Share

6. Tolong Aku!

( Author P.O.V )

Setelah kepulangan Jodi dari rumahnya, Ayuni di buat kesal dengan apa yang di ucapkan Jodi yang membuat putrinya  menaruh harapan tinggi. Sejujurnya ada perasaan senang di hatinya ketika Jodi mengatakan, perasaannya melayang. Tapi dia sadar dan mampu menguasai diri.

"Mengapa dia mengatakan hal-hal yang tidak berguna," ucapnya pelan.

"Maksud Ibu, Om Dokter itu?" sahut Yasmin yang mendengar ucapannya.

"Hmm.... Kau jangan terlalu menganggapnya serius, orang itu hanya tidak tahu apa yang di ucapkan, aneh!"

Yasmin mengerutkan keningnya dan bertanya "Bukankah Ibu yang aneh? Dia menyukaimu Ibu," lanjutnya. 

"Anak kecil jangan sok tahu!" Ayuni memencet hidung putrinya gemas. Dan melanjutakn, "Sayang orang itu dokter, sangat tampan, dan kaya, tidak mungkin dia menyukai aku yang tidak berpendidikan, miskin, jelek dan sudah mempunyai anak." 

"Apa mempunyai anak itu sesuatu yang buruk bu?" Yasmin menyela ucapan ibunya.

"Bukan.... Bukan begitu maksudnya, tentu saja itu hal yang baik. Seorang anak anugerah terindah bagi seorang Ibu. Sudah lah nanti kamu juga akan mengerti" Ayuni menyadari jika terlalu banyak bicara malah akan membuat Yasmin bertanya lebih banyak lagi.

Yasmin terdiam dan memikirkan apa yang ibunya ucapkan, dia mulai mengerti mungkin dokter itu hanya bicara asal dan sekedar basa-basi saja. Tapi dia terlanjur menyukai dokter itu. Bagaimanapun dia akan berusaha membuat ibunya dekat dengan dokter itu.

Ketika pagi Jodi berlari-lari kecil di depan rumahya, tentu selain berolahraga ada maksud lain. Dia mencuri-curi pandang ke arah rumah Ayuni, tapi tampaknya setelah lama menunggu, yang di maksud belum memperlihatkan batang hidungnya.

Pada saat yang sama, Ayuni mengintip Jodi di balik jendela rumahnya yang tertutup tirai. Dia tidak berani keluar rumah karena merasa malu atas sikapnya kemarin sore, yang sudah mengusir Jodi dengan tidak sopan. Selain itu dia tidak tahu harus berbuat apa ketika bertemu laki-laki itu. Jantungnya selalu berdegup kencang, otaknya terasa beku tak tahu harus bersikap dan berbicara apa. Ketika Jodi menyelesaikan olahraganya dan sudah hilang dari pandangannya, dia merasa lega lalu keluar untuk menyapu halaman rumahnya. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, dia bergegas untuk berangkat bekerja bersama Yasmin yang akan pergi ke sekolah.

"Apa di sekolah baik-baik saja?" Ayuni bertanya pada anaknya, ketika mereka berjalan bergandengan tangan.

"Iya baik-baik saja, meskipun masih ada yang suka menggangguku."

"Oh ya siapa?" 

"Rani dan teman-temannya, tapi aku tak menghiraukan mereka, biar saja mereka sampai bosan menggangguku. Aku tidak akan terpengaruh," jawabnya. Tidak tampak lagi kesedihan di wajah gadis kecil itu.

"Iya memang sebaiknya begitu." Ayuni tersenyum lega dan bangga kepada putrinya. 

Ketika itu tanpa mereka sadari, seseorang berjalan di belakang mereka dan mendengar percakapan ibu dan anak itu. 

"Om Dokter!" Yasmin berseru karena mendengar suara langkah kaki di belakangnya.

