Share

Bab 3

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-27 18:00:41

"Alexander?" desah Briony saat akal sehatnya kembali berfungsi. Tak ingin terlibat dengan laki-laki itu, ia cepat-cepat merapatkan pintu. Sayangnya, Alexander sudah lebih dulu menahan pintu dengan lengannya. 

"Alex, mau apa kamu ke sini? Bukankah kamu tidak mau bertemu denganku lagi? Karena itu, cepat pergi! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" seru Briony sembari mendorong pintu. Akan tetapi, Alexander malah mendesaknya mundur. 

"Kau bilang tidak mau berurusan denganku lagi?" Pria itu mendengus. Kemudian, dengan satu sentakan, Briony terhuyung-huyung ke belakang. Pintu terbuka lebar dan Alex pun masuk dengan tampang sangar. Suaranya meledak, "Lalu kenapa kau menulis tentang kita?" 

Briony terperanjat. Mulutnya ternganga lebar. Tak ingin menjelaskan perbuatannya, ia memasang raut tanpa dosa. "Menulis apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Aku—"

Briony terkesiap. Matanya terpelotot. Tangannya memukul-mukul tangan kekar yang kini mencengkeram lehernya. "Hei .... A-apa yang k-kau lakukan?" tanyanya dengan susah payah. 

"Jelaskan kepadaku! Untuk apa kau mengungkit masa lalu? Kau mau menyindirku? Atau mengutukku?" Suara Alex memekakkan telinga. 

Briony berkedip-kedip kebingungan. Alisnya tertaut erat. "M-mengungkit apa? Aku tidak melakukan apa-apa."

"Jangan berlagak bodoh! Kau pikir aku tidak tahu? Summer Breeze itu kamu!" Alex menyebut nama pena Briony. Cengkeramannya menguat. 

Briony pun kesulitan bernapas. Ia tidak mampu lagi menjawab. Dengan wajah yang semakin merah, ia mulai mendorong lengan Alex. Saat itulah, Alex mendesaknya mundur hingga punggungnya menempel ke dinding. Tangan kasarnya kini mengunci kedua lengan Briony agar tidak berkutik. 

"Berhentilah menganggapku bodoh! Aku tahu betul kalau Brisia itu kau dan Xander itu aku. Kau juga menyamarkan nama Caroline menjadi Carrie," hardik Alex. 

Briony terengah-engah. Sesekali ia terbatuk. Saat kadar oksigen dalam tubuhnya kembali normal, ia mendengus sinis. "Ternyata kau belum melupakan aku? Kau masih mengamati gerak-gerikku?" gumamnya, membuat darah Alex semakin mendidih. 

"Bukumu adalah bestseller dari perusahaan sainganku! Bagaimana mungkin aku tidak tahu? Justru kaulah yang masih mengamati aku dan Caro. Apa tujuanmu, hah? Apakah kau sengaja menjelek-jelekkan hubungan aku dan Caro? Kau mau menjatuhkan kami?" tuduh Alex. 

Briony menggeleng. "Apakah aku tidak boleh menulis berdasarkan pengalamanku sendiri? Ide awal bukuku memang tentang hubungan kita, tapi selebihnya adalah imajinasiku. Itu cerita karangan belaka."

"Begitukah? Cerita karangan? Tapi kenapa semua hal yang kau tulis itu nyata? Pernikahanku di pantai, bulan madu kami di Lofoten, apartemen yang kuhadiahkan untuk Caro, dan bahkan nama anak kami. Mungkinkah semua itu kebetulan? Atau kau mau melampiaskan rasa irimu terhadap Caro lewat buku murahanmu itu?" 

Briony mengernyit tak senang. "Jaga mulutmu! Bukuku bukan buku murahan. Aku menulisnya dengan penuh perjuangan."

"Perjuangan men-stalking mantan, maksudmu?"

"Aku tidak pernah men-stalking-mu!" sanggah Briony, jengkel. "Apakah kau lupa?Kau sendiri yang berkoar-koar tentang pernikahan kalian yang hangat, bulan madu yang romantis, juga apartemen kalian yang megah. Aku justru baru tahu sekarang kalau kau benar-benar menamai anak kalian Andrew. Yang seharusnya bertanya sekarang itu aku. Kenapa kau memakai nama pilihanku?" 

"Dia anakku. Terserah aku mau menamainya apa."

"Begitu juga dengan bukuku. Itu cerita karanganku. Terserah aku mau menulis alur yang seperti apa," balas Briony dengan nada bicara yang sama. "Sekarang lepaskan aku. Aku akh ...."

Briony meringis. Alex baru saja menyentak tubuhnya dan menekannya lebih rapat ke dinding. 

