Share

Bab 2

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-27 18:00:31

"Aku dengar kamu berniat melamar seseorang hari ini. Siapa lagi yang akan kamu lamar kalau bukan aku?" jawabku, masih berusaha untuk tertawa.

Akan tetapi, Xander malah mendengus. "Apakah aku menyuruhmu kemari?" 

Senyumku sepenuhnya sirna. "Tidak, tapi ... aku pacarmu. Kita sudah berencana untuk menikah, dan cincin berlian pink itu adalah cincin yang pernah kamu janjikan untukku. Kamu tidak mungkin memberikannya kepada orang lain, kan?"

Aku tidak bisa lagi berpura-pura baik-baik saja. Mataku mulai memerah. Apalagi, ibu Xander menarik lenganku dengan kasar. 

"Heh, gadis kampung! Kamu itu tidak diundang ke sini. Berani-beraninya kamu datang kemari dan merusak lamaran putraku?" 

"Tapi ...." Tenggorokanku tercekat. Mataku semakin panas. "Xander, tolong berhentilah bercanda. Ini tidak lucu."

Xander akhirnya beranjak dari posisi. Ia berdiri tepat di hadapanku, berbisik, "Aku tidak bercanda, Bri. Aku sudah memutuskan kalau kita tidak bisa bersama lagi. Aku memilih Carrie. Dia lebih pantas untukku. Jadi sekarang, pergilah dari hadapanku dan jangan pernah dekati aku lagi." 

Napasku tertahan. Air mataku mulai berjatuhan. "Tapi, kenapa? Kita masih baik-baik saja—" 

"Kamu ini tidak tahu diri, rupanya. Kamu berani bertanya kenapa?" Ibu Xander mendengus. Kesannya penuh hinaan. "Putraku sekarang adalah pebisnis sukses. Dia layak bersanding dengan perempuan dari kalangan atas juga. Bukan dengan benalu sepertimu, yang seumur hidup hanya bisa bergantung pada keluarga pamanmu!" 

Wanita paruh baya itu mendorong pundakku dengan telunjuk. Tenaganya tidak seberapa, tetapi rasa sakit yang kurasakan teramat besar. 

Apalagi, Xander lanjut melamar Carrie. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang mencemooh diriku. Ia bahkan tidak menoleh saat aku diseret keluar dan tersungkur di depan pintu. 

Hari itu adalah mimpi terburuk dalam hidupku. Aku hanya bisa terisak, sadar bahwa janji-janjinya hanyalah ucapan dan mimpi-mimpiku hanyalah khayalan. Aku tidak punya pilihan selain melanjutkan hidup dengan kepedihan yang kuharap cepat hilang, dengan kesendirian yang kuanggap sebagai kutukan. 

Namun, sekarang, di saat aku sudah melepas kesedihan, Xander datang. Dia berlutut di depanku, memohon maaf dan juga kesempatan. Semua karena dia sadar telah memilih wanita yang salah—wanita yang berselingkuh darinya dan menelantarkan anak mereka. 

Haruskah aku mengasihaninya? 

Tidak. 

Aku pernah mencintainya dengan tulus, dan dibayar dengan pengkhianatan. Aku sudah memberinya sisi terbaik dariku, tapi dia sia-siakan. 

Aku tidak mau lagi dicampakkan. Bagaimana pun cara dia membujukku, aku tidak akan kembali ke pelukannya. Dia bukan lagi laki-laki paling berarti dalam hidupku. Dia sudah lama kubuang. 

Jadi sekarang, haruskah aku menendangnya, mengutuk, dan meludahinya seperti yang dia dan ibunya pernah lakukan? Atau, haruskah aku berlari menuju kekasihku dan mengecup bibirnya mesra? Adakah cara lain yang lebih halus tetapi menyakitkan untuk dijadikan pembalasan?

Bersambung .... 

*** 

Briony senyum-senyum sendiri membaca bab terbaru dari novel karangannya yang ia publikasikan di Little Sparks semalam. Ia bahkan bertepuk tangan untuk dirinya sendiri dan bersorak penuh kemenangan.

"Aku memang brilian! Lihatlah betapa banyak kunang-kunang yang kudapatkan! Pantas saja novelku memuncaki peringkat populer harian. Pembaca pasti senang dan tidak sabar menunggu kelanjutannya. Oh, komentarnya juga sudah ribuan!" 

Ia memeriksa apa saja yang pembacanya kirim di sana. 

"Laki-laki seperti Xander tidak layak diberi kesempatan. Masukkan saja dia ke karung lalu buang ke laut! Biarkan dia jadi makanan hiu!" 