Sejurus kemudian wajah Ayuni memerah. Dia hanya menundukkan kepalanya memandangi jalan setapak. Dia tak mampu berkata-kata atau sekedar menoleh ke belakangnya.

"Om Dokter berjalan kaki juga, tidak membawa mobil?" tanya Yasmin, yang sudah di samping Jodi.

"Ya, berjalan kaki menyehatkan," jawab Jodi sambil terus berjalan.

"Tentu saja, kalau aku berjalan kaki karena kami tidak memiliki kendaraan," jawabnya asal. 

"Apa ini tidak terlalu siang untuk berangkat ke sekolah?" tanya Jodi sambil melihat jam di tangannya.

"Aku sudah sering terlambat dan itu tidak apa-apa, guruku tidak pernah memarahiku ku. Mungkin karena bosan menegurku he...hee...." 

"Kamu tertawa ck...ck.... Apa kau bangga datang terlambat ke sekolah?" tanya Jodi.

Yasmin mengerutkan mulutnya.

"Aku harus membantu Ibu menyuapi Nenek makan dulu," jawabnya.

"Dengar seorang anak tetaplah anak, tugas mu bermain dan belajar." Ketika Jodi mengatakan itu pandangannya tertuju pada Ayuni.

Ayuni yang sedari tadi mendengarkan percakapan di belakangnya, merasa terganggu dengan ucapan Jodi. Tentu saja dokter itu tidak pernah tahu kehidupan yang di lalui orang seperti Ayuni, karena selama hidupnya selalu hidup berkecukupan, pikirnya.

"Yasmin ayo cepat Nak! Kita terlambat." Ayuni akhirnya menoleh ke belakang mengulurkan tangannya kepada Yasmin,tanpa menoleh ke arah Jodi.

Yasmin pun menggapai tangan itu menuruti perintah ibunya. 

Mereka berjalan diiringi dengan suara langkah kaki, di jalan yang berkerikil dan berbatu. Jodi menatap sepatu yang di pakai Ayuni, sepatu yang sama ketika kemarin mereka bertemu. Yang dia ingat sepatu itu sudah rusak. Kini Ayuni kembali memakai sepatunya, tampak noda bekas lem di sepatu itu. Jodi pun mengela nafas. 

"Yasmin apa tadi kau menyuapi Nenekmu, ketika Ibumu sedang mengintip di balik jendela?" kelakar Jodi.

Sontak saja Ayuni menghentikan langkahnya, dan menoleh kepada Jodi yang sedang tersenyum puas. Wajah Ayuni merah padam karena marah bercampur malu. 

"Apa kau memata-matai aku?" selidik Ayuni.

"Tidak, kau yang memata-matai aku di balik jendela," jawab Jodi sambil memajukan wajahnya ke hadapan Ayuni.

"Kenapa Ayuni, kau tertarik padaku? Lanjutnya sambil tersenyum.

Jantung Ayuni berdetak cepat,wajahnya merona. Melihat reaksi Ayuni Jodi semakin memojokanya dan menggodanya.

"Jika kau menyukai aku, kenapa kemarin kau mengusirku, pedahal aku dengan senang hati akan berada di hadapanmu, dan kau tidak perlu mengintip sembunyi-sembunyi," pungkasnya.

Ayuni terus melanjutkan langkahnya dan tidak menghiraukan ucapan Jodi, dia tidak ingin Jodi melihat wajahnya yang merah merona. Yasmin yang melihat kelakuan dua orang dewasa di dekatnya itu tersenyum simpul.

Langkah mereka terhenti ketika telah sampai di gerbang sekolah Yasmin, gadis kecil itu berpamitan.

"Dah Ibu, sampai jumpa Om Dokter," ucapnya sambil melambaikan tangan. Dia tersenyum pada Jodi penuh arti, seakan mengerti Jodi megacungkan jepol padanya. 

Ayuni melanjutkan langkahnya, di ikuti langkah Jodi yang tampak berusaha berjalan di sampingnya.

