"Dov!" pekiknya tak sabaran.
“Ya menurut kamu aja. Minum berdua di kamar hotel, berakhir apa lagi memangnya?”
Rona mengerjap kaget. Dov terkesan membantah dugaannya yang luar biasa posifif tanpa merasa ada yang salah. “Jangan main-main sama gue, Dov!" peringatnga. "Gue lagi serius.”“Saya juga serius. Lagian udah jelaslah kita ngapain aja semalam, kamu pasti udah tahu begitu pakai baju.” “Dov—“ Keluhan yang siap dilontarkannya itu mendadak terhenti begitu dehaman Dov terdengar dari lubang speaker.“Sekarang saya atasan kamu, Janish Merona. Bertindaklah lebih sopan dan temui saya di kantor sore ini, ya," potong Dov tenang.
“Wah, lo jangan gila.““Tahu alamatnya, ‘kan? Atau perlu saya jemput?” Sayangnya Dov mengabaikannya tanpa ragu.Rona menggeram jengkel mendengarnya. Belum selesai ia melupakan pengkhianatan Jeff, sekarang masalah datang jauh lebih besar. Kecerobohannya membawanya pada kegilaan berkali lipat besarnya.
"Gue nggak pernah merasa udah tanda tangan kontrak sama agensi tempat lo jadi direktur, Dov. Jadi, stop ... stop memperlakukan gue kayak gini."
Ada jeda panjang yang dibuat Dov hingga Rona semakin gelisah selama menunggunya.
"Sebaiknya kamu ingat-ingat dulu sebelum kita ketemu nanti sore," tandas Dov. "Begitu ketemu langsung, kita bisa bicarakan semua ini dan memperjelas semuanya."
Rona menelan ludah. Menghadapi sikap Dov kesulitannya melebihi Jeff dan pelakor itu. Ia perlu menyiapkan tenaga ekstra untuk semua ini.
Matanya perlahan memicing, menaruh kecurigaan besar. "Dov, apa yang sebenarnya lo rencanakan?"
"Tentunya yang bisa menguntungkan kita berdua, terutama kamu." Entah mengapa suara Dov berubah menakutkan. "Sampai ketemu nanti, ya."
Baru Rona merasakan kesenangan dan kepuasan sekaligus setelah melihat nasib Jeff yang berubah total, ia tersenyum dan terkekeh bahagia sambil berbaring di sofa.“Senjata makan tuan,” ujar Yuyun. “Siapa suruh selingkuh dan hamilin cewek lain. Emang enak jadi miskin dalam sekejap?”Rona melotot kaget. “Husss, jangan keras-keras. Takutnya kesialan balik ke lo, Yun.”“Ih, amit-amit deh!”
Pertanyaan Dov masih terngiang di kepala, membuat satu porsi es krim vanillanya mencair sebelum dihabiskan. “Muka lo kayak orang banyak utang, Na.”Suara Yuyun yang asal ceplos hanya bisa mengalihkan fokus Rona sebentar. Itupun hanya menggerakkan sendok di mangkuk es krim tanpa memasukannya ke mulut. “Janish Merona?”“Hmm.”
Rona pergi ke toilet setelah rapat menegangkan itu selesai. Aliran air dari kran wastafel menghujani telapak tangannya yang masih kaku akibat sikap ibunda Dov sepanjang kegiatan tadi.Baru saja ia menghela napas dan mengatur rambut, Jessi muncul dari pintu dengan wajah penuh seringai.“Ternyata Tante Widya nggak suka sama calon menantunya, ya.” Jessi berkata dan berdiri di samping Rona. “Anehnya beliau malah masih lengket sama aku, padahal aku udah jadi mantan Dov.”Sesaat Rona terdiam, lalu kembali memperbaiki penampilan. Mengoles kembali lipstick warna coral yang membuat wajahnya tampak natural dan segar.Dari omongan Jessi, Rona langsung paham maksudnya. Terutama begitu nama ibunda Dov disebutkan secara gamblang.“Perlu tips nggak?”Rona akhirnya menoleh. “Tips?”“Bukannya kamu perlu mengambil hati Tante Widya?”“Buat apa?”Sejujurnya Ron
“Rona, kenapa kamu diam?”Ruangan itu hening. Hanya suara pendingin ruangan yang berdengung pelan, bersahutan dengan detak jantung Rona yang mendadak terasa nyaring di telinganya.Dov duduk di hadapannya, masih dengan raut serius. Berbeda dengan matanya yang memancarkan ketenangan, juga ketertarikan yang mampu Rona tebak.Semua ini kelewat membingungkan, walaupun segala sikap Dov sudah terlihat jelas arahnya. Namun Rona masih saja terbawa takut setelah dikhianati Jeff yang berani memilih wanita lain, bahkan menghamilinya.“Rona,” panggil Dov lagi. “Apa kamu masih khawatir soal orang tuaku?”Rona menelan ludah. Kata "tunangan" menggema di benaknya, tapi bukannya membuatnya tersenyum, ia malah merasa seperti terjebak di dalam ruang tanpa jendela.“Dov, kayaknya kita—” Ia membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Lidahnya kelu.Hatinya tidak terasa diremat-remat seperti saat menjumpai Jeff memilih Wena. Perutnya justru merasakan ratusan kepak kupu-kupu yang bersemayam lama.Apakah ini cinta?
“Berani-beraninya kamu mempermalukan Mama di depan staf kamu, Dov! Dan kamu melakukannya demi wanita pansos itu?!” Wanita paruh baya itu menggersah kasar sambil memijit pelan keningnya yang berdenyut-denyut. “Mau ditaruh mana muka Mama ini sekarang? Kamu jelas-jelas membela orang asing daripada ibumu sendiri.”Baru saja Dov masuk ke ruang kerjanya setelah mengantar Rona ke ruangan privasi yang sengaja dibuat untuk istirahat di sela-sela kesibukan. Lalu sekarang ia harus dihadapkan ibunya sendiri yang masih mencerocos penuh keluhan.“Lihat sendiri, kan, Jessi? Dov itu benar-benar kelewatan!” Mama kini mulai menarik mantan Dov seakan-akan sangat membutuhkan pertolongan. “Kayaknya benar apa kata kamu, Dov kena pelet wanita itu. Buktinya sekarang, dia berani sama ibunya sendiri. Sama Tante lho, orang yang melahirkan dia.”Dov meraup wajah kasar sambil menatap betapa berlebihannya omongan sang ibu. Pun tatapan Jessi yang menunjukkan keprihatinan padanya. “Tenang aja, Tante. Mungkin Dov la
“Tumben banget muka lo berseri-seri gini?”Yuyun menatap Rona dengan raut keheranan. Kedua alis yang belum dilukis itu bertaut dan disertai kening yang berkerut-kerut.Rona mengangkat wajah dari tablet yang berada di pangkuan. Ia membalas tatapan Yuyun sambil mengerjap pelan. “Ada yang salah?”“Tuh.” Yuyun mengedik pada tampilan tablet yang menunjukkan betapa pad