แชร์

Bab 6

ผู้เขียน: Farchahcha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-02 21:15:26

Suara tangisan bayi terdengar saat Adrian dan Reina membuka pintu sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu ada sepasang suami istri dan satu wanita paruh baya di sana. 

Si suami sedang menggendong seorang bayi, dan istrinya masih setengah duduk di ranjang perawatan selesai melahirkan. 

“Adrian, kamu sudah datang, Nak?” sapa wanita paruh baya itu. 

Adrian tersenyum tipis. “Hai Mam, gimana keadaanmu Kak?” sahutnya sambil menyapa kakak perempuannya. 

“Seperti kelihatannya, aku selamat melahirkan keponakanmu.” Wanita yang berbaring tadi adalah kakak perempuan Adrian. 

Sheila Purnama, kakak perempuan satu-satunya Adrian. “Hai Rein, makasih ya sudah datang.” Sheila melihat ke arah wanita di sebelah adiknya. 

“Selamat atas kelahiran anak pertamanya Kak Sheila dan Kak Bara.” Reina memberikan sebuah kado pada Sheila. Dia melirik ke arah Bara sekilas sambil tersenyum. 

“Nak Reina ini, kenapa repot-repot sekali,” ujar Mama Adrian, Delina. 

“Nggak repot kok, Ma,” sahut Reina lalu memeluk Delina dengan lembut seperti memeluk mamanya sendiri. 

Adrian tidak begitu tertarik, sebenarnya dia tidak memiliki perasaan apapun dengan Reina, tunangannya. 

Hanya karena orang tuanya yang memohon untuk menikah dengan keluarga mereka. Adrian terpaksa menerimanya, lagipula dia juga tidak memiliki kekasih. 

Namun, saat bertemu dengan Kanaya lagi. Perasaan Adrian mulai goyah. 

“Apa yang terjadi? Dia sampai ke dokter kandungan. Mungkinkah malam itu…” gumam Adrian dalam hati memikirkan Kanaya yang dilihatnya masuk ke dalam ruang pemeriksaan kandungan tadi. 

Adrian mulai teringat kejadian bulan lalu dengan Kanaya. Apa mungkin sesuatu sudah terjadi? 

***

Dokter memberikan sebuah foto hasil USG kepada Kanaya, dia meletakkannya di atas meja.

Keringat dingin mulai muncul di pelipisnya. Wajahnya mulai kelihatan cemas, Kanaya sudah meremas tangannya di bawah meja. 

“Usianya sudah masuk minggu ke lima.” 

“M-minggu ke lima, dok?”

Perasaan Kanaya campur aduk saat dokter mengatakannya. 

“Iya Bu,” jawab dokter yang bernama Risa itu. Dia melihat ke arah Kanaya yang sedari tadi menunduk dengan gelisah. 

Dokter Risa mulai menangkap sesuatu hal. “Bu Kanaya?” panggilnya lembut. Melihat Kanaya yang selalu menunduk membuat Dokter Risa menyimpulkan sesuatu. Kehamilan yang tidak diinginkan yang sering disebut accident pregnant. 

“Bu Kanaya?” panggilnya lagi, kali ini dengan nada lebih kencang.

Kanaya langsung mengangkat kepalanya. “Ah! Iya dok?” jawabnya sambil gelapan. 

“Suami anda tidak mengantar anda?” 

 “Maaf Dok?” Kanaya tersentak mendengar pertanyaan Dokter Risa.

“Saya bertanya, apa suami anda tidak ikut ke sini?” ucap Dokter Risa. 

Kanaya kehilangan kata-kata, dia tidak tahu harus menjawab apa. Apa dia harus menjawab kalau dia belum memiliki suami. Lalu, bagaimana bisa dia hamil kalau tidak ada suami. 

Rasanya malu kalau mengatakan yang sebenarnya. 

“Ah… Itu…” jawabnya sambil menunduk lama memikirkan banyak alasan. 

Aduh gimana ini? Apa harus dia bilang kalau suaminya tidak bisa mengantar karena bekerja. Atau, haruskah dia bilang kalau suaminya ada di luar. 

Saat Kanaya sibuk memikirkan alasan untuk menjawab pertanyaan Dokter Risa. Dia malah dikejutkan dengan ucapan Dokter Risa selanjutnya. 

“Di rumah sakit ini tidak melayani aborsi. Anda tahukan kalau aborsi itu ilegal?” 

“Maaf? Maksud dokter?” Kanaya mencoba memahami yang dikatakan Dokter Risa. 

“Kalau anda diam karena sedang memikirkan soal aborsi bayi anda. Silahkan pergi ke rumah sakit lain, karena di rumah sakit ini tidak melayani aborsi.”

Kanaya menatap lurus Dokter Risa tanpa bisa mengatakan apapun. Dia cukup syok dengan tanggapan yang diberikan dokter itu. “Kenapa dia mengatakan soal aborsi? Apa maksudnya coba?” bisik Kanaya dalam hati. 

