Peter pulang dengan wajah letih, tangannya masih menenteng seikat bunga segar.Dia berjalan mendekatiku tanpa sedikit pun rasa bersalah di wajahnya, “Aurel, aku bawakan bunga lisianthus kesukaanmu.”Lisianthus, bunga yang melambangkan kesetiaan dan cinta yang tunggal. Tapi saat ini, berada di genggamannya, rasanya seperti sebuah lelucon.Aku menerima bunga itu, Peter mengira emosiku sudah mereda. Dia pun mulai menjelaskan, “Rosa didiagnosis kanker tulang. Satu-satunya keinginannya itu menikah denganku. Kami tumbuh besar bersama, aku tak tega mengabaikan keinginannya. Jadi, tiga hari lagi aku bakal bertunangan dengannya.”“Kamu selalu pengertian, pasti bisa memahami aku, ’kan?”Nada bicaranya bukan seperti penjelasan, lebih mirip pemberitahuan.Tiga hari lagi bakal bertunangan dengan Rosa?Kebetulan, tiga hari lagi aku juga sudah berniat pergi.Aku hanya mengangguk pelan.Dulu, Peter paling tidak tahan dengan sifat manja dan keras kepalaku. Katanya, aku selalu mencari-cari perhatian da
Baca selengkapnya