Share

Bab 5

Penulis: Widya Septian
Siang itu, aku kembali ke meja kerjaku untuk membereskan barang-barang.

Di atas meja masih terletak pajangan kecil berbentuk planet yang dulu diberikan oleh Peter saat lulus kuliah.

Waktu itu, dia bahkan bersumpah dengan penuh keyakinan bahwa akulah seluruh dunianya.

Aku tersenyum miris, lalu menatapnya sekali lagi. Lalu akhirnya memutuskan untuk tetap membawanya pergi.

Saat aku memeluk kotak berisi barang-barang dan bersiap meninggalkan kantor, tiba-tiba Rosa masuk dengan wajah cemas.

“Maaf teman-teman, sepertinya kalung yang kupakai hari ini hilang. Bisa tolong kerja samanya untuk diperiksa?”

Seketika, suasana kantor menjadi ramai dan penuh bisik-bisik.

“Tadi aku sempat lihat kalung Bu Rosa, berlian di kalungnya besar sekali dan sangat berkilau!”

“Aku rasa Bu Rosa sengaja bicara halus begitu. Bisa jadi memang ada orang yang lihat kalung itu dan timbul niat jahat untuk mencurinya!”

“Astaga! Berarti ada pencuri di kantor kita? Pantas saja akhir-akhir ini cemilan di mejaku sering hilang!”

Peter berdiri di samping Rosa, lalu memerintahkan sekuriti perusahaan untuk menutup pintu dan memeriksa semua orang satu per satu.

Saat giliranku tiba, aku meletakkan kotak dan bekerja sama pada Peter untuk diperiksa.

Pandangan matanya langsung tertuju pada pajangan kecil berbentuk planet yang ada di paling atas. Dia sempat terdiam sesaat, tapi akhirnya tetap memerintahkan orang untuk mengeluarkan semua isi kotak.

Benda-benda berjatuhan ke lantai dengan suara berisik. Pajangan itu hancur berkeping-keping, seperti hubunganku dengan Peter selama enam tahun, begitu muncul retakan, tak akan pernah bisa kembali utuh.

Beberapa sekuriti menggeledah barang-barang di lantai, tiba-tiba Rosa menutup mulut sambil berseru kaget, “Itu kalungku!”

Semua orang di ruangan sontak terdiam mendengar seruan itu, lalu semua mata langsung tertuju padaku. Di belakangku, bisik-bisik tuduhan terus bermunculan.

“Ya ampun! Ternyata Aurel yang mencuri kalung direktur baru?! Kalau saja Pak Peter nggak menutup pintu kantor, dia pasti sudah kabur dengan kalung itu sekarang!”

“Tak kusangka Aurel ternyata orang seperti ini. Benar-benar sifat tak bisa dinilai dari tampang wajah. Hanya gara-gara posisinya direbut direktur baru, dia malah sampai kecil hati begitu!”

“Sempit hati sekali Aurel! Ternyata dia orang yang suka mencuri. Untung saja dia sudah mengundurkan diri, kalau nggak, aku jadi agak takut kalau harus satu ruangan dengannya!”

Seketika, wajahku menjadi pucat. Aku yakin sekali bukan aku yang menyentuh kalung itu. Saat aku pergi menyerahkan surat pengunduran diri, pasti ada yang sengaja mengutak-atik barang-barangku.

Dengan wajah muram, Peter mengangkat kalung berlian dari tumpukan barangku.

Peter menggenggam kalung itu, wajahnya tampak penuh kekecewaan menatapku, “Aurel….”

Dia membentak menyebut namaku, sementara aku menunduk dan melihat barang-barang milikku yang sudah diinjak-injak di bawah kakinya. Bahkan, dia dengan sengaja menghancurkan pajangan berbentuk planet pemberiannya hingga remuk.

Begitu aku mendongak, Peter tanpa banyak bicara langsung menamparku. Dia berkata, “Cepat minta maaf pada Rosa! Kenapa kamu harus mencuri kalung yang kuberikan padanya?!”

Saat itu juga, hatiku benar-benar hancur.

Peter menggenggam kalung berlian bernilai miliaran yang berikan untuk Rosa, sementara di kakinya, dia menginjak barang murahan yang pernah dia berikan padaku, yang bahkan nilainya tak sampai sepersekian dari kalung itu.