"Xander adalah narsistik sejati! Bisa-bisanya dia berpikir Brisia masih mencintainya? Apakah dia merasa kalau dirinya paling tampan sejagad raya? Kalau aku jadi Brisia, aku pasti sudah muntah di wajahnya!" 

"Ayo, Brisia! Buktikan kalau kamu tidak butuh laki-laki payah seperti Xander! Hempaskan dia ke planet terjauh! Ingat bagaimana dia dulu memperlakukanmu! Buat dia merasakan penderitaan yang lebih buruk dari penderitaanmu!" 

Briony tersenyum puas melihat luapan emosi di kolom komentar. Ia bangga karena para pembaca sangat mendukung dan berada di pihaknya. 

"Kalian benar. Brisia tidak butuh Xander. Dia juga bisa hidup tanpa laki-laki itu. Sekarang, dia sudah bahagia dengan impian baru. Menjadi penulis sukses yang punya banyak pendukung," gumam Briony dengan mata terlapisi keharuan. Kenangan pahit terbersit cepat dalam benaknya. Sebelum dirinya tenggelam dalam masa lalu, ia membetulkan posisi duduk dan menghela napas panjang. "Cukup, Briony. Jangan memikirkan yang telah berlalu. Ayo tulis bab baru! Para pembaca sudah menunggu."

Tangan Briony bersiap di atas keyboard laptop. Otaknya siap meramu kelanjutan kisah Brisia dan Xander. Saat itulah, seseorang mengetuk pintu. Berpikir bahwa sarapannya datang, wajah Briony langsung bersemu. 

"Tunggu sebentar!" Ia menghampiri pintu, tidak sabar ingin menyambut salad ayamnya. Namun, begitu pintu terbuka, keceriannya lenyap. Napasnya tersekat. 

Seorang pria sedang berdiri dengan tangan terkepal erat. Wajahnya kecut. Sorot matanya tajam. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 8

    "Baiklah, aku minta maaf karena kurang berhati-hati saat berkendara. Tapi, bukan cuma aku yang mendapat pelajaran hari ini. Kamu juga, kan?" tanya Briony kepada Andrew. Bocah itu enggan mengangguk. "Pelajaran apa? Untuk tidak menyeberangi jalan sendirian? Aku sudah tahu itu dari dulu. Aku tidak akan melakukannya kalau Nyonya Powell mau mendengarkan aku."Briony mendengus geli. Sifat tak mau kalah Andrew yang lucu itu terkesan familiar baginya. "Baiklah, aku paham. Aku akan membeli bola jika waktuku sudah senggang. Tapi berjanjilah untuk tidak menyeberang sembarangan lagi. Mengerti?" Raut Andrew berubah kecut. Meskipun demikian, kepalanya tetap mengangguk. "Baiklah. Aku tidak akan mengulanginya lagi.""Bagus. Sekarang ayo kuantar pulang. Berterimakasihlah kepada dokter dan perawat," Briony menepuk punggung Andrew dua kali. Andrew pun turun dari kursi. Ia mendongak menatap Briony. "Kau tidak perlu mengantarku pulang. Papa pasti sudah menungguku di luar. Aku yakin dia akan mengajakku

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 7

    Briony menelan ludah. Tubuhnya kini terasa tegang. "L-lalu, siapa nama ayahmu?" tanyanya ragu. Belum sempat Andrew menjawab, radiografer tadi sudah kembali menghampiri mereka. "Selesai. Kita sudah mendapatkan hasil foto lenganmu."Mata Andrew membulat. Ia sudah lupa dengan pertanyaan Briony. "Benarkah? Secepat itu? Mana hasilnya? Aku mau melihat tulangku." "Kamu bisa melihatnya di ruang dokter. Sekarang, biar aku pindahkan kamu ke kursi roda. Tolong jangan banyak bergerak supaya kamu tidak merasa sakit," ujar sang radiografer seraya melaksanakan tugasnya. Sementara itu, Briony masih memikirkan pertanyaannya tadi. Mungkinkah Andrew adalah putra Alex? Namun, dunia tidak selebar daun kelor. Mana mungkin takdirnya sekonyol itu? "Ya, ini pasti hanya kebetulan. Yang bernama Andrew bukan cuma anak Alex. Itu nama yang pasaran," pikirnya, meyakinkan diri sendiri. Namun, saat pintu ruang pemeriksaan dibuka, keyakinannya goyah. Sang nanny memanggil Andrew dengan nama yang familiar. "Tuan Mu

