"Memangnya aku bisa apa?" Aura menghela napas. "Aku ini cuma perempuan lemah yang sering ditindas."Orang di seberang menggertakkan gigi. "Hari ini kami memang salah karena membuat kekacauan di kantormu. Begini saja, aku akan kirim hadiah besar, anggap sebagai permintaan maaf.""Oke. Besok sore sepertinya aku ada waktu, kamu datang saja." Setelah mengatakan itu, Aura pun menutup teleponnya. Kemudian, menghela napas panjang.Tadi dia menggunakan nama Jose untuk menggertak orang. Entah Jose akan mengamuk atau tidak jika mengetahuinya. Aura bergidik memikirkan sikap gila Jose hari ini.Saat itu, dia baru ingat bahwa hari ini Jose sempat bantu dirinya menghadapi Jordan. Dia menepuk dahinya keras-keras, lalu berkata kepada sopir di depan, "Pak, tolong antar saya ke Restoran Forest."Sejam kemudian, dengan perasaan waswas, dia mengetuk pintu vila Jose. Butuh waktu cukup lama sampai pintu akhirnya dibuka oleh seorang pembantu. Saat melihat bahwa tamunya adalah Aura, si pembantu tampak terkeju
Serra marah besar. Dia melempar ponselnya dengan keras."Ibu, ngapain?" Ghea kebetulan lewat saat itu. Saat melihat Serra seperti orang panik, keningnya pun sedikit berkerut.Serra menoleh menatapnya. "Ghea, kamu masih punya uang berapa?"Ghea menggigit bibirnya. "Uang?" Dia berpikir sejenak. "Mungkin masih sekitar 2 miliar ....""Kamu transfer semua ke Ibu sekarang. Ibu butuh segera."Ghea tertegun sejenak. Itu seluruh tabungannya. Kalau semua diberikan ke Serra, dengan hanya mengandalkan gaji dan uang saku dari Anrez, hidupnya akan sangat sulit.Dia menggigit bibirnya lagi. "Bukannya selama ini Ayah sudah kasih banyak uang ke Ibu?"Maksudnya jelas, kenapa sekarang malah mengincar uangnya? Itu seharusnya hanya kalimat biasa, tetapi malah menyulut kemarahan.Serra maju dan mengetuk dahi Ghea. Dia tampak sangat kecewa. "Kamu masih bisa ngomong begitu? Kamu kira biaya rumah tangga gratis?""Dari kecil sampai besar, apa Ibu pernah pelit sama kamu? Ibu selalu kasih yang terbaik, tapi kamu
"Pak Anrez, kenapa buru-buru sekali? Jangan-jangan kamu sakit hati karena ucapanku?"Anrez menggertakkan gigi sambil melotot ke arah Aura, otot-otot wajahnya sampai bergetar karena marah.Aura berpura-pura tidak melihat. Dia duduk anggun di sofa sebelah, bibir mengatup rapat. Namun, dia sudah punya rencana dalam hati."Nggak apa-apa kalau Bibi Serra nggak mau ngaku. Tapi, jangan sampai menyesal ya." Nada bicara Aura terdengar nakal, membuat hati Serra mulai tidak tenang.Aura menoleh menatapnya dan bertanya lagi, "Kamu sudah yakin nih?"Anrez mengernyit. Melihat Aura yang begitu tenang dan percaya diri, dia menjadi ragu dan merasa ucapan Aura mungkin benar. Tanpa sadar, dia menoleh ke arah Serra.Serra pun merasa gelisah ditatap seperti itu oleh Anrez, pandangannya mulai menghindar.Aura diam sejenak, lalu menoleh dan berkata kepada Anrez, "Pak Anrez, tampaknya istrimu nggak bersedia jujur ya. Nanti kalau sampai mempermalukanmu, jangan salahkan aku nggak menghargai hubungan kita sebaga
Anrez memang sudah tidak senang pada Aura sejak kejadian terakhir. Melihat Aura duduk di sofa seperti sedang menginterogasi orang, amarahnya langsung meluap."Kamu itu lebih muda dariku. Pulang ke rumah bukannya menyapa orang tua dulu, malah bersikap arogan begini. Kamu pikir kamu siapa?" bentak Anrez sambil melotot.Serra langsung menghampiri dan mengelus dada Anrez. Wajahnya penuh kelembutan seperti istri bijak nan penyayang."Anrez, Aura akhirnya pulang ke rumah. Jangan karena hal ini kamu jadi marah padanya," ujar Serra dengan suara lembut.Kalau bukan karena Aura sudah tahu watak asli Serra, mungkin dia akan terkecoh oleh aktingnya.Aura malas melihat aktingnya. Kalau ada waktu, dia lebih baik pergi ke bioskop. Dia berdiri, langsung menyodorkan salinan surat utang ke hadapan Serra dan bertanya, "Bukankah kamu seharusnya kasih aku penjelasan soal surat utang ini?"Anrez melirik surat utang itu, mengerutkan dahi sambil menatap Serra. "Ada apa ini?"Serra membuka mulut, ingin berbica
Philip terkekeh. Dia mendekati Aura dan berkata, "Tenang saja, dia sebenarnya bukan marah padamu, sepertinya dia memang datang hanya untuk cari gara-gara sama bos kita.""Hari ini dia datang membawa banyak orang, tujuannya jelas mau cari masalah. Tapi di depan bos kita, dia sudah kalah berkali-kali. Kali ini juga nggak akan menang."Mendengar ucapannya, Aura diam-diam menghela napas lega. Philip membawanya ke area parker dan masuk ke salah satu mobil. Melihat Aura masih berdiri di tempat, dia menurunkan kaca jendela dan berkata, "Ayo, bos kita suruh aku mengantarmu pulang."Aura ragu sejenak, lalu menunduk dan bertanya, "Dia benar-benar nggak apa-apa, 'kan?"Philip tertawa. "Kamu kira bos kita itu terbuat dari tanah liat? Ini 'kan tempatnya dia."Aura akhirnya mengangguk setelah mendengar ucapan Philip. Dia masuk ke mobil dengan sopan, lalu duduk di kursi belakang dan memberitahukan alamat kepada Philip. Namun, pikirannya terus memikirkan kemungkinan Jose dan Jordan bertengkar hingga b
Jose tidak meliriknya sama sekali. Tatapannya tetap tertuju pada wajah Jordan. Melihat darah yang mengalir dari kepalanya, Jose tertawa pelan, "Kenapa ceroboh sekali?""Philip, panggilkan dokter untuk periksa Pak Jordan. Jangan sampai otaknya terluka."Mendengar ucapannya, Aura ketakutan bukan main.Philip langsung maju dan menyahut, "Baik."Usai bicara, dia memberi isyarat pada Aura untuk ikut keluar bersamanya. Aura menangkap maksud dari isyarat itu. Dia juga tahu jelas bahwa dirinya hanya akan membuat Jose repot jika terus berada di sini.OIeh karena itu, dia berbalik hendak pergi bersama Philip. Namun, Jordan malah menghentikannya, "Aura, berhenti di sana! Kamu mau pergi begitu saja setelah melukaiku?"Setelah melontarkan ucapan itu, Jordan hendak maju untuk meraih Aura. Namun, dia malah dicegat oleh Jose yang tampak santai.Jordan menatap Jose yang kini berdiri di antara dirinya dan Aura, lalu mendengus dingin. "Apa maksudmu? Kamu mau melindunginya?"Jose hanya mengulas senyum tip