Seketika, air mataku menetes. Dibanding salah paham dari rekan-rekan sekantor, tamparan Peter, pria yang menemaniku selama enam tahun jatuh lebih membuat hatiku sakit.

Dia benar-benar tak percaya padaku?

Melihatku diam, Peter kembali menarikku dengan kasar layaknya menyeret sampah. Lalu melemparkanku ke depan Rosa, “Cepat minta maaf pada Rosa! Jelaskan kenapa kamu mencurinya?!”

Tatapan puas sempat berkilat di mata Rosa, tapi dengan cepat dia pura-pura mengerutkan kening, lalu mengulurkan tangan seolah ingin menolongku berdiri dari lantai yang dingin.

Aku menepis tangannya, menyisakan sedikit harga diri, lalu berdiri dengan kekuatanku sendiri.

Meski pandanganku kabur dipenuhi air mata, tubuhku tetap tegak dan menjawab, “Aku nggak mengambilnya! Di kantor ada CCTV, aku akan memeriksa rekamannya untuk membuktikan kalau aku nggak bersalah!”

Lalu, aku menatap mata Rosa lekat-lekat dan dengan tegas berkata, “Hanya kalung berlian seperti itu, aku nggak tertarik sama sekali!”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 12

    Kemudian, bekas luka di pergelangan tanganku sudah benar-benar hilang. Jason pun mengajakku pergi memilih gaun pengantin.Di depan butik gaun pengantin, setelah sekian lama, Peter kembali muncul di hadapanku dengan membawa seikat bunga lisianthus. “Aurel, aku nggak jadi menikahi Rosa. Aku baru sadar dengan perasaanku selama ini, orang yang benar-benar kucintai hanyalah kamu!”Aku dengan jijik langsung memalingkan wajah. Begitu melihat Peter, yang terbayang di kepalaku hanyalah momen saat dia berlutut melamar Rosa di hari ulang tahunku. Adegan itu semakin jelas terulang di benakku.Dan sekarang, dengan bibir yang sudah mencium perempuan lain, dia bilang bahwa orang yang dicintai sebenarnya adalah aku? Sungguh konyol!Aku bahkan malas meliriknya sedikit pun. Peter dengan janggut yang tak terurus dan tampilan lusuh, sama sekali tidak sebanding dengan Jason.Aku menggandeng Jason dan berjalan ke depan, tapi Peter malah berlari dan menarik pergelangan tanganku.Dia mengangkat setumpuk reka

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 11

    Pernikahan belum sempat digelar, aku sudah lebih dulu dipaksa orang tuaku untuk segera membuat akta nikah dengan Jason. Seolah takut aku berubah pikiran, mereka buru-buru mengikatkan namaku ke kartu keluarga Jason.Dan pada Jason, aku juga jujur menceritakan masa laluku bersama Peter.Mendengar itu, Jason menggenggam pergelangan tanganku yang masih menyisakan bekas luka kemerahan, lalu dengan penuh kasih menempelkan sebuah ciuman di sana.“Soal rekaman CCTV biar aku yang urus, kamu nggak perlu khawatir. Kalau pergelangan tanganmu sudah pulih, aku akan ajak kamu memilih gaun pengantin.”Aku mengangguk dan melihat Jason yang sibuk mengurus pesta pertunangan kami, terlihat begitu menikmati setiap prosesnya.Enam tahun terakhir, aku selalu mengitari Peter. Kini, setelah benar-benar memutus semua hubungan dengannya, hatiku terasa lebih ringan, seolah sebuah beban besar akhirnya terlepas.Melihat Jason yang memilih lokasi sendiri, mendatangkan bunga dari luar negeri, menulis undangan dengan

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 10

    Setelah mengundurkan diri dari pekerjaan, aku tidak perlu lagi menghabiskan waktu ekstra untuk belajar hal-hal tentang IT yang sebenarnya tidak kusukai.Aku kuliah di jurusan desain perhiasan dan sekarang aku kembali meraih kertas gambar serta pensil, bisa menekuni bidang desain yang memang kusukai.Sore harinya, saat aku sedang menggambar di rumah kaca penuh bunga, tiba-tiba Jason datang berkunjung.Dia membawakan sebuah mahkota berlian mutiara. Sekilas aku langsung mengenalinya, itu adalah mahkota antik seabad yang lalu, karena aku pernah melihatnya dalam buku.Aku sangat menyukai desain simpul cinta pada mahkota itu. Mutiara yang menghiasi mahkota tampak begitu berkilau, ukuran besar kecilnya disusun bertahap, berpadu dengan berlian yang berkilau, seolah-olah menjadi butiran air mata cinta yang menghiasi mahkota.Saat dia menyerahkan mahkota berlian mutiara itu padaku, aku berkata kalau aku tidak pantas menerima hadiah seberharga itu. Namun, dia hanya tersenyum dan berkata bahwa it

