Share

Bab 7

Penulis: Camelia
Hari ini memang hari yang istimewa, karena ini adalah peringatan 5 tahun meninggalnya ibunya.

Sejak 3 tahun lalu, Anrez sudah melupakan hari ini, hanya Donna yang masih mengingatnya. Setiap tahun, dia selalu menemani Aura untuk berziarah ke makam ibunya.

Yang lebih parah, Aura sendiri hampir melupakan hari ini. Jari-jarinya menggenggam ponsel dengan erat, pikirannya kembali ke momen saat ibunya meninggal. Dia perlahan memejamkan matanya.

Donna masih berbicara, "Aura, siang nanti kita sama-sama ziarah ke makam ibumu ya?"

Aura menjawab, "Ya."

Pada akhirnya, dia tidak menolak Donna.

Setelah menutup telepon, Aura melirik jam. Masih pukul 8 pagi. Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk pergi ke kantor.

Situasi perusahaan belakangan ini kurang baik. Mungkin karena merasa bersalah atas kejadian kemarin, Efendi memberikan sebagian bisnis keluarganya kepada Aura, juga tidak lupa meminta maaf.

[ Aura, jangan marah lagi, ya. Kemarin itu Daffa yang nangis-nangis minta tolong padaku, makanya aku bantu dia. ]

[ Lihat, ini proyek yang aku rebut dari mitra bisnis ayahku. Nanti kalau aku sudah mengelola perusahaan, semua periklanan dan pemasaran akan kuberikan padamu. ]

Di bawah pesan itu, ada kontrak elektronik yang dikirim oleh Efendi.

[ Timku akan segera menghubungimu. Kamu tenang saja. ]

Aura mengangkat alisnya, tidak membalas pesan itu. Dia memang tidak marah pada Efendi.

Efendi sudah mengenalnya sejak kecil. Mereka selalu satu sekolah sejak SMP, jadi dia tahu betapa dalam perasaan Aura terhadap Daffa dulu. Wajar saja kalau dia ingin menyatukan mereka kembali.

Aura adalah tipe orang yang jika mencintai, akan mencintai sepenuh hati. Namun, jika sudah tidak mencintai, dia juga bisa melepaskan sepenuhnya. Efendi sangat memahami karakternya. Jika tidak, dia tidak akan meminta maaf seperti ini.

Meskipun proyek dari Efendi tidak besar, ini tetap lebih baik daripada tidak ada. Hanya saja, kondisi perusahaan tetap sulit. Waktu jatuh tempo sewa semakin dekat.

Aura bersandar ke belakang, memijat pelipisnya sambil berpikir. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencoba mengejar proyek dengan Jose. Dia pun kembali membuka ruang obrolan mereka.

Sebenarnya dia sudah lama menambahkan kontak Jose, tetapi selain percakapan mereka malam sebelumnya, mereka hampir tidak pernah berbicara. Percakapan terakhir mereka masih berhenti di pesannya malam itu.

[ Kamu di mana? ]

Di bawahnya ada balasan dari Jose berupa tanda tanya, tetapi kemudian dia tetap mengirim alamatnya. Setelah itu, tidak ada lagi percakapan di antara mereka.

Sekarang melihat pesan itu, Aura merasa agak malu. Dia menjilat sudut bibirnya, lalu mengetik pesan dengan hati-hati. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama, dia baru selesai mengetik.

[ Pak Jose, kapan ada waktu untuk membahas proyek lagi? Kalau kamu mau, aku bisa mentraktirmu makan. ]

Setelah mengirim pesan itu, dia menunggu sebentar. Karena Jose tidak segera membalas, Aura pun melanjutkan pekerjaannya.

Hingga sore hari setelah semua pekerjaannya selesai, Jose masih belum membalas pesan itu. Aura menatap layar ponselnya sejenak sambil berpikir. Kemudian, dia bangkit dan pergi ke vila Keluarga Santosa untuk menjemput Donna.

Saat tiba di sana, ternyata Daffa juga ada di sana. Matanya merah, sepertinya tidak tidur semalaman.

Begitu melihat Aura, Donna langsung menarik Daffa maju dan berucap, "Cepat minta maaf pada Aura."

Daffa mendekati Aura dan berkata, "Aura, maaf. Aku dan Ghea benar-benar nggak ada apa-apa. Aku janji, setelah ini aku nggak akan berhubungan lagi dengannya."

Aura tidak bereaksi, hanya menoleh menatap Donna dan tersenyum, "Ibu, ayo naik mobil."

Dia sama sekali tidak menggubris Daffa.

