Hampir dua jam, Arka masih berdiri di samping brankar tempat Seyla terbaring koma. Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, seharusnya dia sudah pulang namun Arka masih tak tega meninggalkan Seyla di sana.
Di rumah nanti dia juga akan kembali melihat Liora, membuatnya justru akan kembali kesal. Jadi Arka memilih lebih lama lagi untuk berada di rumah sakit, menemani Seyla.Perlahan dia mengusap pucuk kepala perempuan itu dengan lembut. Lalu berucap menyesal, "andai aku tidak pernah bertemu Liora mungkin dia juga tidak akan jatuh cinta padaku, dan kejadian hari ini juga tak mungkin akan terjadi. Aku lalai menjagamu Sey, aku juga telah mengkhianatimu. Tapi aku sudah memutuskan semuanya, aku akan memperbaiki semua kesalahanku sebelum kamu bangun."Walau cukup berat, pada akhirnya Arka memilih Liora yang terluka demi bertahan untuk Seyla. Tapi Arka rasa itu pilihan tepat, perempuan licik seperti Liora memang pantas untuk menerima semua ini."AwalSesampainya di rumah Arka langsung mencari keberadaan sang istri. Namun rumah itu tampak sepi, Arka bergegas menuju kamar perempuan itu dan juga sama Liora tak ada di sana. Dia bingung, kemana istrinya saat ini?Mendadak pandangan Arka kini terarah pada sebuah tas kecil yang terletak di atas nakas samping tempat tidur. Tas itu dibiarkan terbuka, membuat pandangan Arka tersita pada sebuah benda kecil yang paling mencolok di dalam sana. Dia menghampiri dan mengambilnya. Itu adalah testpack, menunjukan garis dua berwarna merah muda. Pandangan Arka kini kembali menatap ke dalam tas tersebut, di sana ada beberapa setrip tablet yang masih utuh. Dia tau itu adalah vitamin untuk ibu hamil, dan satupun belum ada Liora makan.Arka benar-benar sangat khawatir dengan kondisi Liora dan kandungannya saat ini. Tadi saat dalam perjalanan Arka sempat menelpon perempuan itu, namun tak dijawab. Kini dia memutuskan untuk menelponnya lagi.Panggil
"Siapa kalian?" tanya wanita paruh baya itu dengan sorot waspada. Ervan bergidik merinding saat menatap mata wanita itu, dia memilih diam bersembunyi di belakang Arka. Membiarkan sang sahabat yang berbicara."Maaf, apa tadi ada perempuan datang ke sini? Tingginya sebahu saya, rambutnya panjang sampai punggung, dia berkulit putih dan ... cantik."Ervan menatap Arka sedikit kaget saat mendengar kalimat terakhir yang sang sahabat ucapkan. Walau memang benar Liora cantik, tapi Arka bukan tipe laki-laki yang mudah mengakui kecantikan perempuan, kecuali memang benar Arka telah mencintai perempuan tersebut."Namanya Liora," imbuh Arka berharap wanita yang ada di hadapannya saat ini akan memberikan petunjuk tentang keberadaan sang istri. Terdiam sesaat, sambil berpikir. Wanita itu akhirnya mengangguk. "Dia perempuan muda yang baru hamil dua Minggu?"Mata Arka dan Ervan serempak membulat. Arka segera mengiyakannya. "Kau suamin
Sudah hampir dua jam, Liora berdiri di atas tumpukan batu besar yang ada di pinggir pantai. Tak peduli dengan dinginnya angin malam yang menembus kulit, Liora terus berdiri di sana menatap bentangan laut dan langit malam, sambil mendengarkan deburan ombak yang sedikit membuatnya lebih tenang.Matanya kini sudah bengkak, bahkan air matanya sudah kering. Liora tak bisa menangis lagi, walau hatinya masih begitu sangat sakit. "Liora, jika kau ingin bunuh diri segeralah melompat. Setidaknya aku bisa menyuruh orang untuk mencari jasadmu besok, jangan buat aku menunggu lebih lama seperti ini. Kakiku sudah lelah, kau sungguh merepotkanku!" teriak Erika yang berdiri sedikit jauh dari Liora. Berharap adik tirinya itu mendengar. Setelah dari rumah wanita tua tadi, dan memutuskan untuk tidak jadi menggugurkan kandungannya. Liora tak sengaja bertemu dengan sang kakak di jalan. Liora tak mau pulang ke rumah ayahnya, karena pasti itu justru akan menambah masalah.