"Mengapa kau mengikutiku?" tanya Ayuni kesal.

"Tidak, aku akan ke klinik"

"Ini jalan menuju tempat aku bekerja, klinik ada di ujung jalan persimpangan tadi," kata Ayuni.

"Jadi aku salah jalan? Karena terus mengikutimu aku lupa tujuanku. Bisakah kau mengantarkan aku ke klinik?" tanya Jodi yang seolah kebingungan.

"Aku tidak tahu jalan ke arah klinik jika melewati jalan setapak. Aku biasa memakai mobil melewati jalan besar." Tentu saja dia berbohong dengan maksud menggoda, dia ingin berlama-lama bersama wanita itu, sekalian mengantarkannya ke tempat bekerja.

"Tidak, aku sudah terlambat," tolak Ayuni tidak peduli, dia terlanjur kesal dengan Jodi. Sejak kata-kata Jodi kemarin di rumahnya, Di tambah kejadian tadi, dia tidak menyangka bahwa Jodi mengetahui dirinya mengintip di balik jendela. Sungguh memalukan, pikirnya.

Jodi paham dengan yang di pikirkan Ayuni, sikap wanita itu bukan semata-mata marah karena ucapannya kemarin.  

Jodi dan Ayuni tiba di depan pabrik, melihat kehadiran mereka, orang-orang yang berada di depan pabrik penasaran dan menjadi gaduh. Terlebih sosok Jodi yang menarik perhatian.

"Eh itu kan si Ayuni dengan siapa dia?"

"Laki-laki itu tampan sekali."

"Itu kan dokter klinik yang baru."

"Mengapa bisa Ayuni bersama laki-laki itu?"

Sadar dirinya telah menjadi bahan pergunjingan, Ayuni menjauhkan diri dari Jodi. Tanpa berkata apapun ayuni meninggalkan Jodi, laki-laki itu sedikit kecewa namun tersenyum simpul, sambil melihat punggung wanita yang mencuri hatinya, "Kau masih saja tidak sopan," gumamnya.

Ketika Ayuni berjalan cepat dan hendak masuk ke ruang loker, tanpa di sadari dia melewati seseorang. Seseorang itu memandangnya dengan lekat, sampai sebuah suara mengalihkan perhatiannya.

"Pak, mari saya tunjukan ruang produksi nya!" Itu suara Badrun. Laki-laki itu mengganguk, lalu berjalan di depan Badrun. Badrun melihat sekilas ke arah Ayuni, dan tersenyum penuh arti. 

Ketika waktu hampir sore dan waktu bekerja berakhir, Ayuni merapihkan barang-barang yang sudah di kemas, karena dia yang terakhir menyelesaikan pekerjaannya, terpaksa dia harus menyimpan barang-barang itu ke gudang sendiri. Hari ini Santi tidak masuk kerja karena sakit, bagi Ayuni tanpa kehadiran sahabatnya itu, bekerja pun serasa kurang bersemangat.

Ayuni berjalan di lorong panjang menuju gudang penyimpanan, dia membawa tumpukan barang-barang itu dengan troli yang hampir menghalangi pandangannya. Orang-orang tampaknya sudah meninggalkan pabrik, karena suasana mulai sepi. Hanya suara langkah kakinya yang terdengar yang menggema, Ayuni merasakan sedikit hawa aneh. Dia pun mempercepat langkahnya, untuk segera menyelesaikan tugasnya dan cepat pulang. Dia tiba di depan pintu gudang yang tertutup dan mendorongnya, rupanya tidak ada orang di sana. Dia menyimpan dan menyusun tumpukan-tumpukan barang.

Cklek!..

Suara pintu tertutup dan langsung terdengar suara tanda pintu terkunci, Ayuni kaget dan berteriak "Siapa di sana?, tolong buka, masih ada orang di gudang!" 

