memilih untuk diam membiarkan Dalena tertidur. 'Kenapa aku merasakan sesuatu yang aneh tiap kali menatapmu, Dalena. Apa yang membuatmu terlihat seperti seorang Ibu untuk putriku yang keras kepala dan menolak dengan orang asing, tapi denganmu... Raccel-ku sungguh berbeda.' Damien menyergah napasnya panj
"Karena saya sangat menyayangi Raccel. Sudah, itu saja alasan saya, Tuan Damien." Dalena memberikan jawaban yang jujur dari dalam hatinya, meskipun kini dadanya terasa berdebar. Damien terdiam tak bereaksi menyadari konyolnya pertanyaan yang dia berikan pada wanita di sampingnya ini. "Mommy kepala Raccel sakit," rengekan Raccel kembali terdengar. "Iya Sayang, kita sudah sampai sebentar lagi..." Dalena menundukkan kepalanya mengusap pucuk kepala Raccel. Ketegangan antara Damien dan Delana pun berkurang. Damien kembali fokus mengemudi, begitupun Dalena yang kembali fokus pada Raccel. Sampai beberapa menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Dalena berjalan masuk ke lebih dulu, ia membawa Raccel ke ruang perawatan anak dan langsung bertemu dengan dokter. "Dokter, tolong putriku demam sejak semalam belum turun-turun," ucap Dalena dengan wajah panik. "Baik. Tunggu sebentar, Nyonya!" Dokter itu masuk ke dalam sebuah ruangan mengambil beberapa peralatan. Dalena kesulitan membuka
"Cassel juga demam, semalam dia mencarimu terus dan tidak mau makan." Melinda kini mengajak Dalena masuk ke dalam kamarnya. Dalena baru saja sampai tergesa-gesa ingin melihat kondisi putranya. Pintu kamar pun terbuka dan nampak Cassel tidur meringkuk di tengah ranjang. Melihat sang putra, Dalena langsung membungkam mulutnya dan menangis. "Cassel-ku..." Wanita itu berjalan cepat ke arah ranjang. Suara Dalena membuat Cassel bangun, anak itu membuka matanya dan melihat Dalena yang kini mengusap wajah panas Cassel. "Mami," rengek Cassel memeluk erat tubuh Dalena. "Mami, Cassel pusing. Kepala Cassel sakit!" Dalena langsung menggendong Cassel dan mendekapnya erat-erat. Ia merasakan napas putranya yang panas dan suhu tubuhnya pun ikut panas. Sering kali ia mendengar bila anak kembar saat satu anak sakit, kadang kala satu anak lagi akan ikut sakit juga. Dan hal ini sudah terbukti Dalena rasakan. "Makan dulu ya Sayang, Mami suapi ya nak," bisik Dalena mengusap rambut hitam Cassel. "L
Cassel pun ikut dirawat di rumah sakit, hebatnya anak itu tidak rewel sama sekali. Hanya saja dia sesekali meminta gendong. Seperti saat ini Cassel berada dalam gendongan Dalena. Mereka berdua berdiri di dekat jendela menatap hujan di luar sore ini. "Cassel tidak mau makan sama ayam goreng?" tawar Dalena menatap wajah sang putra. Anak laki-laki itu menggeleng. "Mau gendong Mami saja," jawabnya lemas. Dalena tersenyum menepuk-nepuk lembut punggung Cassel sembari memejamkan kedua matanya dan bersenandung lirih. Wanita itu kepikiran dengan Raccel tiba-tiba. Namun seperti yang Dalena ketahui kalau Raccel pasti dijaga ketat oleh Damien dan Thom, ia rasa untuk sementara Dalena harus fokus pada Cassel hingga putranya sembuh. "Aku harus menghubungi Damien lebih dulu," gumam lirih Dalena. Diraihnya ponsel di atas meja, Dalena mencoba menghubungi Damien saat itu. "Halo Tuan..." "Halo Dalena, ada apa?" sahut Damien di balik panggilan tersebut. "Tuan, saya minta maaf kalau sore ini mung
