Share

Bab 6

Penulis: Widya Septian
“Cukup! Jangan ribut lagi!”

Peter menutup mulutku, lalu menyeretku keluar dari ruang kantor. Telapak tangannya menekan hidung dan mulutku begitu kuat, seakan ingin membuatku benar-benar mati lemas.

Setelah itu, aku mendengar Rosa dengan ramah berkata pada rekan-rekan di dalam ruang kantor, “Barangnya sudah ditemukan sekarang, aku juga nggak ada kerugian apa-apa. Lagipula, kita juga sesama rekan kerja. Aku nggak akan mempermasalahkannya lagi! Nanti sore aku traktir kalian semua makan cemilan sore sebagai ucapan terima kasih!”

Peter seolah sangat takut kalau aku akan membongkar hubungan kami di depan semua orang, jadi dia buru-buru menyeretku ke ruang pantry.

“Katakan saja, apa yang sebenarnya mau kamu lakukan? Marah pun harus ada batasnya!” katanya sambil menekan pelipis, tampak sangat pusing dengan semua ini.

Aku terengah-engah, wajahku masih memerah karena bekas jari-jarinya.

“Sejak kapan kamu berubah jadi seperti ini? Untung saja Rosa berlapang dada dan mau memaafkanmu. Sekarang juga, kamu harus minta maaf padanya!”

“Aku nggak akan minta maaf! Aku nggak melakukannya, kenapa harus mengakuinya?!”

Aku menatapnya dengan dingin. Dia bilang aku sudah berubah, aku juga ingin bertanya padanya, sejak kapan dia berubah jadi orang yang begitu asing bagiku?

Kemudian, Rosa masuk ke pantry, mengambil segelas air panas dan menyodorkannya padaku.

“Adik Aurel, minumlah sedikit air biar lebih tenang. Aku tahu kamu menyimpan rasa kesal padaku, tapi lain kali jangan terlalu gegabah.”

Aku tidak menerima gelas itu, tapi entah bagaimana Rosa malah tersiram air panas gelas itu dan sebagian air itu tumpah ke lenganku.

“Aaa! Panas sekali….” teriak Rosa kesakitan karena beberapa tetes air panas mengenai jarinya. Peter buru-buru membawanya ke wastafel untuk dibilas.

Sementara aku hanya mengenakan kemeja sifon tipis, begitu tersiram air panas, lenganku terasa seperti terbakar, bahkan uap putih pun mengepal dari kulitku.

Aku pergi sendiri ke kamar mandi untuk mengobati luka bakar itu, tak lama kemudian pergelangan tangan kiriku memerah dan timbul lepuhan.

Saat aku menahan sakit dan kembali ke meja kerja untuk membereskan barang-barang, tiba-tiba Peter keluar dan meraih tanganku.

“Aaaa….” teriakku kesakitan.

Peter terkejut dan buru-buru melepaskan.

Dengan nada yang agak kaku, dia bertanya, “Kamu nggak apa-apa?”

Aku hanya merasa ironis. Bekas tamparan di wajahku hari ini adalah hadiah darinya, luka bakar di pergelangan tanganku juga jelas ulah Rosa yang disengaja.

Melihat Peter yang berpura-pura peduli, aku malah merasa mual.

Aku menepis tangannya, lalu menyapu bersih barang-barangku yang berserakan ke dalam tempat sampah.

Dia seakan ingin bicara sesuatu, tapi akhirnya hanya berbalik pergi dan meninggalkan kalimat, “Kamu terlalu gegabah hari ini.”

Setelah membereskan kekacauan itu, aku langsung menuju ruang monitor CCTV perusahaan. Aku tidak mungkin menerima begitu saja tuduhan mereka yang tanpa bukti.

Namun di ruang monitor, aku berdebat dengan staf yang bertugas.

Aku meminta untuk melihat rekaman CCTV kantor pagi ini, tapi mereka malah menghalangiku dengan alasan hanya karyawan internal yang berhak mengaksesnya.

Saat melihat akun karyawanku tiba-tiba sudah dihapus, aku langsung paham ini pasti ulah Peter.

Hanya dia yang bisa dengan cepat menyuruh orang untuk mengatur penghapusan akun kerjaku.

Dia jelas-jelas berpihak pada Rosa dan sudah sepenuhnya menganggap aku sebagai pencuri kalung itu.