“Bu Kanaya, silahkan membuat keputusan segera sebelum perut anda membesar.” 

“Apa ada yang mau ditanyakan lagi? Kalau tidak ada, saya cukupkan sampai di sini. Pasien selan—” belum juga Dokter itu melanjutkan ucapannya, Kanaya sudah memotong. 

“Kenapa dokter bisa berpikiran seperti itu? Kenapa jahat sekali?” ujar Kanaya dengan mata yang tajam. 

“Maaf?” Dokter itu melihat ke arah Kanaya. Wajahnya seperti tak terima disebut jahat oleh Kanaya. 

“Bukannya anda ini seorang dokter kandungan? Tapi, kenapa menyarankan aborsi? Saya tahu saya memang hamil di luar nikah, dan ini memang bukan hal membanggakan. Tapi… mengatakan soal aborsi pada pasien yang datang. Bukannya itu jahat sekali.” Kanaya berkata dengan pelan namun tegas. 

“Bu Kanaya.. maksud saya…” Dokter Risa merasa bersalah. 

“Bayi di dalam kandungan saya, meski itu tidak diinginkan oleh ibunya sekalipun. Tapi, saya tidak bisa membiarkan sesuatu yang sudah hidup dalam diri saya untuk dihilangkan begitu saja. Dia juga berhak memiliki kehidupan. Apa saya salah?” Kanaya menatap lurus mata Dokter Risa. 

“Sepertinya anda sudah salah paham. Maksud saya bukan—”

Kanaya langsung berdiri tak ingin lagi mendengarkan ucapan Dokter Risa. Menyebalkan sekali! Begitulah yang dirasakannya saat ini. 

Rasanya dia sudah direndahkan oleh dokter itu. Kanaya tahu apa yang dilakukannya adalah kesalahan, tapi… saran tentang aborsi itu sangatlah jahat.

Kanaya keluar dari ruangan setelah mengambil hasil USG miliknya. 

Saat dia keluar dari ruangan itu. Betapa terkejutnya dia melihat Adrian yang berdiri di depan ruangan. 

Mata mereka bertemu seketika. Jantung Kanaya seolah berhenti. “K-kenapa Anda ada di sini?” ucapnya terbata.

“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” 

Bagaimana ini? Apa yang harus Kanaya katakan pada Adrian?

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 11

    Hening. Tidak ada yang bersuara antara Kanaya ataupun Adrian. Kanaya lebih banyak diam dan menunduk di kursinya. Sedangkan, Adrian fokus menyetir. Mereka sedang perjalanan pulang, Adrian mengantar Kanaya ke kosan. Lebih tepatnya memaksa untuk mengantarkan wanita itu.Jalanan macet menambah canggung suasana di dalam mobil bersama Adrian. Kanaya menahan napasnya setiap kali Adrian mengerem mobilnya. “Ehem!” Adrian berdehem. Kanaya menoleh ke arah pria di sebelahnya. Mata mereka bertemu. “Apa kamu suka mendengarkan musik?” tanya Adrian tiba-tiba.Kanaya mengangguk. “Genre musik apa yang kamu sukai?” “Oh, saya suka mendengarkan musik pop,” Kanaya tersenyum saat menjawabnya. Setelah itu Adrian memutar lagu pop dari salah satu musisi dalam negeri. Kanaya tersenyum lebih lebar karena lagu kesukaannya yang diputar. Adrian melirik singkat ke arah Kanaya yang mulai bersenandung lirih. Sudut bibir pria itu terangkat. “Syukurlah, dia menyukainya,” batin Adrian. Setengah jam berlalu, dan

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 10

    Langit sudah menggelap saat Kanaya berdiri di depan gedung kantornya. Kepalanya menunduk melihat kakinya sendiri. Keadaan kantor sudah hampir sepi, hanya menyisakan beberapa karyawan yang lembur di beberapa divisi. Lobi sore itu tidak banyak orang lalu lalang. Kanaya menoleh ke kanan dan kiri mencari seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang.“Kenapa belum datang juga?” gumamnya. Dia janji bertemu dengan Adrian jam lima tepat. Tapi ini sudah lewat setengah jam dan pria itu tidak muncul juga. Apa mungkin perkataannya tadi tentang membahas pernikahan itu bohong. Mana mungkin seorang Adrian Prakasa mau menikah dengan gadis biasa seperti Kanaya. “Apa aku terlalu jauh berharap padanya?”Sesal menjalar di hati Kanaya, dia sudah terlanjur mengatakan bahwa janin yang ada di perutnya adalah milik Adrian. Bagaimana kalau pria itu berubah pikiran? Kanaya mulai menerka-nerka kemungkinan tidak datangnya Adrian.“Aku pulang saja,” katanya menyerah menunggu pria itu. Lalu melangkahkan kakinya

