Share

Bab 8

Penulis: Camelia
Di layar hanya ada satu kata dari Jose.

[ Sibuk. ]

Aura hanya bisa terdiam.

"Aura, nanti kamu dan Daffa pergi jalan-jalan saja." Begitu masuk mobil, Donna tersenyum sambil menarik tangan Aura dan berkata demikian.

Aura mendongak, melihat ke arah pria yang sedang mengemudi di kursi depan, lalu menggigit bibirnya dan menyahut, "Malam ini aku ada janji untuk bahas kontrak, lain kali saja."

Mendengar itu, tangan Daffa yang berada di atas setir mencengkeram lebih erat. Meskipun Aura tidak langsung menolak, maknanya tetap jelas. Dulu, Aura tidak berani menolaknya seperti ini.

Memikirkan hal itu, wajah Daffa menjadi semakin muram. Tak lama kemudian, mereka tiba di vila Keluarga Santosa.

Saat turun, Aura tetap berpamitan kepada Donna dengan sopan. Namun, dia tidak sekali pun memperhatikan ekspresi Daffa.

Bagi Aura, pria yang berselingkuh tidak ada bedanya dengan anjing yang baru saja makan kotoran. Tidak ada alasan baginya untuk terus berurusan dengan Daffa.

Di dalam mobil, Aura berpikir sejenak, lalu menelepon Efendi. Panggilan segera tersambung. Sekarang sudah waktu pulang kerja, Efendi entah sedang bersenang-senang di tempat mana lagi. Suara bising terdengar dari ujung telepon.

"Halo, Aura, kamu sudah nggak marah padaku lagi?"

Aura tersenyum. "Tergantung kamu bisa membantuku atau nggak."

Efendi tertawa. "Kalau ada perlu, tinggal bilang!"

Aura langsung berkata, "Bantu aku cari tahu di mana Jose malam ini."

Efendi punya banyak koneksi. Di Jakoro, tidak ada tempat hiburan yang tak diketahuinya. Ditambah lagi, sepertinya dia cukup akrab dengan Jose. Mencari tahu keberadaan Jose bukan perkara sulit.

Efendi berdecak. "Jangan bilang kamu benar-benar tertarik pada Jose? Dia bukan orang yang mudah didekati."

Sebagai teman, Efendi tidak bisa menahan diri untuk memberi peringatan. "Aku dengar beberapa hari lalu ada perempuan yang mencoba naik ke ranjangnya, akhirnya malah dilempar keluar dari hotel tanpa busana."

Aura mengangkat alis. Dia belum pernah mendengar hal ini sebelumnya. Kemudian, dia teringat pada dirinya yang tiba-tiba mencari Jose tanpa alasan yang jelas. Untung saja, dia tidak sampai dilempar keluar.

Aura menggigit bibirnya, merasa sedikit tidak nyaman saat menyahut, "Kamu bicara apa sih? Aku cuma punya urusan bisnis sama dia."

Efendi menghela napas lega. "Kalau begitu, serahkan saja padaku!"

Setelah menutup telepon, Aura mencengkeram kemudi lebih erat. Kata-kata Efendi tadi masih terngiang di telinganya. Waktu itu, dia hanya mengikuti dorongan hati untuk menghubungi Jose karena mengira pria itu adalah seorang playboy.

Jika dirinya benar-benar dilempar keluar malam itu, mungkin sekarang dia sudah menjadi bahan lelucon di seluruh Jakoro.

Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah dirinya termasuk beruntung atau tidak. Bagaimanapun, Jose memang orang yang dingin dan tidak mudah didekati.

Efendi bergerak dengan cepat. Saat Aura sedang menunggu lampu lalu lintas, pesan dari Efendi sudah masuk.

[ Sudah ketemu alamatnya. Kebetulan aku juga di sini, cepat datang, nanti aku bantu! ]

Jari Aura mengetik dengan cepat di layar ponsel.

[ Tunggu aku! ]

Sesudah mengirim pesan, Aura segera kembali ke kantor untuk mengambil laporan yang telah direvisi sebelumnya.

Dengan tergesa-gesa, dia meluncur ke lokasi yang diberikan Efendi. Saat tiba, langit baru saja mulai gelap.

Tempat itu adalah sebuah kelab privat. Di depan pintu, berjejer mobil-mobil mewah. Mobil BMW milik Aura terlihat begitu sederhana di antara deretan mobil mahal itu.

Setelah memarkirkan mobil, Aura bercermin sebentar untuk mengoleskan lipstik, lalu mengambil sepatu hak tinggi tujuh sentimeter dari bagasi untuk mengganti sepatu datarnya.

Tubuhnya ramping dan proporsional. Saat berjalan dengan sepatu hak tinggi, pinggangnya tampak bergoyang dengan anggun.