Donna tersenyum dan memberi isyarat kepada Daffa, yang kemudian bergegas maju untuk membukakan pintu mobil bagi Donna.

Setelah itu, dia berjalan ke sisi Aura dan berkata, "Biar aku yang nyetir, hari ini aku akan jadi sopirmu."

Ekspresi Aura tetap datar. Dia tidak menolak, hanya berpindah ke kursi belakang bersama Donna.

Makam ibunya berada di pegunungan di sebelah barat kota. Jalan menuju ke sana berliku-liku. Sepanjang perjalanan, Aura hanya menatap pemandangan di luar jendela.

Donna terus berbincang dengannya, sebagian besar membela Daffa. Aura tidak ingin membuat suasana menjadi canggung di depan Donna, jadi dia hanya merespons seadanya.

Setelah tiba di pegunungan, Donna menggandeng tangan Aura dan berjalan di depan, sementara Daffa mengikuti di belakang mereka. Hujan baru saja turun, jadi jalanan sedikit licin.

Saat sampai di depan makam ibunya, Aura menatap foto di batu nisan dan terdiam. Hingga hari ini, dia masih sulit percaya bahwa ibunya telah tiada.

Orang yang baru saja tersenyum padanya kemarin, tiba-tiba sakit parah dan meninggal dalam waktu kurang dari sebulan. Mengingat saat-saat terakhir ibunya, mata Aura memerah. Dia meletakkan setangkai bunga anyelir di makam ibunya. Air matanya berlinang.

"Sully, tanpa terasa sudah 5 tahun sejak kepergianmu. Tenang di sana ya. Aura sangat penurut dan sekarang sudah tumbuh menjadi gadis cantik, mirip sepertimu."

Nama ibu Aura adalah Sully.

Sambil meletakkan barang-barang yang dibawanya ke depan makam, Donna meneruskan, "Mulai sekarang, Daffa akan menjaga Aura. Jadi, kamu tenang saja. Kalau dia berani menyakiti Aura, aku akan mengusirnya dari rumah!"

Daffa segera maju dan bersumpah, "Bibi Sully, jangan khawatir. Aku pasti akan melindungi Aura dengan baik."

Aura mengusap hidungnya dan menoleh ke arah lain. Dia dan Daffa sudah tidak mungkin kembali bersama. Namun, dia tidak ingin membicarakan hal ini di depan makam ibunya, jadi dia memilih untuk diam.

Setelah selesai berziarah, saat mereka turun gunung, ponsel Aura bergetar. Dia membuka pesan dan melihat bahwa itu dari Jose.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Reni Dianawati
cerita yg menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 136

    Jose berdiri di antara mereka. Dia menggunakan keunggulan tinggi badannya untuk menghalangi Anrez mendekati Aura. Dengan dagu sedikit terangkat dan satu tangan santai dimasukkan ke dalam saku celana, sikapnya tampak agak malas dan acuh tak acuh.Namun, justru dengan gaya seperti itulah, Anrez tidak berani meluapkan amarahnya. Orang lain mungkin sudah langsung disemprot kalau berani mengadangnya seperti ini,tapi di hadapan Jose ....Anrez hanya mengerutkan dahi sedikit, lalu mendongak menatap Jose. "Pak Jose, ini urusan keluarga kami."Maksudnya jelas, Jose dianggap ikut campur dalam urusan yang bukan bagiannya.Akan tetapi, Jose tetap tak bergerak dari tempatnya. "Membiarkan seorang wanita ditindas orang bukan tindakan pria sejati."Saat kata-kata itu dilontarkan, Aura yang berdiri di belakangnya mendongak menatap pria itu. Dengan tinggi tubuh Jose yang menjulang, kepala Aura bahkan hanya sampai bahunya.Namun, saat memandangnya dari belakang, entah mengapa hatinya terasa tenang.Anre

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 135

    "Kalau begitu sekarang akan aku beri tahu kalian. Pada hari pertunanganku, aku memergoki adik kandungku sendiri tidur seranjang dengan tunanganku. Jadi, semua gosip yang kalian dengar itu memang benar."Lagi pula, sekarang sudah tidak ada lagi yang patut dipertahankan, jadi biarlah semuanya hancur sekalian.Aura tidak melihat ke arah panggung tempat Markos dan Donna duduk. Namun dia tahu, selain para wartawan, semua orang yang hadir di ruangan itu berwajah muram.Yang awalnya dirancang sebagai konferensi pers untuk membersihkan nama Daffa, justru berubah jadi ruang penghakiman bagi Daffa dan Ghea. Para jurnalis mengarahkan kamera mereka ke wajah Ghea.Ghea yang tadinya merasa aman, sekarang benar-benar panik. "Kakak ... kamu ... jangan asal ngomong!" Dia menoleh dengan wajah penuh ketakutan ke arah wartawan. "Bukan aku! Kakak memfitnahku!"Padahal, awalnya dia datang ke tempat ini untuk menyaksikan Aura dipermalukan. Siapa sangka, Aura yang sudah menerima kompensasi, ternyata berani be