Namun, aku langsung teringat. Perusahaan teknologi ini sebenarnya masih di bawah naungan Keluarga Nick. Karena itu, aku memutuskan untuk segera pulang dan menemui putra mahkota Keluarga Keluarga Nick, Jason Nick.

Sesampainya di apartemen yang kutinggali selama enam tahun, aku membawa pergi semua barangku.

Sekalian menyudahi hubungan ini dari hidupku, sebersih dan setegas seperti membuang sampah.

Malamnya, seorang kurir datang lagi. Kali ini mengantarkan obat salep luka bakar dari apotek.

Aku meletakkan salep itu di atas meja, menatap sekali lagi rumah kosong ini sebelum akhirnya melangkah pergi.

Keesokan harinya, aku memesan tiket pesawat untuk kembali ke Kota Malaya.

Semua pekerjaan yang belum sempat kuselesaikan, sudah kuserahkan semuanya pada penggantiku.

Lusa harinya, aku menarik koper sendirian memasuki bandara. Sebelum naik pesawat, untuk pertama kalinya aku mengirimkan pesan putus lewat akun kecil Peter yang selalu dia gunakan untuk urusan pribadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 12

    Kemudian, bekas luka di pergelangan tanganku sudah benar-benar hilang. Jason pun mengajakku pergi memilih gaun pengantin.Di depan butik gaun pengantin, setelah sekian lama, Peter kembali muncul di hadapanku dengan membawa seikat bunga lisianthus. “Aurel, aku nggak jadi menikahi Rosa. Aku baru sadar dengan perasaanku selama ini, orang yang benar-benar kucintai hanyalah kamu!”Aku dengan jijik langsung memalingkan wajah. Begitu melihat Peter, yang terbayang di kepalaku hanyalah momen saat dia berlutut melamar Rosa di hari ulang tahunku. Adegan itu semakin jelas terulang di benakku.Dan sekarang, dengan bibir yang sudah mencium perempuan lain, dia bilang bahwa orang yang dicintai sebenarnya adalah aku? Sungguh konyol!Aku bahkan malas meliriknya sedikit pun. Peter dengan janggut yang tak terurus dan tampilan lusuh, sama sekali tidak sebanding dengan Jason.Aku menggandeng Jason dan berjalan ke depan, tapi Peter malah berlari dan menarik pergelangan tanganku.Dia mengangkat setumpuk reka

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 11

    Pernikahan belum sempat digelar, aku sudah lebih dulu dipaksa orang tuaku untuk segera membuat akta nikah dengan Jason. Seolah takut aku berubah pikiran, mereka buru-buru mengikatkan namaku ke kartu keluarga Jason.Dan pada Jason, aku juga jujur menceritakan masa laluku bersama Peter.Mendengar itu, Jason menggenggam pergelangan tanganku yang masih menyisakan bekas luka kemerahan, lalu dengan penuh kasih menempelkan sebuah ciuman di sana.“Soal rekaman CCTV biar aku yang urus, kamu nggak perlu khawatir. Kalau pergelangan tanganmu sudah pulih, aku akan ajak kamu memilih gaun pengantin.”Aku mengangguk dan melihat Jason yang sibuk mengurus pesta pertunangan kami, terlihat begitu menikmati setiap prosesnya.Enam tahun terakhir, aku selalu mengitari Peter. Kini, setelah benar-benar memutus semua hubungan dengannya, hatiku terasa lebih ringan, seolah sebuah beban besar akhirnya terlepas.Melihat Jason yang memilih lokasi sendiri, mendatangkan bunga dari luar negeri, menulis undangan dengan

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 10

    Setelah mengundurkan diri dari pekerjaan, aku tidak perlu lagi menghabiskan waktu ekstra untuk belajar hal-hal tentang IT yang sebenarnya tidak kusukai.Aku kuliah di jurusan desain perhiasan dan sekarang aku kembali meraih kertas gambar serta pensil, bisa menekuni bidang desain yang memang kusukai.Sore harinya, saat aku sedang menggambar di rumah kaca penuh bunga, tiba-tiba Jason datang berkunjung.Dia membawakan sebuah mahkota berlian mutiara. Sekilas aku langsung mengenalinya, itu adalah mahkota antik seabad yang lalu, karena aku pernah melihatnya dalam buku.Aku sangat menyukai desain simpul cinta pada mahkota itu. Mutiara yang menghiasi mahkota tampak begitu berkilau, ukuran besar kecilnya disusun bertahap, berpadu dengan berlian yang berkilau, seolah-olah menjadi butiran air mata cinta yang menghiasi mahkota.Saat dia menyerahkan mahkota berlian mutiara itu padaku, aku berkata kalau aku tidak pantas menerima hadiah seberharga itu. Namun, dia hanya tersenyum dan berkata bahwa it