Rambut panjangnya yang hitam pekat tergerai hingga pinggangnya. Dari belakang saja, orang bisa menilai bahwa dia adalah wanita yang luar biasa cantik.

Saat dia mendorong pintu ruang privat, semua orang di dalamnya tampak terkejut. Di dalam sana ada beberapa pria dan wanita.

Efendi juga ada di sana, sedang berbicara dengan Jose. Di sisi Jose, duduk seorang gadis berpenampilan polos. Gadis itu mengenakan gaun putih, duduk diam dengan senyuman malu-malu.

Begitu Aura masuk, semua mata langsung tertuju padanya. Jose hanya melirik sekilas, lalu mengalihkan pandangannya dengan santai, seolah-olah tidak tertarik.

Aura mencela dalam hati, 'Sok keren, padahal waktu di ranjang nggak sedingin ini.'

Tiba-tiba, seseorang bercanda, "Eh, akhirnya si cantik Aura mau datang ke sini juga? Kamu nggak menemani Daffa lagi?"

Mereka semua adalah orang-orang dari lingkungan sosial yang sama. Meskipun tidak dekat, mereka sering bertemu di berbagai acara sosial.

Fakta bahwa dulu Aura begitu tergila-gila pada Daffa sudah bukan rahasia. Tidak heran ada yang bercanda seperti itu.

Namun, si pria yang berbicara tadi tidak menyadari bahwa wajah Jose langsung menjadi dingin setelah mendengar kata-katanya.

Aura hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Efendi berdiri, lalu mendorong gadis di sampingnya dan berkata kepada Aura, "Aura, duduk sini."

Aura tersenyum dan duduk. Kemudian, langsung ada yang mendekatinya untuk mengobrol.

"Dengar-dengar, kamu dan Daffa sudah putus?" Yang berbicara adalah seorang anak konglomerat bernama Giulio. Aura mengenalnya, tetapi tidak akrab dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 481

    Aura menggigit bibir, terdiam sejenak. Namun, pada akhirnya dia tetap membuka mulut di bawah tekanan Jose.Jose mengangkat alis dan tersenyum tipis. "Nah, begitu baru pintar."Kalimat itu terdengar seperti pujian, tetapi nada bicaranya justru seperti sedang menggoda hewan peliharaan.Aura mendongak menatapnya dan mengulurkan tangan. "Biar aku sendiri yang makan."Jose tidak menjawab, hanya meliriknya sekali, lalu kembali menyodorkan sesendok bubur ke depan bibirnya.Aura langsung paham. Jose jelas menolak tawarannya. Di wilayah Jose, Aura tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun enggan, dia tetap harus membuka mulutnya dan memakan bubur itu sesendok demi sesendok.Setelah makan cukup banyak, Aura tanpa sadar menatap Jose dengan agak heran. Ketika Jose meletakkan mangkuk, dia menoleh, lalu bertemu pandang dengan mata Aura yang penuh rasa terkejut."Kenapa lihat aku begitu?""Nggak ada apa-apa." Aura segera menggeleng.Sebenarnya, dia hanya merasa aneh. Pria seperti Jose yang biasanya meliha

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 480

    Jose melihat kepanikan di mata Aura, lalu tersenyum sinis. "Cuma mau cek lukamu, dokter bilang harus ganti perban. Kamu pikir aku mau ngapain?"Aura tidak bisa berkata-kata. Kenapa jadi canggung begini?Dia terdiam sesaat, lalu berkata dengan nada keras kepala, "Aku ... tentu saja tahu kamu cuma mau cek lukaku.""Oh?" Jose mengangkat alis sedikit.Tatapan Jose membuat Aura merasa tak nyaman. Ekspresinya seolah-olah mengatakan bahwa sikap Aura tadi terkesan terlalu percaya diri.Aura berdeham pelan, mencoba mencari alasan. "Kalau soal ganti perban, mending dokter saja yang gantikan, 'kan?""Dokter?" Jose tersenyum tipis. "Kalau begitu, kamu tanya saja ke dia, dia berani ganti perbanmu?"Aura terdiam, baru sadar ini adalah wilayah Jose. Kalau untuk operasi ambil peluru mungkin dokter boleh, tetapi soal mengganti perban, jelas mereka tidak berani melakukannya.Bagaimanapun, sekarang semua orang menganggapnya adalah wanita Jose. Siapa pula yang berani membuat Jose kesal?Aura menggigit bib