"Kau pikir bisa lolos begitu saja? Jelaskan dulu apa motifmu menulis cerita itu? Kau iri, kan? Kau berharap pernikahanku dengan Caro tidak bahagia? Karena itu kau menceritakan karakternya berselingkuh dan pernikahan kami hancur?" desak Alex. 

Briony berusaha melepaskan diri, tetapi gagal. Tenaga Alex terlalu besar. Sebelum ia melontarkan protes, Alex melanjutkan, "Asal kau tahu. Pernikahan aku dan Caro bahagia. Hubungan kami baik-baik saja. Jadi imajinasimu tidak akan pernah terwujud. Sampai kiamat pun, aku tidak akan pernah berlutut di depanmu." 

"Aku juga tidak berharap kau berlutut di depanku. Karena aku tidak butuh maafmu! Sekarang lepaskan aku! Ini sakit," pinta Briony, meringis. 

Akan tetapi, Alex tetap menyudutkannya. "Tidak, sampai kau mengakui kesalahanmu dan berjanji untuk menghapus buku sialan itu." 

Briony terbelalak. Kejengkelannya semakin memuncak. "Kau gila? Mana mungkin aku menghapus hasil kerja kerasku?"

Alex menggertakkan geraham. Nada bicaranya menukik dan menusuk. "Kau menolak? Kau ingin terus mengutuk aku dan Caro lewat buku itu?" 

"Mengutuk apanya? Aku hanya ingin berkarya—" 

"Omong kosong!" sergah Alex, arogan. "Akui saja kau iri! Aku sekarang bahagia bersama Caro, sedangkan kau menderita sendirian. Kalau kau tidak menghapus buku itu—akh!" 

Alex tiba-tiba mundur dan membungkuk. Tangannya melindungi selangkangan. Ia tidak menduga bahwa Briony bisa menyerang titik itu dengan kakinya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 8

    "Baiklah, aku minta maaf karena kurang berhati-hati saat berkendara. Tapi, bukan cuma aku yang mendapat pelajaran hari ini. Kamu juga, kan?" tanya Briony kepada Andrew. Bocah itu enggan mengangguk. "Pelajaran apa? Untuk tidak menyeberangi jalan sendirian? Aku sudah tahu itu dari dulu. Aku tidak akan melakukannya kalau Nyonya Powell mau mendengarkan aku."Briony mendengus geli. Sifat tak mau kalah Andrew yang lucu itu terkesan familiar baginya. "Baiklah, aku paham. Aku akan membeli bola jika waktuku sudah senggang. Tapi berjanjilah untuk tidak menyeberang sembarangan lagi. Mengerti?" Raut Andrew berubah kecut. Meskipun demikian, kepalanya tetap mengangguk. "Baiklah. Aku tidak akan mengulanginya lagi.""Bagus. Sekarang ayo kuantar pulang. Berterimakasihlah kepada dokter dan perawat," Briony menepuk punggung Andrew dua kali. Andrew pun turun dari kursi. Ia mendongak menatap Briony. "Kau tidak perlu mengantarku pulang. Papa pasti sudah menungguku di luar. Aku yakin dia akan mengajakku

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 7

    Briony menelan ludah. Tubuhnya kini terasa tegang. "L-lalu, siapa nama ayahmu?" tanyanya ragu. Belum sempat Andrew menjawab, radiografer tadi sudah kembali menghampiri mereka. "Selesai. Kita sudah mendapatkan hasil foto lenganmu."Mata Andrew membulat. Ia sudah lupa dengan pertanyaan Briony. "Benarkah? Secepat itu? Mana hasilnya? Aku mau melihat tulangku." "Kamu bisa melihatnya di ruang dokter. Sekarang, biar aku pindahkan kamu ke kursi roda. Tolong jangan banyak bergerak supaya kamu tidak merasa sakit," ujar sang radiografer seraya melaksanakan tugasnya. Sementara itu, Briony masih memikirkan pertanyaannya tadi. Mungkinkah Andrew adalah putra Alex? Namun, dunia tidak selebar daun kelor. Mana mungkin takdirnya sekonyol itu? "Ya, ini pasti hanya kebetulan. Yang bernama Andrew bukan cuma anak Alex. Itu nama yang pasaran," pikirnya, meyakinkan diri sendiri. Namun, saat pintu ruang pemeriksaan dibuka, keyakinannya goyah. Sang nanny memanggil Andrew dengan nama yang familiar. "Tuan Mu

