Hari demi hari telah berlalu, sudah satu bulan saja semenjak Mentari pulang dari rumah sakit. Gadis itu menjalani hari-hari seperti biasa, melawan traumanya dan seperti tidak pernah ada kejadian apa-apa antara dirinya dan juga Fania.
Mentari belum melupakan kejahatan Fania kepadanya hari itu. Hanya saja Mentari sedang menunggu waktu yang tepat dan membalas adik tirinya itu dengan yang lebih sadis dari yang ia terima.Ada yang berbeda dari Menteri setelah keluar dari rumah sakit, dia menjadi lebih tegas dan menjaga jarak dengan orang luar. Kebiasaan tersenyum ramah dan bertutur kata lembut hanya kepada Gala, Alzi dan Arumi saja selebihnya jangan harap.Mentari berubah Menjadi gadis dingin kepada orang lain. Mentari yang awalnya begitu gemar menyapa setiap saja yang berpapasan dengannya di kampus maka sekarang tidak lagi, Mentari hanya akan lewat begitu saja dengan kepala yang ia angkat tinggi-tinggi bergaya angkuh sangat bertolak belakang dengan jati dirinyMentari berlari sekuat tenaga memasuki kelas menyusul Arumi. Sepertinya sahabatnya itu telah merajuk akibat mulut beracun suaminya.Ishh Kak Gala bikin ribet aja, Mentari merutuki mulut lemas sang suami yang membuat Arumi merajuk sampai meninggalkannya di depan pintu kelas."Huff.. Rum maafin Kak Gala ya? Aku udah marahin dia kok, kamu nggak ikutan marah juga 'kan sama aku ya?" Mentari mengatur nafasnya sejenak kemudian berceloteh mengucapkan maaf sebagai perwakilan suaminya kepada Arumi.Arumi menatap Mentari jengah. "Ngapain juga gue harus marah sama elo, ege? Yang salah itu mulutnya Gala bukan elo," sembur Arumi.Mood Arumi semakin anjlok saja karena sahabatnya yang cantik jelita ini begitu baik hingga mau meminta maaf mewakili Galaksi.Mentari mengambil posisi duduk disamping Arumi. Ditatapnya rupa Arumi yang terlihat sangat menyeramkan dari biasanya.Sahabatnya itu seperti tengah memikul beban berat seorang diri."Kamu kayaknya banyak beban pikiran banget, Rum? Ada masalah? Kalau
Dua gadis berjalan santai melewati koridor demi koridor menuju parkiran kampus. Kelas mereka hari ini sudah usai dan waktu pulang pun sudah tiba."Lo udah hubungi Gala?" tanya Arumi disela langkah pelan mereka.Mentari mangangguk sebagai jawaban. "Kak Gala udah diparkiran," jawabnya apa adanya.Lama berjalan karena jarak kelas mereka dari parkiran lumayan jauh hati Arumi yang jenuh kembali merasuki dirinya.Helaan nafas kasar Arumi terdengar berkali kali menarik perhatian Mentari.Lama saling diam hingga Mentari memutuskan untuk bertanya. Dilihat dari raut Arumi yang tak ubahnya pakaian belum diseterika membuat Mentari merasa iba."Ada apa lagi, Rum? Kenapa Bestie aku ini kayak berat banget nafasnya dari tadi?" Mentari dengan penuh kelembutan merangkul bahu sahabat baiknya itu."Gue males pulang kerumah, Tar. Gue malu ketemu sama bokap nyokap gue, gue merasa bersalah banget mereka dipermalukan sama Nino Brengsek itu. Mes
Brak ... Brak .... bruk"ARGH! SIALAN GUE BUKAN HEWAN PELIHARAAN YANG HARUS DIKURUNG LEPASIN GUE BANGSAT!"Bugh ... Bugh ... Bugh"KELUARIN GUE DARI SINI HANJING!"Para pengawal yang berdiri didepan pintu kamar bercat putih itu hanya bisa diam menunduk mendengar tuan muda mereka mengamuk di dalam kamarnya meminta dilepaskan."Kasian sekali tuan muda, dari kemarin dia dikurung terus bahkan makanan yang kita antar nggak dia sentuh sama sekali. Saya takut kalau tuan muda sakit karena dari kemarin nggak makan tau sendiri 'kan tuan muda punya penyakit asam lambung."Seorang pengawal yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai pengawal di rumah mewah ini merasa sangat kasihan kepada tuan mudanya yang tumbuh besar atas pantauannya dari masih bayi."Saya tau itu tapi kita disini cuma pengawal yang harus melaksanakan perintah Tuan Nino," balas salah satu temannya dari enam orang yang berjaga di depan pintu kamar Alzi.Berad
