Share

Bab 3

Author: Bella Grace
Candice dengan susah payah menenangkan dirinya. Namun, ketika Terry seperti biasanya mencoba mencium sudut bibirnya, dia langsung menolak dan mendorongnya menjauh.

Terry terlihat canggung. Dia berdeham pelan untuk menutupi rasa malunya, lalu merenggangkan pelukan mereka dan mengulurkan tangan, meminta sesuatu darinya.

"Ngomong-ngomong, mana hadiah yang kamu bilang untukku?" tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Candice tersenyum kecil, meminta Terry menunggu sebentar. Dia naik ke lantai atas, masuk ke kamarnya, lalu mengambil kotak undangan pernikahan yang pernah mereka pilih bersama.

Dengan tenang, Candice mengambil pena dan mengganti nama pengantin pada undangan itu. Di bagian mempelai pria, dia menuliskan nama Gian, sementara di bagian mempelai wanita tetap tertulis namanya.

Setelah selesai, dia memasukkan undangan itu kembali ke dalam kotaknya, menutupnya rapat, dan membawanya ke lantai bawah. Dia menyerahkan kotak itu kepada Terry.

"Apa ini?" Terry bertanya dengan penasaran dan mencoba membuka kotaknya. Namun, Candice buru-buru menghentikannya.

"Tunggu sampai tanggal satu bulan depan untuk membukanya," jawabnya dengan senyum samar.

Mendengar tanggal tersebut, tangan Terry sedikit bergetar. Bukankah itu hari di mana dia berencana menikahi Vivian?

"Kenapa harus tanggal itu?" tanyanya sambil mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Karena tanggal satu bulan depan adalah hari baik yang seharusnya menjadi hari pernikahan kita," jawab Candice dengan senyum yang begitu menenangkan. Dia menempelkan lakban di kotak itu dan berkata, "Karena pernikahan kita ditunda, aku ingin memberimu hadiah istimewa. Nanti kamu akan mendapatkan kejutan."

Terry mengangguk dengan senang hati. "Baik, aku sangat suka kejutan," katanya sambil tersenyum lebar. Dia pun mencubit hidung Candice dengan manja dan memeluknya erat.

"Candice, hari ini aku benar-benar merasa sangat bahagia."

Bahagia?

Kilauan di mata Candice perlahan memudar. Namun, Terry sama sekali tidak menyadarinya.

Apa yang membuatnya bahagia? Mungkin karena berhasil melamar wanita lain tanpa sepengetahuan Candice. Dia pikir Candice benar-benar tidak tahu apa-apa.

Malam itu, Terry pergi mandi. Candice duduk di sofa, menggulirkan layar ponselnya. Tanpa sengaja, dia melihat unggahan salah satu teman Terry di media sosial.

Unggahan itu adalah video saat Terry berlutut melamar Vivian, lengkap dengan keterangan.

[ Cinta yang dulu diidamkan akhirnya menjadi kenyataan. Malam ini, ayo rayakan bersama di tempat biasa! ]

Candice terdiam sejenak. Ketika dia hendak membuka video itu, muncul sebuah komentar di bawahnya.

[ Berani banget kamu nge-post ini. Kamu udah blok Candice belum? ]

Orang itu menjawab.

[ Memangnya aku sebodoh itu? Tentu saja sudah aku blok dari dia. ]

Candice membaca komentar tersebut, sudut bibirnya melengkung menjadi senyuman penuh ejekan.

Dia teringat ketika baru saja menjalin hubungan dengan Terry, dia dibawa untuk bertemu dengan teman-teman dekatnya. Ketika melihat Candice, mereka semua menyapanya dengan akrab, memanggilnya "kakak ipar".

Mereka bahkan berkata, "Kakak Ipar, kalau Terry berani memperlakukanmu nggak baik, kasih tahu kami saja, kami pasti akan memberinya pelajaran!"

"Betul, Kak, tenang saja. Kami akan mengawasinya. Dia nggak akan berani macam-macam di luar. Kalau sampai dia punya wanita lain, kami pasti orang pertama yang akan memberitahumu."

Tapi sekarang? Semua orang itu justru bekerja sama membantu Terry menyembunyikan kenyataan bahwa dia akan menikahi wanita lain!

Hanya butuh beberapa detik, unggahan tersebut langsung dihapus. Tak lama kemudian, Terry keluar dari kamar mandi.

