Share

Bab 4

Author: Pixie
last update Last Updated: 2025-08-27 18:00:51

Briony berdiri tegak. Ia bangga dirinya berhasil keluar dari kungkungan sang mantan. Ia juga puas melihat laki-laki itu kesakitan. 

"Dengarkan aku baik-baik, Alex. Aku tidak pernah iri kepada istrimu. Aku justru bersyukur dia merebutmu. Aku jadi terbebas dari orang toxic seperti dirimu dan ibumu. Sekarang, aku punya kehidupanku sendiri. Kalau kau baca bukuku, kau seharusnya tahu kalau aku sudah punya kekasih yang jauh lebih baik darimu. Jadi tolong pergi dari rumahku dan jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Briony, lantang. 

Sambil menahan sakit, Alex mencibir. "Kau pikir aku percaya? Kau sendiri yang bilang kalau cerita itu hanyalah karangan. Pacar impianmu itu fiktif, kan?" 

Napas Briony tersendat. Kepalan tangannya mengerat. "Tentu saja dia nyata. Tunggu sampai kau bertemu dengannya. Kau pasti akan terpukau. Dia jauh lebih hebat darimu," Briony berusaha terdengar meyakinkan. 

Sambil tertawa sinis, Alex menegakkan badan. "Kau masih suka membual, rupanya. Mana ada laki-laki hebat yang mau denganmu? Lagi pula, apa susahnya mengaku kalau kau masih mengharapkan aku?"

"Aku tidak mengharapkanmu!" sanggah Briony dengan penekanan penuh. 

"Kalau begitu, segera hapus bukumu! Aku tidak sudi jika istriku jadi bahan hujatan pembacamu." 

Kepala Briony kembali terdorong mundur. "Kau berlindung di balik nama Caro? Apa susahnya mengaku kalau kau merasa tersindir dengan ceritaku? Kau masih saja pengecut, rupanya." 

Merasa tertohok, Alex menarik napas dalam-dalam. Pundaknya mulai bergetar. Begitu juga dengan matanya yang dihiasi guratan merah. "Baiklah. Kalau kau tidak mau melakukannya, biar aku saja," putusnya.

Alex pun berjalan cepat menuju meja. Briony terkesiap melihat laptopnya sedang terbuka di sana. Sebelum Alex berhasil meraihnya, Briony cepat-cepat merebutnya. Sayangnya, Alex tidak membiarkannya lolos begitu saja. Pria itu kembali mencengkeram lengannya. 

"Hei, lepaskan aku! Kau mau kutendang lagi! Kau tidak takut jika Andrew tidak bisa punya adik?" ancam Briony sambil memeluk laptopnya yang masih dalam keadaan terbuka. 

Alex tidak mau mendengarkan. Ia terus berusaha merebut laptop. Hingga akhirnya, bunyi patahan terdengar. Mata Briony nyaris melompat keluar saat menyadari benda kesayangannya itu telah terbagi menjadi dua. 

"Beep Beep?" Briony memanggil laptopnya seolah itu sesuatu yang bernyawa. Wajahnya memucat. Bola matanya bergetar mengamati keyboard di tangannya dan layar di tangan sang mantan. 

Alex juga tersentak. Ia tidak menyangka laptop tua itu begitu rapuh. Diam-diam, ia merasa bersalah. Ia masih ingat betapa berharganya Beep Beep bagi Briony. 

"Alexander White, kenapa kau merusak Beep Beep? Dia peninggalan nenekku," desah Briony dengan suara serak. Air matanya nyaris tumpah. 

Alex berdeham. Ia kembalikan layar laptop ke tangan Briony. Tampangnya kini dibuat tak acuh. "Peninggalan apanya? Mendiang nenekmu hanya menitipkan uang. Kau sendiri yang membeli laptop itu," tuturnya kaku. 

"Tapi aku membeli Beep Beep dengan uang itu! Secara tidak langsung, Beep Beep adalah peninggalan nenekku. Kau tega merusaknya?" Suara Briony bertambah lirih dan sendu.

Alex menyumpal tangannya ke dalam saku. Raut wajahnya tampak menyebalkan. "Jangan salahkan aku. Kau sendiri yang menolak untuk menghapus bukumu. Kalau saja kau sepakat sejak awal, hal ini tidak akan terjadi." 

Briony menggigit bibir. Ia sebetulnya tidak mau menangis di hadapan Alex. Ia tidak mau dianggap lemah. Akan tetapi, air matanya menitik dengan sendirinya. 