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 134

    Melihat Aura tetap diam, Anrez kembali menyikutnya pelan dan berbisik, "Bicara, dong!"Akan tetapi, Aura tidak menanggapinya. Matanya tetap tertuju ke arah Ghea yang berdiri di barisan paling belakang. Dalam hati, dia bertanya-tanya, apa lagi yang akan dilakukan Ghea sekarang?Saat Aura masih tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba ponsel di atas meja bergetar. Dia menunduk dan mengambilnya. Sebuah pesan masuk dari Lulu. Kelihatannya ada sesuatu yang penting. Belum sempat dia baca dengan saksama, panggilan telepon dari Lulu langsung masuk."Ngapain lihat ponsel sekarang?" Anrez benar-benar tidak tahan lagi melihat sikap Aura yang santai.Dia sudah menyusun semuanya dengan Markos. Begitu konferensi selesai, kontrak langsung ditandatangani. Kalau semua ini rusak gara-gara Aura, dia bisa gila di tempat.Namun, Aura tidak menghiraukannya sama sekali. Lulu adalah orang yang selalu tenang. Kalau dia sampai menelpon dan mengirim pesan sekaligus, pasti ada sesuatu yang genting."Aku angkat telep

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 133

    Melihat sikap Aura yang tenang dan tak tergoyahkan, Daffa lalu menggertakkan gigi perlahan. "Aura ....""Diam!"Begitu mendengar suara Daffa, wajah Aura langsung berubah dingin. Namun, sebelum dia sempat bicara, Donna sudah lebih dulu membentak Daffa. Dia melirik tajam ke arah Daffa, lalu berbalik menatap Aura.Meski sebelumnya dia pernah diam-diam mengkhianati Aura dari belakang, wajah Donna tetap menampilkan senyum lembut, seolah semua kejadian tak mengenakkan di masa lalu tidak pernah terjadi.Donna melangkah mendekat, lalu menggenggam tangan Aura seperti biasa sambil tersenyum, "Aura, terima kasih karena akhirnya kamu mau berpikir jernih dan bersedia membantu Daffa menjelaskan semuanya."Aura menunduk sejenak menatap tangan Donna yang menggenggam tangannya, lalu menyunggingkan senyum tipis. Sebagai istri orang kaya selama bertahun-tahun, Donna memang ahli berpura-pura.Tanpa mengubah ekspresinya, Aura menarik tangannya perlahan dan membalas senyum itu dengan kaku. "Nggak usah berte

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 132

    "Aku bisa menyetujui syaratmu. Kalau Ghea memang ada di dekatmu sekarang, ayo kita langsung ke kantor pertanahan. Selesaikan saja urusan rumah itu."Nada bicaranya sarat dengan kekecewaan dan perasaan getir. Namun, Anrez berpura-pura tidak mendengarnya. Dia malah tertawa senang. "Aura, Ayah tahu kamu anak yang pengertian. Kalau begitu, kita bertemu di kantor pertanahan setengah jam lagi." Tanpa menambahkan sepatah kata pun, dia langsung menutup telepon.Aura bisa membayangkan ekspresi puas di wajah ayahnya. Dia pasti sedang tertawa lebar sampai mungkin sampai semua keriputnya juga ikut tertarik.Aura menoleh sekali lagi ke arah vila itu dan menatapnya dengan diam, lalu naik ke mobil dan menyalakan mesin menuju kantor pertanahan.Seperti yang diduganya, Anrez sangat bersemangat. Begitu mobil Aura berhenti, dia sudah berdiri sambil melambaikan tangan. "Aura, sini, ayo cepat."Aura mengatupkan bibirnya, lalu melangkah mendekat dengan sepatu haknya yang berderap ringan. "Semua dokumen suda

