Beranda / Romansa / Menjadi Tawanan Tuan Muda / Bab 2 | Dasar Pria Bejat

Share

Bab 2 | Dasar Pria Bejat

Penulis: MAMAZAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-15 20:47:36

Bab 2 

"Tiga ratus juta. Dan layani aku malam ini, sekarang juga."

Lila terkesiap. 300 juta. Jumlah yang luar biasa untuk membantu pengobatan sang Ibu. Rasa dingin menusuknya, melumpuhkan akalnya sejenak. Namun, sedetik kemudian, kemarahan dan harga diri membakar dirinya.

Lila mengepalkan kedua tangannya dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong tubuh Oliver sekuat mungkin.

"Lepaskan saya, Tuan!" teriaknya serak.

Namun, Oliver bergeming. Tubuh besar pria itu tidak bergerak sama sekali. Tekanan ototnya yang keras terasa menindas tubuh mungil Lila. Oliver justru menyeringai tipis, seolah tantangan Lila hanyalah permainan kecil.

"Jangan buang tenagamu, Pelayan," desis Oliver.

Semakin Lila berusaha lepas dan meronta, Oliver semakin mendesak dan menekan tubuhnya. Dengan cekatan, pria bertubuh atletis itu menahan kedua pergelangan tangan Lila ke atas, menjepitnya di sisi kepala wanita itu. Lila kini benar-benar tak berdaya.

Oliver kembali menundukkan wajahnya, mencumbu gadis itu dengan gerakan yang tidak lagi brutal, tetapi menuntut. Ia masuk ke dalam ceruk leher Lila, menghirup aroma manis dari kulitnya, seolah sedang mencicipi properti barunya. Lidahnya bermain di bawah telinga, memicu reaksi merinding yang tak diinginkan Lila.

"Tu-tuan... Stop!" Lila menjerit, suaranya serak, air matanya luruh membasahi rambutnya yang tergerai. Ia merasa sangat terhina, tapi cengkeraman Oliver terlalu kuat.

"Kau menangis?" Oliver menjauhkan sedikit kepalanya, menatap wajah Lila yang sudah dibanjiri air mata. "Aku membayarmu dengan harga yang sangat pantas. Anggap saja ini adalah pekerjaan barumu."

Lila menggeleng kuat. "Tidak! Saya tidak menjual diri saya!"

"Semua orang menjual sesuatu," balas Oliver dingin, tanpa ekspresi. "Kau menjual waktumu pada Jonathan Miller, dan kini kau menjual tubuhmu untuk ibumu. Bedanya, aku membayar tunai dan mahal."

Oliver menarik zip seragam pelayan Lila hingga terbuka lebar. Kain hitam-putih itu terbelah, memperlihatkan payudara ranum Lila yang langsung memicu gairah gelapnya. Pandangan Oliver terasa seperti api yang membakar kulit Lila.

Lila berusaha keras melepaskan diri dari cengkeraman Oliver, meronta dengan liar. Ia tidak tahu siapa pria yang begitu kurang ajar dan berani menghinanya ini.

"Tolong...!" Ia berteriak kuat, berharap ada yang mendengarnya di dalam rumah megah yang sunyi itu.

Oliver berdecak kasar. Ia semakin mencengkeram kuat pergelangan tangan Lila dan mendesis, "Berhenti berteriak, Pelayan."

Oliver mencengkeram kuat dagu Lila, memaksanya mendongak. Ia kembali mencumbu wanita itu dengan paksaan, memasukkan lidahnya ke dalam mulut Lila. Ciuman itu terasa menjijikkan dan menyakitkan.

Lila menajamkan pandangannya, kemarahannya mendominasi ketakutannya. Tanpa ragu, ia langsung menggigit bibir bawah Oliver sekuat tenaga.

"Fuck!" umpat Oliver, segera melepas ciuman itu. Ia merasakan bau anyir darah di bibirnya.