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 479

    Jose melirik sekilas ke arah Winona. Di balik tatapan penuh harap itu, dia mengucapkan kata penolakan tanpa belas kasihan. "Sibuk."Selesai berbicara, tanpa peduli bagaimana Riana memanggil, dia langsung melangkah pergi dengan langkah lebar.Begitu tiba di tempat parkir dan hendak masuk ke mobil, Jose sama sekali tidak menyangka Winona akan mengikutinya. Saat dia berlari, angin yang meniup rambut panjangnya membuatnya sekilas tampak mirip Aura.Dengan terburu-buru, Winona membuka pintu mobil di kursi penumpang depan dan langsung duduk di dalam.Jose mengernyit, menoleh ke arahnya. "Turun.""Nggak mau!" Winona tampak keras kepala. "Jose, aku ini putri Keluarga Jauhari. Aku sudah berubah demi kamu, apa lagi yang kamu mau?"Yang dia maksud dengan berubah adalah meniru gaya berpakaian Aura.Jose meliriknya, menaikkan alis. "Yakin nggak mau turun?"Winona mungkin memang terbiasa dimanja di rumah. Mendengar kata-kata Jose, dia langsung memasang sabuk pengaman. "Aku bilang aku nggak akan turu

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 478

    Selesai berbicara, Jose kembali menoleh ke arah Tigor sambil tersenyum. "Kakek, tolong didik Kak Jordan yang baik. Aku sibuk. Kalau nggak ada hal lain, aku pergi dulu."Tanpa peduli pada ekspresi Tigor, dia berbalik dan berjalan ke luar. Saat sampai di pintu, dia berhenti sejenak, lalu menoleh menatap Tigor. "Oh ya, Kakek, lain kali nggak usah pakai urusan perjodohan buat mengikatku.""Tanpa persetujuanku, sekalipun Kakek menaruhnya di ranjangku, aku tetap akan melemparkannya keluar." Kalimat itu diucapkan dengan nada sopan, tetapi setiap katanya cukup membuat darah orang mendidih.Mendengar ini, Tigor mengangkat tangannya yang gemetar, menunjuk ke arahnya dengan marah. Akan tetapi, Jose bahkan tidak memberinya satu tatapan pun. Selesai berbicara, dia langsung pergi."Uhuk, uhuk, uhuk ...." Begitu melangkah ke luar, Jose mendengar suara batuk Tigor yang keras dari dalam ruangan. Langkah kakinya sempat terhenti sesaat. Sorot matanya yang tadi santai mendadak berubah dingin, bahkan kilat

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 477

    Suara Aura dingin, tetapi lantang dan tegas. Philip terdiam sejenak. Ekspresinya ikut canggung.Aura sedikit menggeser tubuhnya dan berkata kepadanya, "Aku nggak bisa bantu kamu. Jadi, sup ayamnya boleh kamu bawa pergi."Philip menghela napas. "Aku yang lancang. Kalau ada orang tembak aku, aku juga nggak bakal bisa maafin mereka.""Sup ini Bos yang suruh orang masak khusus buat kamu. Katanya suruh kamu minum setelah sadar. Kamu minum sedikit ya? Aku pergi dulu."Aura mengalihkan pandangannya ke luar jendela, sama sekali tak melirik semangkuk sup panas itu.....Di rumah Keluarga Alatas.Saat Jose tiba, Tigor sedang duduk di sofa ruang tamu utama, bertumpu pada tongkat di tangannya. Di ruang tamu tergeletak sebuah tandu. Di atasnya berbaring seseorang.Sebelum menunggu Tigor berbicara, Jose sudah berseloroh, "Lho, bukannya ini Kak Jordan ya? Kok sampai begini?"Seluruh tubuh Jordan dibalut perban, hanya menyisakan sepasang mata. Kalau tidak mengenalnya, belum tentu seseorang bisa mengen

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 476

    Dia tertegun sejenak. Melihat mata Jose yang agak merah, dia baru sadar dirinya bermimpi tadi.Jose mengernyit dan bertanya, "Mimpi buruk?"Aura tidak menjawab. Jose mengangkat tangannya dan menyentuh kening Aura. "Demammu sudah turun."Sambil berkata begitu, dia menekan bel di samping ranjang. Tidak lama kemudian, seorang dokter berjas putih masuk untuk memeriksa Aura.Sesudah pemeriksaan selesai, dokter berkata kepada Jose, "Pak Jose, demam Bu Aura sudah turun. Selama cederanya dijaga dengan baik, seharusnya nggak akan ada masalah besar."Jose mengangguk. Aura akhirnya kembali sadar dari bayang-bayang dalam mimpinya. Belum sempat berbicara, terdengar ketukan pintu dari luar."Bos, orang rumah lama memintamu pulang sebentar."Jose sedikit mengerutkan dahi. "Bilang saja aku nggak sempat."Philip ragu sejenak, lalu berkata, "Takutnya nggak bisa. Pak Tigor bilang kalau kamu nggak pulang, dia akan langsung mengumumkan perjodohanmu dengan Bu Winona."Mendengar itu, ekspresi Jose semakin di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status