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 131

    Aura menatap ekspresi Anrez. Nada bicara pria itu terdengar sangat peduli, tetapi semua itu terasa begitu palsu bagi Auta. Ternyata setelah berakting sejak pagi, ujung-ujungnya tetap saja ingin menggunakannya sebagai kambing hitam. Pada akhirnya, tetap dia yang harus menerima semua kesedihan.Aura tertawa sinis. "Jadi semua sandiwara dari pagi ini cuma demi tujuan itu, ya? Aku sempat benar-benar mengira kamu sadar diri dan tulus mau membelaku." Tatapan Aura terhadap Anrez penuh ejekan.Anrez mengatupkan bibirnya dan menghindari pandangan Aura. "Aura, kamu dan Ghea sama-sama anak Ayah. Siapa pun dari kalian yang terluka, Ayah tentu merasa sedih."Aura mengangguk pelan. "Mengharukan sekali. Menurutku, kamu layak mendapat penghargaan sebagai ayah tiri terbaik seibu kota."Anrez terdiam.Selama bertahun-tahun ini, hal yang paling dikuasai Aura adalah bersilat lidah.Wajah Anrez tampak canggun. Namun, seketika dia kembali serius sambil mengernyit dan menatap Aura. "Kamu itu perempuan, kenap

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 130

    Aura selalu bertindak cepat dan tegas.Ghea mungkin bodoh, tetapi Aura tidak. Dari awal sampai akhir, dia sama sekali tidak terlibat dalam masalah ini. Justru Ghea sendiri yang tertangkap kamera saat memasang flashdisk. Jika masalah ini benar-benar dibesar-besarkan, yang akan malu tetap Ghea.Serra terdiam sejenak. Ketika dia hendak membalas, tiba-tiba Anrez membentaknya dengan keras, "Cukup! Kamu mau bikin Keluarga Tanjung malu sampai sejauh mana baru puas?"Serra ingin membela diri, tetapi setelah berpikir sesaat, dia akhirnya menunduk dan meminta maaf kepada Aura dengan patuh. "Iya, iya, Bibi salah. Aura, jangan marah ya."Aura tidak menanggapi, malas melihat keluarga ini bermain drama. Dia langsung berdiri dan hendak pergi.Baru mengambil beberapa langkah, Anrez tiba-tiba memanggilnya, "Aura, tunggu sebentar. Ke ruang kerja dulu, ada yang mau kubicarakan."Aura merasa ini bukan peluang baik. Ternyata drama pagi ini diatur untuk dirinya. Dia menoleh, lalu melirik Anrez. "Maaf, aku m

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 129

    Begitu ucapan itu dilontarkan dari mulut Anrez, bukan hanya Aura yang terdiam. Semua orang yang ada di ruangan langsung membeku.Selama bertahun-tahun ini, Anrez tak pernah sekali pun membela Aura. Setiap kali ada masalah, Aura yang selalu menjadi kambing hitam, sementara Ghea tinggal pura-pura lemah dan menangis sedikit untuk menjadi korban dalam cerita.Ini adalah pertama kalinya Anrez membela dirinya. Aura terkejut, tangannya yang memegang cangkir kopi sampai membeku.Kemudian, dia tersenyum tipis dan berucap, "Aku nggak sanggup terima permintaan maaf dari dia."Serra pun akhirnya sadar situasi hari ini tidak akan berakhir semudah itu. Dia buru-buru melangkah ke arah Ghea dan mendorongnya pelan. "Ghea, dengar kata ayahmu, minta maaf sama kakakmu."Ghea yang akhir-akhir ini terus dipermalukan di depan Aura, sudah menyimpan banyak amarah di hati. Mana mau dia tunduk sekarang?Berpura-pura lemah pun dia tidak sanggup lagi. Ghea tetap berlutut di lantai. Dengan leher tegak, dia berkata,

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 128

    "Bi Kasih, kamu pasti syok hari ini. Besok ambil libur sehari. Nanti ke rumah sakit dan periksa dengan benar. Selain itu, bonus bulan ini aku lipat gandakan."Selesai berbicara, Aura melambaikan tangan ke arah Kasih. "Lanjutkan saja kerjaanmu."Ghea yang berdiri di samping pun menggertakkan giginya sekuat tenaga. Aura bukan memberi kenaikan bonus kepada Kasih, melainkan sedang menghinanya!Aura menoleh menatap Ghea dan tersenyum. "Dik, kalau begitu Kakak doakan impianmu segera terwujud. Semoga kamu bisa menikah dengan anggota keluarga kaya ya."Ghea paling suka bersikap sok lembut dan memakai nada seperti ini untuk membuat orang kesal. Aura pun menirukan gaya bicara Ghea. Jujur saja, rasanya sangat memuaskan.Setelah itu, dia langsung naik ke lantai atas sambil menggoyangkan pinggang rampingnya. Semakin Ghea marah, semakin Aura senang.Saat sampai di ujung tangga, dia mendengar suara kaca pecah dari lantai bawah. Aura menurunkan pandangannya, tetapi tidak berhenti melangkah dan masuk k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status