"Kau mengujiku?" geram Oliver dengan pandangan gelap yang kini benar-benar mencekam. Keberanian Lila justru memicu sisi gelap Oliver. Tanpa ragu lagi, ia menarik kasar pakaian Lila yang masih melekat. Suara robekan kain terdengar bersamaan jeritan lirih Lila.

"Tidak... Tidak...!" rintih Lila saat seragamnya terkoyak, meninggalkannya telanjang di bawah tatapan tajam Oliver.

Saat Oliver mengurai tangannya untuk membuang kain robekan tersebut, di situlah Lila mendapatkan kesempatan emas. Kebebasan tangannya hanya berlangsung sedetik, tapi cukup.

"Plak!"

Suara tamparan keras menghantam pipi Oliver. Lila melotot penuh amarah pada pria tersebut.

"Dasar pria gila!" teriak Lila. Ia tidak peduli dengan tubuh telanjangnya saat ini. Kemarahannya jauh lebih besar.

Belum selesai keterkejutan Oliver, tiba-tiba saja rasa sakit yang luar biasa menghantam titik vitalnya. Lila, dengan refleks cepat, telah menendang pangkal paha Oliver dengan lututnya.

"F-Fuck!" Oliver menjerit tertahan dan refleks memegang alat vitalnya. Wajahnya yang dingin berubah pucat pasi menahan sakit yang luar biasa.

"Dasar pelayan sialan!" Oliver menatap penuh amarah, memancarkan niat membunuh.

Namun, kesempatan itu tidak Lila sia-siakan. Pelayan cantik itu segera bangun dan melompat turun dari tempat tidur yang tinggi. Ia berdiri sejenak di sisi ranjang, memegang dadanya, dan berseru dengan suara penuh kebencian, "Dasar pria bejat!"

Lila tidak memberi kesempatan bagi Oliver untuk bertindak lebih jauh. Ia membalikkan badan dan lari secepat kilat.

BRAKK!

Menyusul suara hantaman pintu yang tertutup, Lila berhasil keluar dari kamar tamu itu, meninggalkan Oliver sendirian dalam amarah yang membara.

Oliver menatap pintu dengan pandangan penuh kemarahan dan tidak percaya. "Hanya kucing liar dan berani menolakku?"

Ia mengepalkan tangannya dengan kuat, merasakan nyeri di pangkal pahanya yang bercampur dengan rasa kesal karena ditolak dan dipermalukan. Kejadian ini membuat dirinya tidak bisa tidur. Pria itu segera bangun dan masuk ke dalam kamar mandi, mengguyur badannya di bawah shower. Air dingin tidak mampu memadamkan api amarahnya.

"Aku akan menangkapmu, kucing liar!" janji Oliver dingin, rahangnya mengeras. Ia akan menemukan cara untuk membuat pelayan itu membayar dua kali lipat atas perbuatannya malam ini.

Sementara itu, Lila yang berhasil kabur, berlari secepat mungkin menyusuri koridor lantai dua. Ia berlari dengan hati-hati, memeluk tubuhnya yang telanjang, takut ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Napasnya tersengal-sengal, air matanya membasahi pipi.

"Aku akan berhenti dari pekerjaan ini," gumamnya sambil mengusap air matanya.

Hingga akhirnya, dengan susah payah ia berhasil masuk ke dalam kamar kecil para pelayan dan tidak lupa mengunci pintu. Tubuhnya luruh ke lantai, kehabisan tenaga, ia menangis dalam dekapan lutut yang terlipat.

"Ibu... Aku harus bagaimana..." Tangisnya terdengar pilu. Ketakutan, kehinaan, dan rasa sakit bercampur aduk.

Namun, sedetik kemudian, di tengah isakannya, akal sehatnya yang terdesak kebutuhan kembali berbicara. Matanya melirik ke arah pintu.