"Candice, kamu ...." Dia terlihat gugup. Rambutnya masih basah, bahkan belum sempat dikeringkan, dan dia tampak tergesa-gesa keluar dari kamar mandi.

"Ada apa?" Candice menatapnya tanpa ekspresi, seolah-olah tidak tahu apa-apa. Melihat bahwa dia tidak bereaksi apa pun, Terry menghela napas lega.

"Nggak ada apa-apa, aku cuma mau bilang, aku sudah selesai mandi."

"Mm," jawab Candice dengan singkat. Dia berdiri dan berjalan keluar dari kamar.

Namun, baru beberapa langkah keluar, dia mendengar Terry sedang berbicara di telepon dengan temannya.

"Kamu gila ya? Cepat hapus unggahan itu di media sosial! Kalau sampai Candice melihatnya, gimana? Aku sudah bilang, masalah ini nggak boleh dia tahu. Kalian mau mati, ya?"

"Tenang saja, sudah aku hapus. Kakak Ipar pasti nggak sempat lihat. Ngomong-ngomong, nggak datang ke acara perayaanmu sendiri itu gimana ceritanya? Vivian sudah datang, lho."
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Meta
Nah banjar kah?
goodnovel comment avatar
Retno wibowo
bagus banar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 27

    Setelah Candice pergi, pria itu perlahan-lahan keluar dari balik tiang. Hati Terry terasa hancur saat melihatnya pergi.Dia benar-benar mencintainya, benar-benar tidak bisa melupakan Candice. Namun, sekarang Candice membencinya dan tidak ingin bertemu dengannya lagi.Terry tidak ingin menyerah dan memutuskan untuk menunggunya kembali. Selama lebih dari sebulan ini, Terry banyak berubah.Pada akhirnya, Candice pulang. Terry segera pergi ke bandara, tetapi tidak menemukan dirinya. Sudah lebih dari sebulan mereka tidak bertemu, dia sangat merindukan Candice.Hal pertama yang dilakukan Candice setelah turun dari pesawat adalah pergi ke rumah sakit. Terry mendapat kabar dan langsung mengemudi ke rumah sakit. Ketika dia sampai, dia melihat Candice dan Gian baru saja keluar dari ruang dokter.Gian menggandeng tangan Candice dengan penuh kasih sayang. Kemudian, dia mengingatkan, "Dokter bilang kamu jangan makan es krim terlalu banyak lagi. Dengar, 'kan?""Sudah tahu! Cuma makan sedikit lebih b

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 26

    "Aku mau dia keluar dan ketemu aku! Aku mau dia pulang bersamaku!""Nggak mungkin." Gian mengeluarkan ponselnya. "Kalau kamu nggak pergi, aku lapor polisi.""Lapor saja! Lapor! Candice nggak akan biarkan aku masuk kantor polisi! Dia nggak akan tega!""Ya sudah, kita lihat saja."Gian langsung menelepon. Polisi pun menyeret Terry pergi. Terry masih berteriak memanggil nama Candice.Namun, Candice sama sekali tidak mendengarnya. Dia duduk di sofa bersama ibu Gian, menonton televisi. Mereka sedang asyik membahas drama cinta yang penuh konflik.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Itu panggilan dari kantor polisi. "Bu Candice, apa kamu mengenal Tuan Terry? Dia sedang mabuk dan terus membuat keributan, tolong datang ke sini."Candice menatap Gian. Dia tahu Gian yang menelepon polisi. "Maaf, Pak, aku nggak kenal dia." Dengan ekspresi datar, dia menutup telepon dan melanjutkan obrolannya dengan ibu Gian.Di kantor polisi, Terry tidak percaya Candice bisa mengabaikannya. "Nggak mungkin, dia nggak mu

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 25

    Namun, Gian menahan dirinya dan berkemudi ke depan apotek. Tidak lama kemudian, dia keluar dari apotek dan kembali ke mobil. Setelah itu, dia melepaskan kaus kaki Candice.Candice menatapnya bingung. "Kamu ngapain?""Aku mau periksa kakimu. Kamu keseleo, 'kan? Kalau sampai bengkak, bisa jadi masalah.""Terima kasih."Melihat sikap lembut Gian, Candice merasa tersentuh. Tanpa pikir panjang, dia menunduk untuk mencium pipi Gian.Ciuman ringan seperti itu membuat wajah dan telinga Gian sontak merah. Dia selalu menggoda Candice, tetapi ketika dia yang dicium, dia malah merasa panik dan bingung.Melihatnya yang lucu seperti itu, Candice tertawa pelan. "Ternyata kamu bisa malu juga?""Siapa yang malu?" Gian mengurut pergelangan kaki Candice.Seketika, Candice merintih pelan. "Ah!"Gian langsung melepaskan tangannya dengan cepat. "Sakit?""Nggak."Candice menggeleng. Tiba-tiba, bayangan Terry muncul di benaknya. Dulu saat dia keseleo, Terry juga akan membeli minyak untuknya dan memijatnya.Sa