"Pergi kau!" Briony mendorong pundak Alex dengan sekuat tenaga. "Pergi kau dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi! Kau selalu saja membawa masalah ke dalam hidupku. Pergi!" 

Alex bergerak mundur dengan kedua tangan terangkat seperti sedang ditodong pistol. "Tidak perlu mengusirku begitu. Aku juga tidak sudi berlama-lama di sini. Ingat," ia mengacungkan telunjuk, "segera hapus buku terkutuk itu. Kalau aku masih melihatnya beredar, jangan marah kalau aku mematahkan hal lain darimu." 

Alex berbalik pergi. Briony hanya bisa menatap punggungnya dengan penuh kekesalan dan kebencian. 

"Menyebalkan sekali laki-laki itu. Kenapa dulu aku bisa suka padanya?" gerutu Briony sambil menahan isak tangis. Selang perenungan singkat, ia tertunduk menatap laptopnya. 

"Apa yang harus kulakukan dengan Beep Beep?" desahnya pasrah. Teringat akan bagaimana Alex mematahkannya, ia terpejam dan menghela napas cepat. "Kuharap karma segera berbalik kepadanya," batinnya spontan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 8

    "Baiklah, aku minta maaf karena kurang berhati-hati saat berkendara. Tapi, bukan cuma aku yang mendapat pelajaran hari ini. Kamu juga, kan?" tanya Briony kepada Andrew. Bocah itu enggan mengangguk. "Pelajaran apa? Untuk tidak menyeberangi jalan sendirian? Aku sudah tahu itu dari dulu. Aku tidak akan melakukannya kalau Nyonya Powell mau mendengarkan aku."Briony mendengus geli. Sifat tak mau kalah Andrew yang lucu itu terkesan familiar baginya. "Baiklah, aku paham. Aku akan membeli bola jika waktuku sudah senggang. Tapi berjanjilah untuk tidak menyeberang sembarangan lagi. Mengerti?" Raut Andrew berubah kecut. Meskipun demikian, kepalanya tetap mengangguk. "Baiklah. Aku tidak akan mengulanginya lagi.""Bagus. Sekarang ayo kuantar pulang. Berterimakasihlah kepada dokter dan perawat," Briony menepuk punggung Andrew dua kali. Andrew pun turun dari kursi. Ia mendongak menatap Briony. "Kau tidak perlu mengantarku pulang. Papa pasti sudah menungguku di luar. Aku yakin dia akan mengajakku

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 7

    Briony menelan ludah. Tubuhnya kini terasa tegang. "L-lalu, siapa nama ayahmu?" tanyanya ragu. Belum sempat Andrew menjawab, radiografer tadi sudah kembali menghampiri mereka. "Selesai. Kita sudah mendapatkan hasil foto lenganmu."Mata Andrew membulat. Ia sudah lupa dengan pertanyaan Briony. "Benarkah? Secepat itu? Mana hasilnya? Aku mau melihat tulangku." "Kamu bisa melihatnya di ruang dokter. Sekarang, biar aku pindahkan kamu ke kursi roda. Tolong jangan banyak bergerak supaya kamu tidak merasa sakit," ujar sang radiografer seraya melaksanakan tugasnya. Sementara itu, Briony masih memikirkan pertanyaannya tadi. Mungkinkah Andrew adalah putra Alex? Namun, dunia tidak selebar daun kelor. Mana mungkin takdirnya sekonyol itu? "Ya, ini pasti hanya kebetulan. Yang bernama Andrew bukan cuma anak Alex. Itu nama yang pasaran," pikirnya, meyakinkan diri sendiri. Namun, saat pintu ruang pemeriksaan dibuka, keyakinannya goyah. Sang nanny memanggil Andrew dengan nama yang familiar. "Tuan Mu

