Aura terdiam sejenak, lalu masuk ke mobil Jose. Begitu masuk, dia mencium bau rokok yang kuat bercampur dengan aroma lembut dari tubuh Jose.Aura menoleh menatap Jose. Dia awalnya ingin bertanya pada Jose kenapa bisa tiba-tiba muncul. Namun, Jose lebih dulu menyindir, "Hebat. Di hadapanku, kamu berani dan galak sekali. Kenapa di hadapan Donna tadi kamu diam seribu bahasa?"Aura seketika mengurungkan niatnya untuk melontarkan kata-kata yang hendak diucapkan barusan. Dia awalnya cukup terharu. Namun, begitu Jose melontarkan sindirannya, rasa terharu itu lenyap begitu saja.Jose melirik Aura sekilas dan melihat wajah mungil itu tampak sangat tidak senang. Dia mencengkeram dagu Aura dan memaksanya menatap dirinya."Lain kali, balas orang-orang yang menindasmu. Aku yang akan bertanggung jawab," tegas Jose dengan suara rendah. Matanya sedikit menyipit ketika menatap Aura.Meskipun Jose berkata seperti itu, Aura tidak berani memercayainya begitu saja. Jose sudah banyak membantunya dan itu sud
"Kalau nggak mau ketahuan, jangan lakukan sejak awal," ucap Aura.Donna menyipitkan matanya. Tatapannya pada Aura yang awalnya penuh amarah, perlahan berubah menjadi ketakutan. Benar. Dia mulai takut.Aura memang tidak begitu menakutkan, tetapi sekarang Jose ada di belakangnya. Jose jelas sekali akan mendukung Aura. Saat ini, Donna benar-benar tidak punya kemampuan untuk memutuskan hubungan dengan Aura. Namun, dia juga tidak rela menyerah begitu saja.Donna menggigit bibirnya dengan geram dan akhirnya merobek dokumen di tangannya.Tatapan Aura tampak makin sinis. Dia berkata, "Kamu robek saja. Lagi pula, asalkan aku mau, semua dokumen ini bisa kubuat ribuan salinannya. Tapi, kalau pembicaraan ini nggak berakhir baik dan kamu tetap mau ribut, coba tebak, semua dokumen ini akan ada di mana?"Aura berjalan mendekati Donna. Sepasang matanya yang indah terus menatap Donna dengan tajam. Paras Aura memang sangat cantik. Mengancam dengan wajah seperti itu sebenarnya tidak begitu menakutkan. Na
Jose tersenyum tipis sambil mengusap ujung hidung Aura dengan mesra. Kemudian, dia menoleh menatap Daffa yang terbaring di atas ranjang.Keadaan Daffa yang sekarang sepenuhnya karena perbuatan Jose. Namun, ketika menatap Daffa, tidak ada ekspresi lain di wajah Jose selain senyuman. Sorot matanya seperti sedang mengagumi hasil karyanya sendiri. Dia bahkan melambaikan tangan pada Daffa.Sikap Jose yang seperti itu membuat Daffa seakan-akan melihat pencabut nyawa. Sekujur tubuhnya sampai gemetaran.Daffa memang berengsek, tetapi kebejatannya sama sekali bukan apa-apa di hadapan Jose.Melihat ini, Donna maju untuk melindungi Daffa. Dia menghalangi pandangan Jose pada Daffa. Kala ini, Jose baru menatap Donna."Bu Donna, biar kuluruskan satu hal. Aku dan Aura sama-sama belum menikah. Kalau bilang kami selingkuh, itu bisa disebut fitnah," ujar Jose.Donna tidak menyangka Jose akan datang. Dia menggigit bibirnya dan bertanya, "Lalu, apa hubungan kalian?"Jose tersenyum tipis. Tatapannya yang t
Daffa menggeleng pelan, matanya yang memerah menatap Aura. Amarah dalam sorot matanya tak bisa disembunyikan.Meskipun ditatap dengan mata seperti itu, wajah Aura tetap tanpa ekspresi. Lihatlah. Manusia memang seperti itu.Alasan Daffa marah saat ini hanyalah karena dia gagal berbuat jahat dan justru menjerumuskan dirinya sendiri. Sekarang malah menyalahkan Aura, korban yang tak melakukan apa-apa.Melihat Daffa tampaknya tak mengalami luka serius, Donna baru berbalik, menatap Aura dengan marah. "Kamu datang ke sini buat apa? Masih belum puas sudah mencelakai Daffa?"Aura tersenyum tipis. "Sepertinya kamu keliru. Dia mencelakai dirinya sendiri. Mau ambil untung malah buntung.""Ibu orang yang cerdas, kok bisa-bisanya langsung percaya omongan orang dan menyalahkanku?"Donna tertawa sinis. "Ibu? Jangan panggil aku begitu. Aku nggak punya keberuntungan jadi ibu angkatmu lagi."Jika dibandingkan dengan amarah membara Donna, Aura terlihat jauh lebih tenang. Wajahnya tetap datar."Jangan begi
Dari seberang telepon, terdengar suara yang agak familiar. "Halo, Bu Aura. Aku Philip."Aura agak terkejut. "Kenapa mencariku?"Philip tertawa. "Nggak apa-apa, cuma Bos bilang tadi kamu butuh orang. Disuruh tanya butuh berapa. Terus, ada syarat khusus nggak? Biar kuatur."Aura terdiam sebentar. Awalnya dia mengira Jose tak peduli, tetapi ternyata disetujui. Karena satu urusan sudah beres, Aura merasa jauh lebih lega."Maaf merepotkan. Aku butuh orang yang tangguh, paling nggak sepuluh orang. Yang kalau dilihat langsung bikin nyali orang ciut."Philip tertawa. "Wah, berarti ini bukan urusan kecil. Butuhnya kapan?"Aura berpikir sebentar. "Sejam lagi.""Sejam?"Aura mengiakan. Urusan dengan Donna harus segera diselesaikan. Semakin ditunda, semakin berbahaya untuk dirinya."Oke, mohon ditunggu," sahut Philip. Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aura tahu orang-orang Jose bisa diandalkan. Setelah berpikir sejenak, dia menghubungi Donna.Sesuai dugaan, Donna tidak mengangkat. Sejak keja
Aura mengernyit, mengambil ponselnya, dan melirik sekilas. Ternyata dari Belinda.Setelah diangkat dan menyapa, Aura terkejut mendapati suaranya yang serak parah. Tadi malam Jose terlalu gila. Dia ingat betul dirinya terus menangis dan memohon ampun. Suaranya separah ini jelas gara-gara Jose.Belinda yang tidak tahu apa-apa langsung panik saat mendengar suara Aura tidak normal. "Bu Aura, kenapa? Sakit ya?"Aura menggaruk hidung dengan canggung. Untung ini lewat telepon. Kalau tidak, Belinda pasti sudah melihat wajahnya merah padam. Dia batuk pelan. "Mungkin semalam masuk angin."Belinda langsung berkata, "Kalau begitu, sebaiknya ke rumah sakit. Jangan ditunda.""Hari ini ada rapat, 'kan? Selesai rapat baru pergi. Tolong umumkan di grup kerja ya. Siapa yang terlambat langsung suruh kirim surat resign."Aura memberi perintah sambil berjalan ke kamar mandi. Namun, Belinda tiba-tiba berucap dengan ragu, "Sepertinya rapat hari ini harus dibatalkan."Aura langsung mengernyit. "Kenapa?"Belin