"Sshhhttt... Pejamkan kedua mata, tidurlah putriku Sayang." Senandung kecil nyanyian di bibir Dalena terhenti begitu Raccel kembali terlelap dalam pelukannya.Raccel akan terbangun dan menangis bisa dibaringkan di atas ranjang. Hingga berjam-jam lamanya Dalena menggendong anak itu. "Duduklah, kau pasti lelah berdiri," kata Damien membujuk Dalena. "Tidak papa Tuan, nanti Raccel bangun kalau saya duduk." Dalena menggelengkan kepalanya. "Duduk Dalena!" Damien menarik lengan kecil Dalena dan membantunya duduk. Laki-laki itu memberikan posisi duduk yang nyaman untuk Dalena agar bisa bersandar. Sungguh ia menghormati bagaimana kerasnya Dalena menenangkan tangisan Raccel yang hebat seperti badai. Damien duduk di samping Dalena memperhatikan wajah lucu putri mereka yang tengah tertidur. "Raccel sangat cantik Tuan," ucap Dalena mengelus gemas ujung hidung Raccel. "Ya. Dia memiliki mata sepertiku, tapi raut wajahnya mungkin secantik Mamanya." Damien merangkul pundak Dalena tiba-tiba unt
"Tuan Damien sedang apa di sini?!" Dalena berjalan mendekati laki-laki itu dengan wajah penuh keterkejutan. Tatapan mata Dalena menajam dan gemetar terasa sampai napasnya terengah. Tidak! Laki-laki ini tidak boleh menemukan Cassel. Kalau sampai dia tahu tentang Cassel dan Dalena, kemungkinan besar yang akan terjadi, Damien akan mengambil Cassel. Perlahan Damien beranjak dari duduknya dan berdiri dengan menyembunyikan kedua telapak tangan di dalam saku celana bahan hitam yang dia pakai. "Harusnya aku yang bertanya padamu, sedang apa kau di sini? Bukannya kau berpamitan pulang?" Damien menaikkan salah satu alisnya. "Sa-saya... Saya menjenguk keponakan saya yang sedang sakit!" alibi Dalena dengan wajah berkeringat. Sorot mata Damien dipenuhi aura tak percaya. Namun karena wanita di hadapannya ini juga terlihat keras kepala, mau tidak mau Damien mengangguk. "Oh, begitu ya..." "Tu-Tuan sendiri sedang apa di sini? Tuan Damien mengikuti saya?!" pekik Delana mencekal lengan Damien den
Cassel dibawa masuk ke dalam ruangannya oleh Melinda. Di dalam sana Dalena masih duduk lemas dengan tubuh gemetar hebat, ia menangis tanpa suara menutupi wajahnya. Bagaimana Dalena tidak terkejut, begitu dia kembali mengambil air, dirinya melihat Cassel bersama Damien dan dengan asiknya mereka mengobrol. Untunglah ada Melinda yang Dalena minta pertolongan mengambil Cassel. "Dalena," panggil Maelinda. Saat itu juga Dalena berdiri dan langsung memeluk Cassel dengan erat. Anak itu hanya diam kebingungan. "Mami kenapa menangis?" tanya Cassel menatap wajah Dalena lekat-lekat. Dalena mendudukkan Cassel di atas brankar dan ia duduk di bawah putranya dengan tatapan hangat ia mengusap wajah Cassel. "Cassel tadi sama siapa?" tanya Dalena mencekal hangat lengan sang putra. "Sama Om Papi, Mami," jawab anak itu. Air mata Dalena menetes lagi. "Cassel jangan dekat-dekat dengan Om tadi ya, Sayang. Jangan..." "Tapi Om Papi itu baik, Mi. Cassel dibelikan mainan, camilan, dan Cassel juga-""Mam