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 24

    Melihat pemandangan ini, Terry hampir meledak karena amarahnya. "Gian, lepaskan dia! Aku nggak akan izinin kamu menyentuhnya!"Terry menyerbu ke depan, berusaha memisahkan keduanya. Gian hanya menghindar sedikit. Terry kehilangan keseimbangan dan langsung terjatuh ke tanah. Dia berguling-guling sebelum akhirnya berhenti, penampilannya sangat memalukan.Orang-orang di sekitar menonton dan menghujat Terry."Mampus, dia sendiri yang melakukan kesalahan. Sekarang menyesal, tapi sudah terlambat.""Cinta yang datang terlambat itu nggak ada artinya! Waktu nggak bisa diputar kembali!"Gian menatapnya sambil tersenyum dingin. "Terry, aku peringatkan sekali lagi, jangan ganggu kami. Sekarang Candice istriku dan akan selalu menjadi istriku! Kamu nggak bisa merebutnya!"Terry berdiri dari tanah dengan susah payah. "Orang yang sudah nikah masih bisa cerai! Gian, jangan puas terlalu cepat! Candice mencintaiku!""Kamu nggak tahu, pernikahan militer itu dilindungi oleh hukum?" Gian berpikir sejenak. "

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 23

    Udara di arena pacuan kuda sangat segar, pemandangannya indah. Suasana hati Candice menjadi lebih baik."Kemari." Pria di kejauhan melambaikan tangan kepadanya, Candice merasa agak bingung. Setiap gerak-gerik pria tampan itu tampak sangat elegan.Gian mengenakan pakaian berkuda, menarik seekor kuda kecil. Senyuman di bibir membuat para gadis di sekitarnya tergila-gila. Mereka mengeluarkan ponsel dan mulai memotret Gian tanpa henti. Bahkan, ada yang mendekat untuk meminta nomor telepon.Candice mengernyit, ekspresinya langsung berubah menjadi kesal. Dia bergegas menghampiri, lalu mengambil ponsel orang itu dan memasukkan serangkaian angka."Nomornya.""Terima kasih!"Gadis itu senang sekali, seperti mendapat harta karun. Kemudian, dia pergi.Gian bertanya dengan penasaran, "Kamu benaran kasih dia?""Ya, aku kasih nomorku." Candice mengangkat alis. "Kenapa? Kamu mau kasih nomormu?""Hehe, kamu cemburu ya?"Gian tampak puas dengan reaksi Candice. Dia tersenyum penuh kasih sayang padanya,

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 22

    Saat terbangun, Vivian sudah dibawa ke bangsal biasa. Perutnya terasa kosong, anaknya sudah meninggalkannya. Terry mengutus seseorang untuk memberinya sebuah kartu bank."Di dalam kartu ini ada 10 miliar, Pak Terry yang meminta kami memberikannya kepadamu." Saat melihat kartu itu, hati Vivian terasa sangat dingin.Sepuluh miliar? Sebelumnya hanya 2 miliar. Setelah menggugurkan anak, nilai dirinya langsung melonjak."Pak Terry juga membelikan tiket pesawat, pesawatnya siang ini.""Siang ini?"Vivian tersenyum dingin, tidak menyangka Terry akan begitu membencinya. Dia baru selesai menjalani operasi, sementara Terry sudah ingin dia benar-benar menghilang dari hidupnya."Aku ingin bertemu dengannya.""Maaf, Pak Terry bilang nggak ingin bertemu denganmu." Usai berbicara, pria itu mengunci pintu bangsal. "Kami akan mengantarmu ke bandara nanti."Vivian hanya bisa memegang kartu itu, lalu tiba-tiba tergelak. Pada saat yang sama, air mata juga berlinang di wajahnya. "Aku nggak seharusnya kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status