“Hah?”
Jack mengerjap-ngerjapkan mata karena sebuah layar transparan tiba-tiba muncul di hadapannya dengan pesan yang tidak masuk akal. Namun, sesaat kemudian layar itu menghilang ketika ponsel di saku celana Jack bergetar karena pesan masuk. Dia melihatnya, sebuah notifikasi yang membuat mata Jack membulat.
‘[Greatest Bank] Akun anda yang diakhiri dengan xxx77 telah menerima saldo sebesar USD 100,000,000.00’
“Tidak mungkin.”
Semula Jack mengira layar aneh yang dilihat dan suara yang didengar hanya halusinasi belaka akibat pikiran dan perasaannya yang kacau. Tapi rupanya hal itu nyata adanya, dia benar-benar menerima 100 juta dolar!
Jelas itu nominal yang sangat besar! Bahkan menjadi saldo terbesar yang pernah Jack miliki selama ini. Biarpun seumur hidup dia menjadi sales terbaik dengan penjualan tinggi, tidak akan mungkin mencapai nominal itu saat seluruh gajinya diakumulasikan.
Jack tidak mengerti bagaimana hal ini terjadi. Yang dia ingat, sebelum ini seluruh tubuhnya terasa begitu sakit, hingga dia mengira akan mati. Namun kemudian, rasa sakit itu memudar sampai tidak bersisa sama sekali, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Malahan dia merasa lebih bugar sekarang.
“Hei pecundang, sadarlah! Kamu sudah dibuang. Tidak ada yang menginginkanmu lagi. Jadi cepat selesaikan urusan ini. Ambil dan tanda tangani berkas itu!” Kakak ipar, Tommy Moore, mendesak. Suaranya membuyarkan lamunan Jack.
Jack mengamati orang-orang di sekitar. Dia menyadari, tidak ada yang bisa melihat layar transparan tadi selain dirinya.
Meski sempat bingung atas apa yang terjadi padanya, ingatan Jack kembali pada perselingkuhan istrinya saat mata keduanya bertemu. Seketika gigi Jack gemeretak, dadanya panas, dan lehernya seperti tercekik.
Melihat kemurkaan di wajah Jack, Ibu mertua menjadi kesal. “Berhenti bertingkah konyol! Di sini kamilah yang berhak marah, sebab kami adalah korbannya. Sedangkan kamu, mestinya bersyukur karena kami sudah menampungmu. Jika bukan karena kemurahan dan kelapangan hati kami, kamu sudah jadi gelandangan sejak dulu!”
“Ibu, sudah. Aku tidak mau ada keributan lagi. Dan Jack … aku ingin kita berpisah baik-baik, tanpa drama apa pun.” Elena memberikan tatapan tajam pada suaminya. “Dengar, biarpun kamu berlutut bahkan mencium kakiku, aku tetap ingin bercerai. Jadi, jangan mencegahku lagi.”
Di luar dugaan, dengan cepat Jack menjawab, “Oke.”
Elena membeku sesaat karena sebelumnya dia membayangkan Jack akan menangis sambil memegang kakinya, memohon agar mereka tetap bersama. Lalu, Jack akan menawarkan segala macam untuk membujuknya. Anggapan Elena itu tidak berlebihan jika mengingat selama ini Jack terlihat sangat mencintainya, tidak bisa hidup tanpanya, hingga rela melakukan apa pun demi dirinya.
Siapa sangka respons Jack malah sebaliknya, bahkan suara Jack terdengar begitu yakin.
Elena meremas roknya mendapati Jack seperti tidak keberatan sama sekali untuk bercerai. Setengah membentak dia menantang, “Oke! Kalau begitu cepat tanda tangani surat perceraian ini!”
“Tentu saja.” Jack mengambil berkas perceraian yang diulurkan Elena. Dengan sigap dia membubuhkan tanda tangan. Kemudian, dia menarik tangan Victor.
“Apa yang mau kamu lakukan?” pekik Elena cemas, mengira Jack akan melampiaskan kemarahan dengan menyakiti Victor.
Mengabaikan mantan istrinya, Jack tersenyum kepada mantan atasannya, “Terima kasih sudah mengambil segerombol parasit dariku. Selamat berjuang kemudian!” Dia menepuk-nepuk pundak Victor.
Mulut semua orang menganga mendengarnya!
“Kurang ajar! Cepat pergi dari rumah ini!” Tommy yang telah mengambilkan koper Jack, melempar ke hadapannya. “Bawa juga skuter rongsokmu itu.” Dia menunjuk ke arah skuter yang baru dikeluarkan adiknya, Helen Moore, dari garasi.
“Ayah mertua, garasi rumah ini harus diperluas agar muat untuk hadiah mobil dariku.” Victor membuat keluarga Elena kegirangan.
Jack tersenyum miring. Dia memungut kopernya, berjalan menghampiri skuter. Orang-orang menertawakannya, merayakan pengusirannya, tanpa terkecuali Elena. Sebelum meninggalkan rumah yang dibeli dengan uang tabungannya, Jack menoleh pada mereka.