"Ooohh ... jadi kamu benar-benar ingin pergi dari rumah ini?" tanya Nino untuk memastikan.Tanpa ragu Alzi mengangguk. "Itu akan jauh lebih baik dari pada harus tinggal dengan monster seperti Anda.""Silahkan pergi bawa barang-barang yang ingin kamu bawa jangan injakan kamu kaki lagi dirumah ini!""Kembalikan dulu handphone saya!" Alzi mengulurkan tangannya meminta benda pintar miliknya yang Nino sita.Setelah ponselnya kembali ia dapatkan segera Alzi membereskan barang-barangnya seperlunya saja. Beruntung ia memiliki saham terbesar di perusahaan sehingga ia tidak akan kekurangan uang meskipun harus pergi dari rumah ini.Alzi hanya akan kehilangan rumah ini saja selama beberapa waktu selebihnya tidak. Mobil, apartemen dan barang-barang berharga lainnya masih ia milik, so meskipun terusir dari rumahnya sendiri Alzi tidak akan menjadi gelandangan di luar sana.Saat ini Alzi sudah berada di dalam mobilnya memandangi rumah mewah bak
"Kalau khawatir ya khawatir aja, Rum. Jangan pura-pura nggak peduli apa lagi mau marahin Alzi! Aku yakin banget pasti ada alasan dibalik menghilangnya Alzi dari kemarin." ucapan Mentari langsung menohok hati Arumi.Semarah apapun dia karena Alzi menghilang tanpa kabar ditambah lagi setelah Nino mendatangi rumahnya dengan uang seratus juta itu nyatanya tidak mampu mengalahkan rasa cemas serta rasa takut Arumi jika ternyata terjadi sesuatu kepada Alzi."Nyahok 'kan?" guma Gala teramat pelan yang hanya bisa ia dengar sendiri.Gala terkikik geli melihat tampang pias Arumi yang merasa bersalah. Memang begitulah perempuan, marah diluar tapi khawatir didalam hati saat pujaan hati tak ada kabar.Bahkan tak jarang perempuan akan uring-uringan juga karena curiga pacarnya selingkuh padahal kenyataannya sang pacar sedang bekerja atau ada urusan lain. Tapi yang namanya perempuan overthinking adalah sifatnya yang tidak bisa diubah.Mentari merapatkan b
DegArumi terdiam kaku dengan wajah mendadak tegang mendengar ucapan Alzi barusan berhasil membuat jiwa Arumi seakan tertarik paksa dari dalam raganya.Arumi tidak akan rela jika harus kehilangan Alzi dengan cara yang seperti itu.Sebesar itukah rasa sakit yang Alzi alami hingga Alzi akan memilih mati jika tidak ada Arumi dalam hidupnya?Tentu saja jawabannya adalah, iya. Alzi terlalu menderita seorang diri menghadapi dunia tipu-tipu ini."Jangan ngomong gitu lagi, Zi! Aku nggak suka. Jangan bertahan cuma karena aku! Jika aku tiba-tiba dipanggil Tuhan lebih dulu, apa yang bakalan terjadi sama kamu kalau konsep hidup kamu kayak gini?" lirih Arumi sambil menatap dalam wajah kacau sang kekasih.Alzi tersenyum, senyuman yang teramat menyakitkan mewakili setiap rasa sakit dan lelah yang hati dan fisiknya rasakan selama belasan tahun ini.Alzi tidak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya sebelum ia masuk SMA dan bertemu A
'Tahan Alzi.. tahan! Jangan muntah-muntah sekarang! Asam lambung pake kambuh segala bikin repot aja.' Alzi menguatkan dirinya sendiri Jangan sampai Arumi, Gala, dan Mentari semakin khawatir kalau ia muntah-muntah sekarang.Alzi sampai berkeringat dingin gara-gara menahan gejolak di perutnya. Alzi memejamkan mata berharap rasa mualnya sedikit reda, Alzi sangat tidak ingin membuat kekasih dan teman-temannya semakin khawatir dengan dirinya.Arumi mengobati luka-luka ditangan Alzi dengan telaten dan membalut luka di tangan Alzi dengan lembut dan begitu rapih. Calon ibu Dokter yang satu ini begitu serius mengobati pacarnya sendiri."Ada yang lain?" tanya Arumi setelah ia selesai dengan luka-luka ditangan Alzi."Nggak ada, cukup satu kamu aja yang ada di hati aku." Alzi menyengir menjawab tak serius membuat Arumi ingin mencakar Alzi sekarang juga kalau ia tidak ingat Alzi sedang sakit.Alzi ini terlalu menyebalkan untuk diajak serius seperti
HuekHuekHuekSejak lima menit yang lalu Alzi muntah-muntah mengeluarkan seluruh isi perutnya di depan kloset.Asam lambung Alzi benar-benar kambuh membuat Alzi terus muntah-muntah seperti perempuan hamil muda.Sudah tidak ada lagi isi perut yang akan ia keluarkan, tapi Alzi tetap saja muntah-muntah tanpa bisa berhenti.Arumi dengan setia menemani sambil mengurut tengkuk Alzi dengan perasaan cemas luar biasa, sementara Galaksi dan Mentari pergi ke apotek untuk membeli obat asam lambung yang biasa Alzi minum kalau asam lambungnya kambuh.Huek~~Setelah dirasa perutnya sudah sedikit membaik, Alzi terkulai lemas bersandar di dinding kamar mandi setelah puas mengeluarkan isi perutnya.Alzi memegangi perutnya yang terasa nyeri dengan air mata meleleh. Jangan dikira Alzi menangis, jawabannya adalah tidak. Air mata Alzi mengalir dengan sendirinya saat dia muntah-muntah tadi."Udah enakan?" tanya Arumi yang berjongkok di hadapan Alzi sambil mengelap air mata sang kekasih dengan selembar tisu