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 9

    Adrian terkesiap melihat ruangan miliknya dipenuhi orang-orang, padahal dia hanya memanggil Kanaya saja ke ruangannya. Tapi, kenapa ada Pak Damar, Kepala Divisi Marketing dengan seorang pria lainnya. “Kamu siapa?” tanya Adrian menatap lurus ke arah Nathan. “Saya Nathan, Pak. Ketua Tim Marketing 1, atasan langsung Kanaya. Ada apa Pak Adrian memanggil bawahan saya? Kalau dia melakukan kesalahan dalam bekerja, saya yang akan bertanggung jawab.” jelas Nathan. Nathan berpikir kalau Adrian memanggil Kanaya karena terkait pekerjaan di kantor. Kanaya sendiri masih diam di belakang, menggigit bibir bawahnya cemas. “Ada apa ya dia memanggilku? Apa ini karena dia melihatku di rumah sakit waktu itu?” gumamnya dalam hati. Wanita itu diam di belakang Nathan dan Pak Damar. Sedangkan, Adrian memiringkan kepalanya berusaha melihat Kanaya dari tempat duduknya sekarang. “Saya hanya ada urusan dengan Nona Kanaya. Tidak ada hubungannya dengan kalian. Jadi, kalian bisa keluar dari ruangan saya,” suru

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 8

    Kenyataan paling menyebalkan kalau kamu masih menjadi karyawan marketing biasa adalah kamu tidak boleh mengambil cuti lebih dari dua hari. Karena itu akan membuatmu kehilangan waktu untuk mencapai target penjualan. “Eungh!!!” Kanaya menguap lebar sambil merentangkan tangannya di atas ranjang. Dengan mata yang masih mengantuk dia berusaha mengangkat tubuhnya. Baru selangkah, Kanaya merasa aneh. Ada sesuatu yang mendesak keluar dari tubuhnya. “Ugh!” desisnya pelan.Reflek Kanaya menutup mulutnya. Lalu berlari ke kamar mandi dengan setengah terhuyung.Wanita itu langsung memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya ke dalam kloset. Dia memencet tombol flush, menutup kloset dan duduk di atasnya.Napasnya memburu, hampir seisi perutnya ia keluarkan pagi itu juga. Kepalanya juga terasa pusing seketika. Dia memijat pelipisnya sesaat untuk menghilangkannya. Setelah sedikit membaik, Kanaya berdiri di depan wastafel. Memutar kran air lalu membasuh wajahnya yang terlihat pucat. Wanita itu mem

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 7

    Kanaya membeku sempurna melihat Adrian yang berdiri di depannya dengan wajah yang serius. “K-kenapa Anda ada di sini?” tanyanya dengan suara terbata. Meski tadi Kanaya sudah melihat Adrian dengan tunangannya, dia berpura-pura tidak melihat apapun. “Kamu sendiri kenapa ada di sini?” sahutnya cepat. “Apa?” Kanaya kaget sekali diberi serangan pertanyaan seperti itu. “S-saya… Di sini… karena…” dia tidak tahu harus menjawab apa. Sampai seseorang memanggil Adrian. “Kak Adrian!” Pria itu pun menoleh ke sumber suara, begitu juga Kanaya. Reina memiringkan kepalanya melihat ke arah Kanaya, wajahnya mengerut keheranan sambil berjalan mendekat. “Dia siapa?” tanyanya saat sudah di samping Adrian. “Dia, karyawan di perusahaan,” jawab Adrian. Reina mengangguk, lalu mengaitkan lengan pada Adrian. Namun, Kanaya entah kenapa merasa sedih mendengar jawaban Adrian. “Aku baginya hanya karyawan perusahaan,” gumam Kanaya dalam hatinya. Sedih rasanya. Kenangan tentang kedekatan mereka mel

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 6

    Suara tangisan bayi terdengar saat Adrian dan Reina membuka pintu sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu ada sepasang suami istri dan satu wanita paruh baya di sana. Si suami sedang menggendong seorang bayi, dan istrinya masih setengah duduk di ranjang perawatan selesai melahirkan. “Adrian, kamu sudah datang, Nak?” sapa wanita paruh baya itu. Adrian tersenyum tipis. “Hai Mam, gimana keadaanmu Kak?” sahutnya sambil menyapa kakak perempuannya. “Seperti kelihatannya, aku selamat melahirkan keponakanmu.” Wanita yang berbaring tadi adalah kakak perempuan Adrian. Sheila Purnama, kakak perempuan satu-satunya Adrian. “Hai Rein, makasih ya sudah datang.” Sheila melihat ke arah wanita di sebelah adiknya. “Selamat atas kelahiran anak pertamanya Kak Sheila dan Kak Bara.” Reina memberikan sebuah kado pada Sheila. Dia melirik ke arah Bara sekilas sambil tersenyum. “Nak Reina ini, kenapa repot-repot sekali,” ujar Mama Adrian, Delina. “Nggak repot kok, Ma,” sahut Reina lalu memeluk Delina denga

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status