‘Kalian akan menyesal,’ batin Jack.
Dengan sengaja Victor merangkul pinggang Elena. “Sayang, Jack menunggu lambaian perpisahan darimu.”
“Itu tidak perlu. Lebih baik kita masuk sekarang. Dua hal baik harus dirayakan ‘kan? Pertunangan kita, dan perceraianku dengan Jack.”
Mereka bersorak seperti memenangkan lotre, meninggalkan Jack sendiri di halaman.
Jack duduk di atas skuter. Mesin telah menyala. Dia menghela napas sambil memejamkan mata.
[Ding!]
[Saldo 10 triliun dolar berhasil ditambahkan ke akun bank anda!]
“Apa?” Mata Jack terbuka lebar hingga seperti mau keluar.
[Selamat Tuan, anda sudah terbebas dari keluarga parasit. Terimalah hadiah dari saya. Jangan lupa untuk merayakannya!]
Jack mengerutkan kening. Sebelumnya, 100 juta dolar, dan sekarang 10 triliun dolar? Membayangkannya saja Jack tidak berani.
Bagaimana bisa seseorang mendapat uang sebanyak itu dengan sangat mudah? Mustahil!
Namun, seperti sebelumnya, menyangkal keraguan Jack, notifikasi pesan dari Greatest Bank masuk memberitahukan transaksi penambahan dana ke akun rekeningnya.
Jack mematikan skuternya. Dengan tangan bergetar dia membuka m-banking untuk memastikan. Saat pin telah dia masukkan, Jack terbelalak. “Tidak mungkin ….”
Jack mengingat ucapan misterius yang sebelumnya dia dengar. Dengan ragu dia memanggil, “Sistem Kekayaan Super?”
[Saya, Tuan. Anda bisa memanggil saya ‘Sistem’ agar lebih ringkas.]
“Kenapa kamu memberikan banyak uang padaku?”
[Sebab anda telah terpilih menjadi Host dari sistem ini, Tuan. Saya akan terus melekat pada anda dan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain. Tidak hanya uang, berbagai kompetensi dan hadiah menarik lainnya bisa anda dapatkan setelah menjalankan misi.]
“Misi?”
[Benar. Berbagai misi akan saya berikan dengan imbalan yang sepadan! Hari ini anda telah menceraikan istri kurang ajar. Saya turut senang untuk anda. Tuan berhak mendapatkan wanita yang lebih berkelas. Rayakanlah kebebasan ini, Tuan! Restoran bintang lima berada dua kilometer dari sini.]
Jack tertawa mendengar intonasi Sistem yang seperti kesal pada Elena. Dia menyalakan kembali skuternya untuk pergi. “Baiklah, aku akan bersenang-senang!”
Jack diam. Walau dia tahu alasan orang-orang itu bersikap demikian, dia tidak bisa berterus terang. "Mungkin karena kamu sangat cantik," jawab Jack sambil menunjukkan barisan giginya yang putih.Emma mendengus. "Kamu mulai lagi." Ia lalu turut tersenyum, "Tapi ini bagus. Artinya, jika aku diterima bekerja di sini, aku berada di lingkungan orang-orang yang sangat menghargai dan menghormati orang lain.""Itu benar. Sekarang, fokus saja pada wawancaramu, dan berhenti memikirkan hal lain.""Kamu benar. Aku harus fokus agar kesempatan berharga ini tidak terlewat begitu saja.""Pergilah, aku akan menunggu di sini." Jack duduk di kursi.Emma merapatkan bibir. "Apa kamu yakin akan menungguku di lobi? Um, aku belum tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk interview. Aku khawatir membuatmu menunggu terlalu lama." Dia duduk di samping Jack.Dengan santai Jack menjawab, "Tidak masalah. Aku bisa berkeliling jika bosan.""Tapi...""Jangan cemas. Aku sudah dewasa. Aku tidak akan tersesat."Sebu
Saat memasuki halaman gedung Redwave Group, Emma dibuat terpukau dengan kemegahan dan arsitektur bangunan itu. Sebelumnya ia hanya melihat dari luar, rupanya dari dalam area terlihat lebih bagus dari yang ia bayangkan. Ia turun dari skuter masih dengan tatapan terkesima, menyisir sekitar. Jack yang baru turun dengan sigap membantu melepas helm dari kepala Emma setelah melepas helmnya sendiri."Aku mendadak gugup." Emma memegang dadanya yang berdebar. Darahnya seperti mengalir lebih cepat, terpacu oleh detak jantung yang kian kencang."Bagus!"Kedua alis Emma turun, menoleh dengan lemas dan bertanya, "Apanya yang bagus?""Penampilanmu." Jack menjawab dengan semangat.Emma melipat bibirnya sambil menoleh ke arah lain, pipinya bersemu merah lantaran Jack tersenyum memujinya."Jangan menggodaku," ucapnya manja, "Aku serius, rasanya benar-benar gugup."Jack tertawa kecil, memandang Emma dalam-dalam. "Aku juga serius. Kamu benar-benar..." Ia menghentikan ucapannya.Emma menunggu dengan ti