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 9

    Setelah mendengar ceritaku, kedua orang tuaku jelas merasa kasihan padaku.Namun, Ayah tetap berkata, “Memang seharusnya kamu perlu merasakan pahitnya cinta, supaya tahu betapa baiknya kami melindungimu selama ini.”Namun, aku bisa melihat sendiri urat di punggung tangannya menegang, wajahnya masam seakan ingin menyeret Peter dan menghajarnya langsung.Ibu memeluk dan menenangkanku, “Sudahlah, sudah pulang ke rumah, nggak perlu lagi mengingat hal-hal menyedihkan itu. Hanya sebuah kalung berlian saja, bukan masalah besar. Biar aku belikan beberapa untukmu, kamu bisa pakai bergantian setiap hari.”Rasa sakit hati yang sempat muncul karena mengingat masa lalu pun memudar perlahan. Aku sampai tertawa di sela-sela tangis, lalu akhirnya tidur dengan nyenyak malam itu.Keesokan paginya, tiba-tiba ponselku penuh dengan sederetan panggilan tak terjawab dari nomor asing.Karena aku terbiasa menyalakan mode pesawat saat tidur, begitu kuhidupkan kembali, suara notifikasi panggilan tak terjawab itu

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 8

    “Aurel, Jason benar-benar tulus padamu. Kami yang langsung memilihkannya untukmu, mana mungkin salah?”Aku pun menganggukkan kepala. Sepanjang jalan, perhatian dan ketulusan Jason nyata kulihat.Namun, setiap kali teringat bahwa hari ini Peter dan Rosa bertunangan, menerima semua doa dan pujian dari semua orang, sementara aku malah dituduh sebagai pencuri kalung.Pada akhirnya, aku pun memilih untuk terus terang pada orang tuaku, menceritakan semua hal tentang hubungan ini dari awal sampai akhir.Peter yang mengejarku saat masih kuliah dulu. Bahkan sebelum lulus, kami sudah memutuskan untuk berpacaran.Aku memang pernah dengar kabar kalau dia punya teman masa kecil yang dekat dengannya, tapi aku sama sekali tidak pernah melihat Rosa muncul di sisinya, jadi aku pun tidak menaruh hati atas hal itu.Di meja belajarnya Peter, ada sebuah bola kristal hiasan. Suatu kali, aku tak sengaja menyentuhnya saat sedang membersihkan ruang belajarnya, dia langsung berdiri dengan wajah muram dan mendor

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 7

    Tentu saja, sama seperti rekan-rekan yang lain, aku juga memberi ucapan selamat atas pertunangan Peter dan Rosa. Setelah itu, aku menghapus semua kontak Peter.Akhirnya pesawat mendarat dan orang tuaku sudah menunggu di bandara.Ibu menggenggam tanganku dengan wajah tidak tega, “Putriku sayang, jauh-jauh merantau untuk kuliah dan bekerja, lihatlah kamu jadi kurus sekali sekang!”Ayah menepuk pundakku, nadanya penuh kelegaan, “Yang penting sudah pulang!”Di samping mereka, berdiri seorang pria yang bertubuh tegap, bahu bidang dan pinggang ramping.Usianya tampak lebih dewasa dariku. Dia mengenakan setelan jas tiga potong yang rapi. Wajahnya tegas dengan sorot mata hangat. Senyuman tipis menghiasi matanya saat menatapku dengan tenang.Tatapan itu begitu membakar, membuat wajahku memerah tanpa sadar. Aku sudah bisa menebak siapa dirinya.Ayah dan ibu buru-buru memperkenalkan, “Aurel, ini Jason.”Aku mengulurkan tangan dan Jason pun menyambut dengan telapak tangannya yang lebar, jemarinya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status