"Liora."Liora tertegun. Matanya seketika membulat saat mendengar suara seseorang yang dia cintai begitu dekat. Jantungnya mulai berdegup kencang, Liora takut dengan keberadaan laki-laki itu. Namun dia segera menggeleng, berusaha menganggap bahwa dirinya hanya salah dengar. Laki-laki itu tak mungkin tau keberadaannya, dia sudah meminta Erika tak memberitahunya. "Liora."Satu tetes air mata akhirnya kembali jatuh dari mata sayu Liora. Dia tak bisa menahannya, hatinya semakin sakit mendengar suara laki-laki itu memanggilnya dengan jelas. Benarkah laki-laki yang sejak tadi ada di pikirannya kini berada di dekatnya?Perlahan, sebuah tangan memegang salah satu bahu Liora. Meminta perempuan itu untuk berbalik. Namun Liora tak menurut, dia tak mau menunjukan air matanya pada seseorang yang kini sudah berdiri di belakangnya. "Maaf Liora," ucapnya pelan. Liora bingung, apa maksud ucapan itu? Perempuan itu akhirnya menurut saat tangan i
Ada perasaan lega setelah kalimat itu didengar dari mulut Arka. Hati Liora tidak terasa sakit lagi, tapi masih ada perasaan ragu. "Kamu terlihat sangat marah, ketika mengetahui aku telah mencelakai Seyla. Aku tau kamu sangat mencintai perempuan itu, itu juga alasanmu selama ini menghindar untuk tak menyentuhku kan? Apa benar kamu yakin memilihku?"Arka menghela nafas pelan. Seharusnya setelah dia memberikan jawaban, Liora tak perlu menanyakan macam-macam lagi padanya. Karena itu bisa saja membuat hati Arka mengubah pilihannya. Tapi, jika dia kembali pada Seyla sepertinya itu juga sulit. Perempuan yang Arka cintai pada akhirnya tetap akan kalah dengan perempuan yang kini telah mengandung anaknya. Liora memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, saat tiba-tiba angin malam itu semakin berhembus kencang hingga dinginnya terasa menembus kulit. Melihat sang istri yang tampak menggigil kedinginan. Arka semakin menarik tubuh Liora mendekat, dia kh
Akhirnya Ervan mengantarkan Liora dan Arka lebih dulu, lalu bergantian mengantarkan Erika pulang, sesuai keputusan yang Arka buat. Kini Arka dan Liora sudah sampai. Arka masih membantu sang istri berjalan dengan pelan memasuki rumah. Mengantar Liora untuk segera istirahat."Liora."Langkah mereka terhenti. Sorot sayu Liora kini menatap sang suami bertanya. "Kenapa sayang?"Tinggal beberapa langkah lagi mereka akan sampai di kamar Liora. Namun Arka menahannya. Laki-laki itu terlihat ragu, membuat Liora semakin penasaran. Mendadak perut Liora terasa kram kembali, membuatnya kini meringis menahan sakit. Kaki Liora terasa lemas, dia tak sanggup untuk berdiri terlalu lama. "Sayang, bisakah kita segera masuk kamar. Perutku semakin kram jika terlalu lama berdiri."Arka mengangguk mengerti. Dia kembali khawatir saat membuat sang istri kembali kesakitan. Tanpa menunda lagi Arka kemudian mengucapkan, "mulai malam ini kamu aka
Pukul tiga dini hari Arka terjaga. Dia menatap sang istri yang masih terlelap, meringkuk di sampingnya. Arka kemudian memiringkan tubuhnya menghadap Liora, lalu menarik selimut tebal yang tadinya melorot untuk menutupi tubuh sang istri agar tak kedinginan. Arka lalu menghela nafas pelan. Tangannya dengan berhati-hati mulai menyingkirkan beberapa helai anak rambut yang menutupi wajah cantik sang istri. "Aku masih tidak percaya jika dia akan menjadi istriku untuk selamanya," ucapnya pelan. Arka menatap wajah Liora dengan lekat. Awal pertemuan dengan perempuan itu kembali muncul dipikirannya. "Dulu kita tidak saling mengenal. Aku sangat menyesal telah mengenalmu karena ternyata kamu perempuan yang sangat licik. Tapi ini sudah terlanjur terjadi, bahkan sekarang aku tidak bisa meninggalkanmu. Kau berhasil menjebakku, membuatku semakin terperangkap di kehidupanmu. Kau ... sangat licik Liora."Tubuh Liora bergerak, semakin meringkuk menandakan bahwa perempuan i
Pukul enam pagi. Arka baru saja selesai membuatkan bubur untuk sang istri. Hari ini dia sudah ijin untuk tidak masuk kerja, dan meminta beberapa dokter lain untuk menggantikan jadwalnya hari ini. Dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih, Arka kembali memasuki kamar dan menghampiri sang istri yang masih terlelap. "Liora," panggil Arka pelan. Dia kini duduk di sisi ranjang samping sang istri tertidur. Walau tak tega membangunkannya, namun Arka tak mau jika kondisi Liora semakin parah karena perempuan itu tak mau makan. Kelopak mata Liora perlahan terbuka, menatap wajah sang suami di sampingnya. "Aku sudah membuatkan bubur untukmu. Kamu harus makan, setelah itu minum obat agar demamnya cepat turun."Liora menggeleng lemah, hanya mendengar kata bubur saja perutnya sudah mual, apa lagi jika dia sampai memakannya. "Jika tidak makan, kondisimu tidak akan cepat pulih. Jadi, makanlah sedikit saja y