"Kalian keterlaluan," desis Emma tak habis pikir. Napasnya menjadi pendek-pendek lantaran dadanya terasa sesak. Apa yang terlontar dari mulut Victor dan Elena seperti polusi yang mencemari sekitar."Aku hanya bercanda. Tolong jangan diambil hati." Victor memegang pundak Jack. Jack melirik ke arah tangan Victor yang lancang. Victor sempat membiarkan tangan itu tetap di sana beberapa saat. Tapi kemudahan tatapan tajam dan intens dari Jack, tanpa disertai sepatah kata pun, membuat hatinya ciut juga.Ketika Victor menarik tangannya kembali, dengan cepat Jack mengusap-usap bekas tangan Victor di pundaknya.'Kurang ajar! Dia kira tanganku ini tai?' Pelipis Victor berkedut. Meski Jack masih tidak mengatakan apapun, gesture yang ditunjukkan seperti menjelaskan bahwa tangan Victor telah mengotori pundak Jack.Lantas Victor mengangkat dagunya. Dengan kesombongan penuh dia menarik jasnya. "Hari ini adalah hari yang baik untukku. Aku akan menemui Tuan Filantropi di gedung Redwave Group untuk me
Jawaban Jack membuat Emma tertawa senang. Orang yang tiba-tiba muncul dan bersikap arogan memang tampak seperti orang yang sudah kehilangan akalnya. Senyum Jack menjadi lebih lebar mendengar tawa Emma yang renyah."Jack, bilang saja kalau kamu malu 'kan pada calon suamiku? Kami duduk manis di dalam mobil mewah, tidak kepanasan, tidak bau debu dan keringat, sedangkan kamu pergi kemana-mana masih dengan skuter rongsokmu. Menyedihkan!"Mata Emma terbuka lebar. Dia tidak menyangka. "Dia tahu namamu?""Jangankan nama, isi dompet tua Jack, bahkan seberapa usang celana dalamnya pun aku tahu. Haha!"Jack melempar tatapan tajam pada wanita yang ada di samping pengemudi mobil arogan. Sedangkan Emma menutup mulutnya dengan tangan mendengar ucapan si wanita yang sangat tidak pantas."Elena sayang, kamu membuat mantan suamimu marah lagi. Bagaimana jika nanti dia merajuk dan tidak mau datang di pesta pernikahan kita? Siapa yang akan membantu para pelayan untuk mengelap piring dan sendok? Dan siapa
Jack memejamkan mata. Ia menyiapkan diri seandainya Emma meluapkan kekecewaan dan kekesalan karena selama ini merasa dibohongi. Setidaknya di sana ada Laura yang bisa menjadi saksi bahwa sebenarnya semua bermula dari kesalahpahaman."Itu benar! Sekarang Jack sudah bekerja sebagai pelayan di The Groove Spot. Maksudku, sebelum menjadi pelayan, apa Jack memang suka berbagi apa saja pada orang lain?"Jack membuka dan mengerjapkan mata. Wajahnya tampak kaget, tapi juga lega mendengar ucapan Emma. Ia menahan senyumnya.Tapi tidak demikian dengan Laura. Ekspresi wajahnya semakin kesulitan. Kerutan di keningnya menjadi lebih banyak.Laura tidak mengerti mengapa seorang konglomerat seperti Tuan Hall harus menjadi pelayan di tempat karaoke. Dengan suara pelan dan ragu-ragu dia berkata, "Tapi..."Tidak ingin semuanya menjadi rumit, Jack segera menyela, "Nona Kills, um, aku rasa kami harus pergi sekarang. Ini pertama kalinya bagi Emma pergi ke gedung Redwave Group. Dia harus tiba di sana lebih aw
Jack memasukkan jari-jarinya ke sela-sela jari Emma. Adegan itu persis seperti saat mereka hendak memasuki The Foot Locker."Sudah aku katakan, aku yang akan membayarnya. Kamu jangan cemas."Emma menurut, melangkah mengikuti Jack sambil sesekali menghela napas panjang. Dia masih bingung dan khawatir, tapi genggaman tangan Jack cukup menenangkan hatinya.Jack membuat Emma duduk di kursi tunggu. "Sebentar ya, aku akan segera kembali." "Tolong jangan menyia-nyiakan uangmu. Masih belum terlambat untuk pergi sekarang. Jika kamu menjelaskan pada mereka baik-baik, aku rasa mereka akan mengerti. Itu mungkin sedikit menyebalkan, tapi, sepatu-sepatu itu masih utuh tanpa sedikitpun kerusakan. Mereka bisa menjualnya lagi kepada pengunjung lain."Ucapan panjang dari Emma dibalas Jack dengan singkat, "Aku mengerti."Jack pergi ke meja kasir sendiri. Dia tidak mau membuat Emma terkejut lantaran dia akan melakukan pembayaran menggunakan kartu hitam. Beberapa minggu lalu, personal asistennya mengirim