45. Galau
***
Kejadian yang bersangkutan dengan seseorang. Seseorang yang berarti dalam hidupnya. Masihkan bisa ia tetap menomor satukan Dia? Maka jawabannya adalah iya.
"Hah." Lagi-lagi ia mengembuskan napas kasar.
Seperti masih bisa ia rasa saat tubuh kekarnya memeluk erat tubuh mungil yang kedinginan.
Seperti masih bisa ia rasa kakinya yang lelah namun berusaha ditampik karena ada seseorang yang berharga dalam gendongannya.
Seperti masih bisa ia rasa tetesan-tetesan peluh yang mengalir di sudut keningnya kala
46. Acuh *** Ava baru saja selesai menjenguk Resti dan bayinya di rumah sakit. "Kamu mau aku antar pulang, Va?" tanya Clara yang sudah menaiki mobil sang kekasih. "Tidak. Aku akan naik taksi saja," jawab Ava dengan menggelengkan kepala. "Kamu yakin?" "Iya." Ia tersenyum manis. "Baiklah. Aku duluan kalau begitu." Mobil itu melaju, membuat ia mengangkat tangan untuk melambaikannya pada Clara. Ia harus berpisah dengan Clara saat kekasih perempuan itu menjemputnya tadi. Sejujurnya, ia merasa heran dengan sahabatnya yang satu itu. Bukankah beberapa waktu lalu Clara datang dan mengeluhkan sikap sang kekasih pada dirinya? Akan tetapi, kenapa sekarang sepertinya bauk-baik saja? Ava menghela napas dalam. Ah, yang namanya suatu hubungan tidak ada yang mulus bukan? Mungkin beberapa waktu lalu mereka memang
47. Mabuk *** Bohong jika Kafka tidak merindukan Ava. Bohong jika Kafka benar-benar melupakan Ava. Keputusannya untuk menjauhi Ava adalah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan. Nyatanya, Rasa cintanya yang teramat besar membuatnya tidak mampu melupakan Ava begitu saja. Ok. Dia memang memutuskan untuk menyerah dalam memperjuangkan cintanya terhadap Ava. Tapi tidak untuk menjauhinya. Ia benar-benar tidak sanggup akan hal itu. Alhasil, Kafka memutuskan untuk Memandang wajah cantik wanita yang ia cintai dari jauh. Mengikuti wanita itu jika ia memiliki waktu luang. Atau, membayar seseorang untuk selalu mengikuti Ava dan memintanya untuk senantiasa memberikan informasi apa pun mengenai Ava saat ia mempunyai urusan lain. Dan Siang tadi adalah puncaknya. Di mana ia mengikuti Ava sendiri tanpa orang bayarannya. Kafka melajukan mobil pada salah satu rumah sakit kala orang suruhannya memberi tah
48. Menginap *** "Kok dadakan, sih?" tanya Ava dengan suara tinggi ia terkejut dengan rencana yang baru saja dikatakan sang suami. Ia memanyunkan bibir beberapa Senti, menandakan bahwa perempuan itu tengah merajuk. Raut wajah cemberut yang tercetak di wajah Ava malah terlihat lucu bagi Rasya. Membuat or situ merasa gemas dan akhirnya mencium pipi Ava berulang kali."Mau bagaimana lagi. Ada masalah sama cabang di luar kota, Sayang," ucap Rasya penuh sesal. "Jangan ngambek dong." Pria itu memeluk pinggang sang istri, menempatkannya untuk saling berhadapan. "Ini sudah tugas aku, Sayang." Ava pun mengangguk lemah. "Ya sudah deh." Jari-jari Ava bermain di kancing kemeja sang suami. Sesaat kemudian ia mengingat suatu hal. Ava menoleh, melihat seseorang yang masih berada duduk nyaman di sofa rumahnya. Perempuan bermata hazzle itu menepuk keningnya pelan. "
49. Selingkuhan *** Rasya memandang keadaan rumahnya dengan wajah datar. Meretas ingatan akan seorang wanita yang telah dengan berani memasuki kediamannya dan sang istri. Rasya tahu, saat ini Ava tidak berada di rumah. Melainkan tengah berada di apartemen sang adik untuk merawat Kafka yang katanya baru saja dipukuli antek-antek klub malam. Dari mana ia tahu? Tentu saja. Sosok Ava yang merupakan istri patuh memberitahukan keberadaan pada dirinya. Ah, kalau mengingat adiknya itu Rasya berdecak menanggapi kelakuan Kafka yang selalu bertingkah sok jagoan. Lagi-lagi ia harus menggelengkan kepala. Tunggu! Untuk apa ia memikirkan sang adik? Saat ini, ada yang harus ia selesaikan. Rasya segera turun dari mobil dan memasuki rumah. Menampilkan wajah datar ia berjalan tergesa ke arah sebuah pintu. Sebuah ruangan di mana menyembunyikan seorang