"Tapi uang yang ditawarkan tadi sangat banyak..." Ia terdiam, memikirkan kembali uang yang harus ia kumpulkan demi pengobatan sang Ibu, bahkan jika ia bekerja selama setahun, uang sebanyak itu akan sulit ia kumpulkan. Ia mengusap pipinya yang basah dan berkata, “Apa aku terima saja?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 8 | Sebesar itu ? (21+)

    Bab 8Lila terus meronta, namun setiap gerakan tubuhnya justru menciptakan gesekan yang semakin membakar gairah Oliver. Di bawah cahaya lampu tidur yang remang dan cahaya matahari pagi, Oliver menanggalkan kemejanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap mengunci kedua pergelangan tangan Lila di atas kepala."Lepas... Tuan... ini salah..." rintih Lila dengan suara yang mulai habis. Tenaganya terkuras, napasnya tersengal-sengal di bawah beban tubuh kekar Oliver yang menekannya tanpa ampun ke dalam ranjang."Diamlah, kucing liar!” desis Oliver di depan bibir Lila.Dengan satu sentakan kasar, Oliver merobek sisa kain seragam pelayan yang sudah tak berbentuk itu. Suara kain yang koyak bergema di ruangan yang sunyi, menyisakan Lila dalam keadaan benar-benar telanjang dan terpapar di bawah tatapan lapar sang majikan. Oliver menjilati bibirnya, matanya menyisir setiap inci kulit putih bersih Lila yang kini kemerahan karena gesekan.Tangan kasar Oliver mulai menjamah. Ia meremas pa

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 7 | Mencicipimu

    Bab 7"Jangan seenaknya, Tuan!" Lila menyahut dengan wajah tertekuk. Amarahnya memuncak setiap kali pria ini merendahkannya. "Aku bukan tawanan Anda dan aku bukan kucing liar!""Kau..." Oliver menggeram rendah. Kalimat perlawanan Lila seolah menjadi bahan bakar bagi gairahnya yang liar.Di dalam kamar yang luas dengan pencahayaan minim itu, aroma maskulin Oliver yang bercampur dengan wangi musk terasa menyesakkan bagi Lila. Cahaya lampu tidur dan sinar matahari pagi yang temaram memberikan bayangan panjang yang mencekam di dinding, mempertegas posisi Oliver yang mengunci tubuh Lila di atas ranjang empuk.Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Oliver kembali memaksa melumat bibir Lila. Kali ini lebih dalam dan menuntut. Tangan besarnya merayap naik, mencengkeram leher Lila, tidak sampai menyakiti, namun cukup kuat untuk memberikan tekanan yang membuat napas Lila tersendat sekaligus membakar gairah yang tidak diinginkan."T-tuan O-oliver... Hen... tikan..." rintih Lila di sela-sela pag

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 6 | Kau Adalah Tawananku

    Bab 6Ia mencondongkan wajahnya lebih dekat, hingga hidung mereka hampir bersentuhan. "Godalah dia… Buat dia bertekuk lutut padamu. Buat dia berselingkuh denganmu di rumah ini."Lila terbelalak. "Apa?! Anda gila! Saya tidak akan melakukan hal menjijikkan seperti itu!""Jangan munafik," desis Oliver. "Semalam kau hampir menyerahkan dirimu demi uang. Sekarang aku menawarkan jalan yang lebih 'bersih'. Kau tidak perlu benar-benar tidur dengannya jika kau pintar. Aku hanya butuh bukti foto atau video saat dia mencoba menyentuhmu."Oliver menarik diri sedikit, merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponsel. Ia menunjukkan sebuah foto surat kontrak operasi rumah sakit ibunya yang entah bagaimana sudah ada di tangannya."Ibumu akan dioperasi minggu depan. Biayanya 1,5 Milyar secara total, bukan? 500 juta hanya untuk uang muka. Jika kau berhasil membantuku menjatuhkan Jonathan, aku tidak hanya akan membayar 500 juta. Aku akan menanggung seluruh biaya operasi dan pemulihan ibumu sampai sembuh tota