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 6

    Briony meringis. "Anda salah paham. Dia bukan putra saya."Sang radiografer mengerutkan alis. "Lalu? Anda ini siapa? Kenapa Anda menemaninya di sini?" Briony menggigit bibir. Ia malu mengakui bahwa dirinyalah penyebab lengan sang anak patah."Tidak masalah. Biar saya coba," ujar Briony, mengelak dari pertanyaan. Kemudian, ia mendekatkan wajahnya kepada si bocah. Sambil tersenyum manis, ia berkata, "Anak Manis, jangan takut. Alat ini tidak menggigit. Dia cuma digunakan untuk mengambil foto. Tidak akan terasa sakit."Sayangnya, si bocah tetap meronta-ronta. "Bohong! Kalian pasti mau memotong tanganku. Aku tidak mau kehilangan tanganku. Aku masih mau menggunakannya!" Briony tercengang. Ia tidak menduga kalau bocah itu akan memberinya jawaban di luar nalar. "Memotong tangan?" Briony mengulang asumsi si bocah dengan nada tak percaya. Selang satu kedipan, tawanya pecah. Bukan hanya radiografer, tetapi anak yang semula merengek itu juga bingung dibuatnya. "Kenapa kamu tertawa?" selidik s

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 5

    Satu jam kemudian, Briony meluncur menuju kantor Savior. Sesekali ia melirik jok sebelah. Setiap mendapati kondisi laptopnya yang memprihatinkan, ia mencengkeram kemudi lebih kencang. Tak ingin menghabiskan lebih banyak air mata, ia pun menelepon sepupunya lewat monitor dasbor yang terhubung dengan ponselnya, "Halo, Emily. Kamu masih di rumah atau sudah di kantor?" "Aku masih di rumah. Ada apa, Bri?""Kau tahu Louis di mana? Aku meneleponnya beberapa kali, tapi tidak diangkat. Sky dan Summer juga begitu. Apa yang sedang mereka sekeluarga lakukan?" Tawa kecil Emily terdengar renyah. "Kau lupa? Mereka sedang sibuk mengurus anggota keluarga mereka yang baru. Entah kenapa, Storm rewel pagi ini. Summer melarang Louis berangkat kerja. Dia mau ayahnya tetap bersama mereka sampai adik kecilnya tenang. Sepertinya itu akan lama." Briony menghela napas berat. "Itu artinya aku harus putar arah. Aku tidak mungkin sabar menunggunya di kantor," gumamnya samar. Emily mendeteksi keresahan Briony.

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 4

    Briony berdiri tegak. Ia bangga dirinya berhasil keluar dari kungkungan sang mantan. Ia juga puas melihat laki-laki itu kesakitan. "Dengarkan aku baik-baik, Alex. Aku tidak pernah iri kepada istrimu. Aku justru bersyukur dia merebutmu. Aku jadi terbebas dari orang toxic seperti dirimu dan ibumu. Sekarang, aku punya kehidupanku sendiri. Kalau kau baca bukuku, kau seharusnya tahu kalau aku sudah punya kekasih yang jauh lebih baik darimu. Jadi tolong pergi dari rumahku dan jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Briony, lantang. Sambil menahan sakit, Alex mencibir. "Kau pikir aku percaya? Kau sendiri yang bilang kalau cerita itu hanyalah karangan. Pacar impianmu itu fiktif, kan?" Napas Briony tersendat. Kepalan tangannya mengerat. "Tentu saja dia nyata. Tunggu sampai kau bertemu dengannya. Kau pasti akan terpukau. Dia jauh lebih hebat darimu," Briony berusaha terdengar meyakinkan. Sambil tertawa sinis, Alex menegakkan badan. "Kau masih suka membual, rupanya. Mana ada laki-laki hebat ya

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 3

    "Alexander?" desah Briony saat akal sehatnya kembali berfungsi. Tak ingin terlibat dengan laki-laki itu, ia cepat-cepat merapatkan pintu. Sayangnya, Alexander sudah lebih dulu menahan pintu dengan lengannya. "Alex, mau apa kamu ke sini? Bukankah kamu tidak mau bertemu denganku lagi? Karena itu, cepat pergi! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" seru Briony sembari mendorong pintu. Akan tetapi, Alexander malah mendesaknya mundur. "Kau bilang tidak mau berurusan denganku lagi?" Pria itu mendengus. Kemudian, dengan satu sentakan, Briony terhuyung-huyung ke belakang. Pintu terbuka lebar dan Alex pun masuk dengan tampang sangar. Suaranya meledak, "Lalu kenapa kau menulis tentang kita?" Briony terperanjat. Mulutnya ternganga lebar. Tak ingin menjelaskan perbuatannya, ia memasang raut tanpa dosa. "Menulis apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Aku—"Briony terkesiap. Matanya terpelotot. Tangannya memukul-mukul tangan kekar yang kini mencengkeram lehernya. "Hei .... A-apa yang k-kau lakukan?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status