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 9

    Setelah mendengar ceritaku, kedua orang tuaku jelas merasa kasihan padaku.Namun, Ayah tetap berkata, “Memang seharusnya kamu perlu merasakan pahitnya cinta, supaya tahu betapa baiknya kami melindungimu selama ini.”Namun, aku bisa melihat sendiri urat di punggung tangannya menegang, wajahnya masam seakan ingin menyeret Peter dan menghajarnya langsung.Ibu memeluk dan menenangkanku, “Sudahlah, sudah pulang ke rumah, nggak perlu lagi mengingat hal-hal menyedihkan itu. Hanya sebuah kalung berlian saja, bukan masalah besar. Biar aku belikan beberapa untukmu, kamu bisa pakai bergantian setiap hari.”Rasa sakit hati yang sempat muncul karena mengingat masa lalu pun memudar perlahan. Aku sampai tertawa di sela-sela tangis, lalu akhirnya tidur dengan nyenyak malam itu.Keesokan paginya, tiba-tiba ponselku penuh dengan sederetan panggilan tak terjawab dari nomor asing.Karena aku terbiasa menyalakan mode pesawat saat tidur, begitu kuhidupkan kembali, suara notifikasi panggilan tak terjawab itu

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 8

    “Aurel, Jason benar-benar tulus padamu. Kami yang langsung memilihkannya untukmu, mana mungkin salah?”Aku pun menganggukkan kepala. Sepanjang jalan, perhatian dan ketulusan Jason nyata kulihat.Namun, setiap kali teringat bahwa hari ini Peter dan Rosa bertunangan, menerima semua doa dan pujian dari semua orang, sementara aku malah dituduh sebagai pencuri kalung.Pada akhirnya, aku pun memilih untuk terus terang pada orang tuaku, menceritakan semua hal tentang hubungan ini dari awal sampai akhir.Peter yang mengejarku saat masih kuliah dulu. Bahkan sebelum lulus, kami sudah memutuskan untuk berpacaran.Aku memang pernah dengar kabar kalau dia punya teman masa kecil yang dekat dengannya, tapi aku sama sekali tidak pernah melihat Rosa muncul di sisinya, jadi aku pun tidak menaruh hati atas hal itu.Di meja belajarnya Peter, ada sebuah bola kristal hiasan. Suatu kali, aku tak sengaja menyentuhnya saat sedang membersihkan ruang belajarnya, dia langsung berdiri dengan wajah muram dan mendor

  • Menutup Pintu Masa Lalu   Bab 7

    Tentu saja, sama seperti rekan-rekan yang lain, aku juga memberi ucapan selamat atas pertunangan Peter dan Rosa. Setelah itu, aku menghapus semua kontak Peter.Akhirnya pesawat mendarat dan orang tuaku sudah menunggu di bandara.Ibu menggenggam tanganku dengan wajah tidak tega, “Putriku sayang, jauh-jauh merantau untuk kuliah dan bekerja, lihatlah kamu jadi kurus sekali sekang!”Ayah menepuk pundakku, nadanya penuh kelegaan, “Yang penting sudah pulang!”Di samping mereka, berdiri seorang pria yang bertubuh tegap, bahu bidang dan pinggang ramping.Usianya tampak lebih dewasa dariku. Dia mengenakan setelan jas tiga potong yang rapi. Wajahnya tegas dengan sorot mata hangat. Senyuman tipis menghiasi matanya saat menatapku dengan tenang.Tatapan itu begitu membakar, membuat wajahku memerah tanpa sadar. Aku sudah bisa menebak siapa dirinya.Ayah dan ibu buru-buru memperkenalkan, “Aurel, ini Jason.”Aku mengulurkan tangan dan Jason pun menyambut dengan telapak tangannya yang lebar, jemarinya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status