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 6

    Briony meringis. "Anda salah paham. Dia bukan putra saya."Sang radiografer mengerutkan alis. "Lalu? Anda ini siapa? Kenapa Anda menemaninya di sini?" Briony menggigit bibir. Ia malu mengakui bahwa dirinyalah penyebab lengan sang anak patah."Tidak masalah. Biar saya coba," ujar Briony, mengelak dari pertanyaan. Kemudian, ia mendekatkan wajahnya kepada si bocah. Sambil tersenyum manis, ia berkata, "Anak Manis, jangan takut. Alat ini tidak menggigit. Dia cuma digunakan untuk mengambil foto. Tidak akan terasa sakit."Sayangnya, si bocah tetap meronta-ronta. "Bohong! Kalian pasti mau memotong tanganku. Aku tidak mau kehilangan tanganku. Aku masih mau menggunakannya!" Briony tercengang. Ia tidak menduga kalau bocah itu akan memberinya jawaban di luar nalar. "Memotong tangan?" Briony mengulang asumsi si bocah dengan nada tak percaya. Selang satu kedipan, tawanya pecah. Bukan hanya radiografer, tetapi anak yang semula merengek itu juga bingung dibuatnya. "Kenapa kamu tertawa?" selidik s

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 5

    Satu jam kemudian, Briony meluncur menuju kantor Savior. Sesekali ia melirik jok sebelah. Setiap mendapati kondisi laptopnya yang memprihatinkan, ia mencengkeram kemudi lebih kencang. Tak ingin menghabiskan lebih banyak air mata, ia pun menelepon sepupunya lewat monitor dasbor yang terhubung dengan ponselnya, "Halo, Emily. Kamu masih di rumah atau sudah di kantor?" "Aku masih di rumah. Ada apa, Bri?""Kau tahu Louis di mana? Aku meneleponnya beberapa kali, tapi tidak diangkat. Sky dan Summer juga begitu. Apa yang sedang mereka sekeluarga lakukan?" Tawa kecil Emily terdengar renyah. "Kau lupa? Mereka sedang sibuk mengurus anggota keluarga mereka yang baru. Entah kenapa, Storm rewel pagi ini. Summer melarang Louis berangkat kerja. Dia mau ayahnya tetap bersama mereka sampai adik kecilnya tenang. Sepertinya itu akan lama." Briony menghela napas berat. "Itu artinya aku harus putar arah. Aku tidak mungkin sabar menunggunya di kantor," gumamnya samar. Emily mendeteksi keresahan Briony.

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 4

    Briony berdiri tegak. Ia bangga dirinya berhasil keluar dari kungkungan sang mantan. Ia juga puas melihat laki-laki itu kesakitan. "Dengarkan aku baik-baik, Alex. Aku tidak pernah iri kepada istrimu. Aku justru bersyukur dia merebutmu. Aku jadi terbebas dari orang toxic seperti dirimu dan ibumu. Sekarang, aku punya kehidupanku sendiri. Kalau kau baca bukuku, kau seharusnya tahu kalau aku sudah punya kekasih yang jauh lebih baik darimu. Jadi tolong pergi dari rumahku dan jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Briony, lantang. Sambil menahan sakit, Alex mencibir. "Kau pikir aku percaya? Kau sendiri yang bilang kalau cerita itu hanyalah karangan. Pacar impianmu itu fiktif, kan?" Napas Briony tersendat. Kepalan tangannya mengerat. "Tentu saja dia nyata. Tunggu sampai kau bertemu dengannya. Kau pasti akan terpukau. Dia jauh lebih hebat darimu," Briony berusaha terdengar meyakinkan. Sambil tertawa sinis, Alex menegakkan badan. "Kau masih suka membual, rupanya. Mana ada laki-laki hebat ya

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 3

    "Alexander?" desah Briony saat akal sehatnya kembali berfungsi. Tak ingin terlibat dengan laki-laki itu, ia cepat-cepat merapatkan pintu. Sayangnya, Alexander sudah lebih dulu menahan pintu dengan lengannya. "Alex, mau apa kamu ke sini? Bukankah kamu tidak mau bertemu denganku lagi? Karena itu, cepat pergi! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" seru Briony sembari mendorong pintu. Akan tetapi, Alexander malah mendesaknya mundur. "Kau bilang tidak mau berurusan denganku lagi?" Pria itu mendengus. Kemudian, dengan satu sentakan, Briony terhuyung-huyung ke belakang. Pintu terbuka lebar dan Alex pun masuk dengan tampang sangar. Suaranya meledak, "Lalu kenapa kau menulis tentang kita?" Briony terperanjat. Mulutnya ternganga lebar. Tak ingin menjelaskan perbuatannya, ia memasang raut tanpa dosa. "Menulis apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Aku—"Briony terkesiap. Matanya terpelotot. Tangannya memukul-mukul tangan kekar yang kini mencengkeram lehernya. "Hei .... A-apa yang k-kau lakukan?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status