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 6

    Briony meringis. "Anda salah paham. Dia bukan putra saya."Sang radiografer mengerutkan alis. "Lalu? Anda ini siapa? Kenapa Anda menemaninya di sini?" Briony menggigit bibir. Ia malu mengakui bahwa dirinyalah penyebab lengan sang anak patah."Tidak masalah. Biar saya coba," ujar Briony, mengelak dari pertanyaan. Kemudian, ia mendekatkan wajahnya kepada si bocah. Sambil tersenyum manis, ia berkata, "Anak Manis, jangan takut. Alat ini tidak menggigit. Dia cuma digunakan untuk mengambil foto. Tidak akan terasa sakit."Sayangnya, si bocah tetap meronta-ronta. "Bohong! Kalian pasti mau memotong tanganku. Aku tidak mau kehilangan tanganku. Aku masih mau menggunakannya!" Briony tercengang. Ia tidak menduga kalau bocah itu akan memberinya jawaban di luar nalar. "Memotong tangan?" Briony mengulang asumsi si bocah dengan nada tak percaya. Selang satu kedipan, tawanya pecah. Bukan hanya radiografer, tetapi anak yang semula merengek itu juga bingung dibuatnya. "Kenapa kamu tertawa?" selidik s

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 5

    Satu jam kemudian, Briony meluncur menuju kantor Savior. Sesekali ia melirik jok sebelah. Setiap mendapati kondisi laptopnya yang memprihatinkan, ia mencengkeram kemudi lebih kencang. Tak ingin menghabiskan lebih banyak air mata, ia pun menelepon sepupunya lewat monitor dasbor yang terhubung dengan ponselnya, "Halo, Emily. Kamu masih di rumah atau sudah di kantor?" "Aku masih di rumah. Ada apa, Bri?""Kau tahu Louis di mana? Aku meneleponnya beberapa kali, tapi tidak diangkat. Sky dan Summer juga begitu. Apa yang sedang mereka sekeluarga lakukan?" Tawa kecil Emily terdengar renyah. "Kau lupa? Mereka sedang sibuk mengurus anggota keluarga mereka yang baru. Entah kenapa, Storm rewel pagi ini. Summer melarang Louis berangkat kerja. Dia mau ayahnya tetap bersama mereka sampai adik kecilnya tenang. Sepertinya itu akan lama." Briony menghela napas berat. "Itu artinya aku harus putar arah. Aku tidak mungkin sabar menunggunya di kantor," gumamnya samar. Emily mendeteksi keresahan Briony.

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 4

    Briony berdiri tegak. Ia bangga dirinya berhasil keluar dari kungkungan sang mantan. Ia juga puas melihat laki-laki itu kesakitan. "Dengarkan aku baik-baik, Alex. Aku tidak pernah iri kepada istrimu. Aku justru bersyukur dia merebutmu. Aku jadi terbebas dari orang toxic seperti dirimu dan ibumu. Sekarang, aku punya kehidupanku sendiri. Kalau kau baca bukuku, kau seharusnya tahu kalau aku sudah punya kekasih yang jauh lebih baik darimu. Jadi tolong pergi dari rumahku dan jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Briony, lantang. Sambil menahan sakit, Alex mencibir. "Kau pikir aku percaya? Kau sendiri yang bilang kalau cerita itu hanyalah karangan. Pacar impianmu itu fiktif, kan?" Napas Briony tersendat. Kepalan tangannya mengerat. "Tentu saja dia nyata. Tunggu sampai kau bertemu dengannya. Kau pasti akan terpukau. Dia jauh lebih hebat darimu," Briony berusaha terdengar meyakinkan. Sambil tertawa sinis, Alex menegakkan badan. "Kau masih suka membual, rupanya. Mana ada laki-laki hebat ya

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 3

    "Alexander?" desah Briony saat akal sehatnya kembali berfungsi. Tak ingin terlibat dengan laki-laki itu, ia cepat-cepat merapatkan pintu. Sayangnya, Alexander sudah lebih dulu menahan pintu dengan lengannya. "Alex, mau apa kamu ke sini? Bukankah kamu tidak mau bertemu denganku lagi? Karena itu, cepat pergi! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" seru Briony sembari mendorong pintu. Akan tetapi, Alexander malah mendesaknya mundur. "Kau bilang tidak mau berurusan denganku lagi?" Pria itu mendengus. Kemudian, dengan satu sentakan, Briony terhuyung-huyung ke belakang. Pintu terbuka lebar dan Alex pun masuk dengan tampang sangar. Suaranya meledak, "Lalu kenapa kau menulis tentang kita?" Briony terperanjat. Mulutnya ternganga lebar. Tak ingin menjelaskan perbuatannya, ia memasang raut tanpa dosa. "Menulis apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Aku—"Briony terkesiap. Matanya terpelotot. Tangannya memukul-mukul tangan kekar yang kini mencengkeram lehernya. "Hei .... A-apa yang k-kau lakukan?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status