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 5 | Identitas Pria Asing Malam Itu

    Bab 5Jonathan berdehem, berusaha mencairkan suasana yang kaku. "Maaf Ayah tidak menyiapkan apa-apa saat kedatanganmu-"Lila pun datang kembali dari dapur, membawa nampan berisi secangkir kopi hitam pekat sesuai permintaan Oliver. Kehadirannya membuat Jonathan menjeda percakapannya dengan putra tirinya.Tanpa mengatakan apa-apa, Lila meletakkan cangkir tersebut di atas meja, tepat di sisi tangan Oliver. Lila berusaha sebisa mungkin agar tangannya tidak gemetar, meski ia merasa tatapan Oliver yang tajam sedang menelanjangi dirinya sekali lagi. Saat ia menarik kembali nampannya, Lila dapat melihat perubahan ekspresi Oliver yang tiba-tiba mengeras, matanya tertuju pada bibir dan leher Lila yang kini tertutup rapi oleh pakaiannya."Bagaimana kalau Ayah menyiapkan pesta penyambutan kamu malam ini di hotel? Teman-teman bisnismu pasti ingin menyambut kepulanganmu ke tanah air," lanjut Jonathan dengan nada yang dipaksakan ramah.Trak!Suara benturan garpu dan pisau perak yang dilemparkan Oliv

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 4 | Tuan Muda

    Bab 4Lila membuka mata tepat jam 5 pagi. Kepalanya terasa berat dan berdenyut, efek dari hanya tidur selama 1 jam setelah pulang dari The Shadow Bar. Namun, rasa lelah itu kalah oleh kegelisahan yang merayap di dadanya. Ia harus kembali memulai pekerjaannya sebagai pelayan di Kediaman Miller.Pagi ini, ia harus menghadap Tuan Jonathan. Ia harus melaporkan pria asing yang sudah melecehkannya semalam. Ia tidak bisa bekerja di bawah satu atap dengan monster seperti itu, kalau pun mengundurkan diri, dia harus berkata apa pada sang Ibu?Dengan cepat ia bersiap-siap dan mengenakan seragam pelayannya yang masih bersih, untungnya ia memiliki cadangan karena seragam yang semalam telah terkoyak tragis, tak bisa di perbaiki sama sekali."Aku harus cepat sebelum Tuan Jonathan pergi ke kantor!" gumamnya sembari mengambil langkah cepat. Jari-jarinya sedikit bergetar saat merapikan kerah bajunya.Lila segera menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruangan, namun

  • Menjadi Tawanan Tuan Muda   Bab 3 | Kucing Liar

    Bab 3Lila terdiam, isak tangisnya seketika menghilang. Ia berpikir keras. 300 juta. Jumlah itu berkelip di benaknya, mengalahkan rasa sakit dan kehinaannya."300 juta..." lirihnya.Ia memikirkan kembali uang yang harus ia kumpulkan demi pengobatan sang Ibu. Bahkan jika ia bekerja keras selama setahun, uang sebanyak itu akan sulit ia kumpulkan. Ia mengusap pipinya yang basah dan berkata, "Apa aku terima saja?"Namun, dengan cepat ia menampar pipinya sendiri. Plak! Sebuah tamparan keras untuk mengembalikan akal sehatnya."Sadar, Lila! Kamu bahkan tidak tahu siapa pria brengsek tadi! Besok aku akan melaporkannya ke Tuan Jonathan," putusnya tegas. Harga dirinya masih lebih tinggi daripada keputusasaan.Lila bangkit dari duduknya. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh dari sisa-sisa air mata dan keringat. Tidak ada waktu baginya untuk berlama-lama kalut dalam kesedihan. Ia harus bekerja. Malam masih panjang, dan ia punya pekerjaan lain yang harus diselesaikan.Dengan terg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status