Ayuni menggendor dan berusaha membuka pintu. "Tolong saya terkunci di sini, apa ada orang di sana?" Dia tidak membawa ponsel nya karena masih tersimpan di loker penyimpanan barang. Sia-sia dia menggedor pintu dan berteriak, tidak ada yang mendengarnya.

Tidak ada tanda-tanda orang di sekitar gudang, Ayuni mulai cemas ini sudah satu jam dia terkunci di gudang. Dia teringat Yasmin dan Ibunya di rumah yang pasti khwatir karena dia belum pulang.

Dia melihat ke arah jendela yang hanya ada satu, tapi letaknya sangat tinggi dan jendela itu tertutup tralis. Namun dia berpikir harus mencobanya, setidaknya dia bisa mengintip keadaan di luar. Dia naik ke atas tumpukan-tumpukan barang dan berhasil menjangkau tralis besi. Di melihat ke sekeliling lewat jendela dan tidak ada orang.

"Tolong! Aku terkunci di dalam gudang," dia berteriak berharap ada orang yang mendengar. 

"Tolong, pak penjaga!" Dia memanggil penjaga pabrik. Pabrik itu memang di jaga 24 jam, tapi pos penjagaan dan gudang letaknya sangat jauh. 

Tiba-tiba dia mendengar langkah suara kaki, dia pun merasa lega. Namun perasaan lega hanya sesaat, setelah dia tahu siapa pemilik suara langkah kaki itu, Badrun di sana sedang berjalan. Namun dia mencoba meminta tolong.

"Pak Badrun tolong! Aku terkunci di gudang," serunya.

Badrun mendongakkan kepalanya ke atas sumber suara, dia melihat Ayuni di balik jendela itu. "Ayuni, apa yang kau lakukan di sana?"

"Tadi aku menyimpan barang ke gudang, entah mengapa pintu tertutup dan terkunci," jawab Ayuni.

"Baiklah, sekarang kau ingin aku melakukan apa?" Tanya Badrun dengan tersenyum penuh arti. 

Ayuni heran dengan pertanyaan Badrun, tentu saja membukakan pintu ini pikirnya, mengapa harus bertanya lagi.

"Tolong keluarkan aku dari sini!" Jawab Ayuni.

"Jika aku menolongmu, kau akan memberi imbalan apa padaku?" 

"Pak Badrun tolong jangan bercanda, aku harus cepat pulang, Anak dan Ibuku pasti khawatir," Ayuni mulai kesal.

"Aku akan menolongmu, tapi kau harus memohon dan...," Badrun mengehentikan ucapannya dengan seringai nakal dan penuh arti, "Kau mengerti kan maksudku?" 

Ayuni kecewa dan marah, "Mengapa Anda tidak punya hati? Di saat orang membutuhkan pertolongan malah memanfaatkan situasi." 

Badrun pun menjawab, "Itu terserah padamu!"

Ayuni memalingkan mukanya,percuma meminta tolong pada Badrun, lebih baik dia terkunci semalaman di gudang dan menunggu sampai besok pagi, pikirnya. 

"Baiklah jika kau tidak mau, aku tak bisa menolongmu, kau tidur saja di sana sampai ada orang membukakan pintu gudang," ucap Badrun, kemudian dia pergi.

Ayuni bersyukur Badrun pergi dia tidak perlu berbicara lagi dengan orang yang tidak mempunyai hati itu. Tetapi dia kembali teringat ibu dan anaknya di rumah. Namun  ketika dia hendak turun dari jendela, dia salah menginjakkan kakinya, dia pun terpeleset jatuh, dan tertimpa barang-barang yang tadi dia pakai sebagai pijakannya. 

Ayuni mengerang kesakitan, dia tidak bisa bangun karena beban berat di atas tubuhnya. Tiba-tiba dia merasakan kepalanya seakan berputar dan kemudian tidak sadarkan diri. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status