50. Sentuhan *** "Saya ingin mandi." Panggilan 'saya' yang diucapkan Kafka benar-benar membuat Ava merasa sakit. Sudah sangat sejauh ini kah, jarak di antara mereka saat ini? "Biar aku bantu." Ava baru saja berniat membantu, ingin memegang lengan dan merangkul pundak Kafka, tetapi sayang, ucapan Kafka kemudian membuatnya terpaku. "Saya bisa sendiri. Anda tidak perlu repot-repot membantu saya. Nanti Anda susah." Satu titik air mata berhasil meluncur di pipi Ava. Menatap nanar tubuh Kafka yang terlihat tertatih agar sampai ke kamar mandinya. Setelah tubuh pria itu hilang dari balik pintu, aliran air mata Ava semakin deras. Merasakan sesak akan sikap Kafka terhadapnya. Namun, Ava segera menghapusnya. Tidak. Kafka saat ini sedang sendiri. Bagaimanapun pasti membutuhkan bantuannya. Itulah yang jadi pedomannya saat ini. Menghiraukan hal itu, Ava segera pergi ke dapur untuk membuatkan Kafka
51. Kepulangan Ava *** Rasya memeluk tubuh wanita cantik yang kini tengah berdiri memandangi kolam ikan di belakang rumahnya. Melingkarkan lengan kekar pada perut yang pusarnya terekspose itu, juga menumpukan dagu pada pundak wanita itu secara mesra. "Aku suka aromamu, Sayang," ucapnya di sela-sela menghirup aroma pada leher putih wanita itu. Sebuah usapan halus pada punggung tangan membuat pria itu tahu kalau wanita dalam dekapannya tengah menumpukan tangan mereka yang berada pada perut rata. Bagi Rasya, itu adalah sentuhan sebagai godaan. "Baby," ucapnya dengan suara serak. Oke. Dia tidak akan membuang waktu lagi. Kini, pria itu mulai bergerak menjalankan aksinya. "Rasya, kita baru saja melakukannya," ucap wanita itu kala tangan Rasya mulai menangkup dada sintal dengan bibir yang turut menciumi tengkuk juga menggigiti te
52. Kebahagiaan Kafka *** Selepas kepergian Ava, Kafka bangkit dari tempat tidurnya. Wajah yang sebelumnya ia pasang sendu, kini menampakkan sinarnya. Ia menunduk, memandang bukti keperkasaan dirinya yang layu. "Bagaimana, Little Kafka? Kau baru saja memenuhi sangkarmu setelah lama berpuasa. Kau puas sekarang?" tanyanya dengan mimik wajah jenaka. "Ya. Aku tahu kau sangat puas. Aku pun merasakannya." Pria itu melipat tangan di belakang kepala, menyandar pada kepala ranjang dengan wajah penuh dengan senyuman. Lihatlah lebih jelas maka kalian akan mendapati senyum kemenangan di sana. Kafka mulai membayangkan bagaimana kejadian semalam begitu mudah didapatkan. Tanpa ada paksaan untuk Ava. Bahkan perempuan itu seperti sangat menerimanya. "Kapan kita bisa seperti semalam lagi, Sayang?" tanyanya pada diri sendiri. Ah. Ia harus memikirkan cara lain lagi nanti. Kenin
53. Kecurigaan Yarendra *** "Kalian?" Dua orang yang tengah asyik dengan dunianya sendiri itu menoleh saat mendengar suara Ava. Keduanya tersenyum melihat perempuan bermata hazzle itu yang tengah berdiri di depan pintu pembatas antara ruang tengah dan kolam renang. Namun, terselip kelegaan dalam senyuman itu. Kelegaan karena keduanya menyelesaikan adegan panas mereka beberapa menit yang lalu sebelum kedatangan Ava yang bisa saja memergoki mereka. "Sayang, kamu sudah pulang?" Rasya bangkit, ia menghampiri Ava sembari merentangkan tangan bersiap untuk merangkul sang istri. Satu kecupan sayang ia daratkan setelah menggapai tubuh Ava. Drama yang sangat bagus Rasya. "Ya," jawabnya. Ava memejamkan mata sejenak menikmati ciuman sang suami di keningnya. Berulang kali meminta maaf karen