Se connecterCiuman Jose seperti biasanya, kuat dan mendominasi. Namun, hari ini di dalamnya juga ada sedikit perasaan bahagia yang sulit disembunyikan.Pemandangan di depan mata tampak agak ironis. Di tempat yang seharusnya dipenuhi bau darah dan kematian, justru muncul suasana yang ambigu dan panas.Ketika Aura hampir kehabisan napas karena ciuman itu, barulah Jose perlahan melepaskannya. Tatapannya yang sedikit terangkat menunjukkan betapa baik suasana hatinya saat ini."Kamu ... kamu kok belum mati?" Begitu dilepaskan, itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Aura.Jose menaikkan alisnya, ekspresinya santai dan sedikit menggoda. "Kenapa? Kamu berharap aku mati?""Nggak!" Aura spontan menubruk ke pelukan Jose. Selama dua hari ini, mendengar kabar bahwa Jose hilang dan mungkin sudah meninggal membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Kini, di dalam pelukannya, rasa aman itu kembali.Jose mengangkat tangannya, mengusap lembut punggung Aura. Tatapan dinginnya pun ikut melunak. Muncul sedikit senyuman
Jordan berusaha membuka mulut untuk berteriak. Baru saat itu, Aura teringat di luar kamar masih ada orang-orang Jordan.Dia langsung menahan napas, cepat-cepat menekan mulut Jordan, lalu berseru ke arah pintu, "Ah, jangan! Jangan!"Jordan sebelumnya sudah sempat terluka parah setelah berurusan dengan Jose. Tubuhnya jauh lebih lemah dari dulu. Beberapa kali sayatan dari Aura, ditambah rasa sakit dan kehilangan banyak darah, membuatnya benar-benar tak punya tenaga untuk melawan."Aura ...." Jordan menggeram dengan suara serak dan marah. Kata-katanya tidak jelas.Aura tertawa sinis. "Panggil aku buat apa? Sakit ya? Hm? Kalau begitu, waktu Jose mati, menurutmu dia juga sakit nggak?"Aura bukan tipe gadis lemah lembut yang tak berdaya. Sebaliknya, dia adalah serigala yang mengenakan bulu domba. Sekilas terlihat manis dan tak berbahaya, tetapi kalau dia sudah nekat, tidak ada yang tidak bisa dia lakukan.Dia sempat teringat, dulu setiap kali ada kejadian seperti ini, Jose selalu muncul tepat
"Seharian ini Nyonya terus bertanya padaku, di mana kamu menghilang waktu itu. Mungkin ... dia pergi ke sana?"Ciiit! Begitu Marsel selesai berbicara, suara rem mobil Jose terdengar keras dan menusuk telinga. "Apa?"Jose menggertakkan giginya, lalu segera memutar balik mobil dan melaju ke arah sebaliknya. Sebelum menutup telepon, dia berkata kepada Philip, "Aku akan buat perhitungan denganmu nanti!"Hati Philip langsung mencelos. Jose sudah memutuskan sambungan. Mobilnya melaju seperti pesawat, melesat kencang menuju tempat tujuannya.....Di klub pribadi, begitu masuk kamar, Jordan langsung menempel pada Aura. Dia menekan Aura ke atas ranjang. Matanya penuh dengan nafsu yang membuat mual.Aura hampir menggertakkan giginya sampai pecah. Namun, senyuman di wajahnya tetap lembut dan memesona. "Kenapa terburu-buru begitu?"Pergelangan tangan Aura terangkat sedikit. Jari-jarinya yang putih dan lentik melilit dasi di dada Jordan. Tatapannya yang tersenyum terlihat sangat menggoda. Setiap ge
Jordan berdiri. Tiba-tiba, dia menarik Aura ke dalam pelukannya dan tertawa menjijikkan. "Kalau kamu sudah bilang begitu, ya sudah, aku nggak akan menolak lagi. Di sini juga ada kamar, kita langsung ke sana saja.""Tunggu dulu!" Aura mengangkat tangan, menahan rasa jijiknya, lalu menekan lembut bibir Jordan dengan jarinya.Jordan menyipitkan mata, menatapnya dengan curiga. "Kamu mau main trik apa lagi?"Aura tersenyum ringan. "Transfer dulu uangnya. Aku nggak mau lagi seperti sekarang, kejar-kejar Jose buat tagih bayaran."Mendengar itu, Jordan mengangkat tangan dan mencubit ujung hidungnya. "Dasar wanita licik, tapi kamu pintar juga. Kasih aku nomor rekeningmu, aku kirim sekarang."Jordan tersenyum lebar. Dia sama sekali tidak keberatan dengan sikap Aura yang terkesan mata duitan. Justru semakin seperti itu, dia semakin tenang.Tak lama kemudian, rekening Aura menerima transfer 40 miliar. Aura tersenyum kecil, menutupi kilatan niat membunuh di matanya. Senyuman di wajahnya pun semakin
Nada suara Jordan terdengar sedikit aneh. Sementara itu, Aura benar-benar tak bisa berpikir apa-apa. Dia hanya menatap ke arah parit tak jauh dari sana dengan tatapan kosong.Jordan berbicara, lalu tiba-tiba mendekat ke Aura. Napas busuknya berembus di telinga Aura. "Oh, aku lupa.""Beberapa hari ini parit itu sudah membeku, jadi kalau mayatnya mau mengapung, mungkin harus tunggu sampai musim semi tahun depan. Menurutmu, waktu Jose muncul nanti, kamu masih bisa mengenalinya? Hehehe ...."Aura menggertakkan gigi, memalingkan kepala dengan terpaksa, menatap wajah menjijikkan Jordan. Ingin rasanya dia melahap pria itu hidup-hidup."Dia keluargamu," ucap Aura."Keluarga?" Jordan seperti mendengar sesuatu yang lucu. Dia tertawa terbahak-bahak. "Keluarga apaan, hah? Jose itu anak haram! Dia siapa sih? Berani-beraninya duduk di kursi utama Alatas Heir."Usai berbicara, Jordan tampaknya sadar dirinya kebanyakan berbicara. Dia langsung diam, lalu melepaskan Aura dan kembali duduk di sofa. Denga
Mendengar itu, Aura sempat panik sejenak. Bagaimanapun juga, Jordan itu berengsek. Orang berengsek yang bisa melakukan apa saja. Apalagi sekarang Aura sendirian, sementara dia tidak sendiri.Aura memandang Jordan, menatap orang-orang di belakangnya. Di sana berdiri beberapa orang. Tanpa perlu dikatakan, dia tahu orang-orang itu kaki tangan Jordan.Aura menggertakkan gigi, tetapi tangannya sudah meraih serpihan kaca yang berserakan di lantai, lalu menggenggamnya erat-erat.Tepi kaca yang tajam menggores daging. Rasanya perih, tetapi dia sama sekali tidak menurunkan kewaspadaan. Dia hanya mengangkat mata menatap Jordan, mata yang karena lama tidak benar-benar istirahat itu kini tampak dingin. Namun, jika dilihat secara saksama, terlihat kebencian."Kamu bawa Jose ke mana?" Suara Aura datar, seolah-olah tidak mendengar ucapan Jordan tadi yang mengatakan akan membereskannya.Jordan melihat sikapnya yang tampak tak takut sedikit pun padanya. Dia terkejut sesaat. "Heh, cukup setia ya. Di saa







