Share

Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam
Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam
Author: Arizah Karimah

Bab 1

Author: Arizah Karimah
"Jeremy! Teganya kamu membunuh anakmu sendiri!" ratap Eleanor Haningrat sambil meringkuk. Rasa sakit yang mengerikan di perutnya hampir membuatnya tidak sadarkan diri. Cairan hangat terus mengalir ke kakinya.

Jeremy Adrian baru saja meminumkan obat aborsi pada Eleanor. Kini, sang suami duduk di tepi ranjang. Tangan dingin itu mencengkeram dagu Eleanor, menikmati raut kesakitan di wajahnya.

"Eleanor, hari ini aku akan membalas semua yang kamu lakukan pada Yoana. Gimana rasanya kehilangan anakmu secara perlahan?" ejek Jeremy.

Wajah Eleanor tampak pucat. Rintihan kesakitan terdengar pelan dari bibirnya. Dia menepis tangan Jeremy sambil berkata, "Sudah kubilang, bukan aku yang menyakiti anaknya. Harus berapa kali aku katakan padamu?"

"Bukan kamu?" ucap Jeremy. Cengkeraman tangannya yang dingin kian mengencang, seolah-olah ingin meremukkan dagu Eleanor.

Jeremy melanjutkan dengan marah, "Pelaku yang tertangkap itu mengaku kalau kamulah yang menyuruhnya. Masih mau beralasan apa lagi? Anak Yoana yang sudah berusia delapan bulan mati dalam kandungan. Gimana kamu bisa sekejam itu?"

Bibir Eleanor yang pucat bergetar. Sakit di dalam hatinya jauh lebih menyiksa dibandingkan sakit yang dirasakan tubuhnya. Entah sudah berapa kali Eleanor menjelaskan masalah ini pada Jeremy. Namun, bagaimanapun dia menjelaskan, pria itu tetap tidak mempercayainya.

Mendadak, selembar surat cerai dilayangkan tanpa diskusi. "Tanda tangan!" perintah Jeremy.

Aborsi dan perceraian! Sejak Jeremy yakin bahwa dirinya yang menyakiti Yoana Pratama, Eleanor tahu bahwa hari ini pasti akan tiba. Dia pernah menebak-nebak cara yang akan digunakan Jeremy untuk membalas dendam.

Hanya saja, Eleanor tidak menyangka Jeremy akan langsung mengambil nyawa anaknya. Bagaimanapun, anak ini darah dagingnya sendiri!

Wajah Eleanor terlihat sangat pucat. Sambil memegangi perutnya yang sedang hamil delapan bulan, dia bertopang pada nakas dan berdiri dengan gemetar.

Eleanor meremas surat cerai itu dan menatap Jeremy dengan mata memerah. Dia berucap, "Oke, mari bercerai. Kamu nggak percaya padaku dan ingin membalaskan dendam Yoana, nggak masalah! Lagi pula, nggak ada lagi yang bisa kukatakan pada idiot sepertimu!"

"Tapi, anak ini darah daging Keluarga Adrian. Apa kamu sudah meminta persetujuan dari aku, Ibu, dan Kakek sebelum berbuat begini? Jeremy, harimau saja nggak memakan anaknya. Kamu yang membunuh anakmu sendiri ini lebih keji dari binatang!" lanjut Eleanor.

Mata Jeremy yang gelap menatap Eleanor lekat-lekat. Atmosfer di sekitarnya perlahan menjadi dingin.

Jeremy melirik perut Eleanor yang membuncit dengan sinis, lalu mendengus dan berucap, "Gimana jika aku bilang kalau anak yang berada di perutmu itu bukan darah dagingku?"

Jantung Eleanor berdebar kencang. Setelah beberapa detik, dia membalas dengan dingin, "Jangan bercanda."

"Di pesta ulang tahun Kakek, Yoana mencampurkan obat perangsang ke minumanmu. Kamu salah masuk ke kamar pria lain dan hamil anak ini. Anak yang kamu kandung bukan darah daging Keluarga Adrian, jadi aku sama sekali nggak butuh persetujuan Ibu dan Kakek," jelas Jeremy.

Mata Eleanor berkilat panik. Dia menghampiri Jeremy dan mencengkeram kerah bajunya dengan raut tidak percaya.

"Nggak mungkin, kamu pasti bohong! Pria malam itu jelas-jelas kamu. Kamu juga mengakui anak ini sebagai milikmu!" kata Eleanor.

Dalam tiga tahun pernikahan mereka, Jeremy memang jarang menyentuhnya. Namun, Eleanor yakin bahwa tubuh dan aroma pria yang bersamanya malam itu adalah Jeremy. Jeremy pasti sedang berbohong!

"Aku merasa bersalah padamu atas perbuatan Yoana, jadi aku mengakui anak ini." ucap Jeremy.

Eleanor sontak terbelalak. Kata-kata Jeremy membuatnya menyadari satu hal yang menggelikan.

"Jadi, kamu sudah tahu dia menjebakku sejak awal. Tapi, demi melindunginya, kamu mengakui anak ini?" tanya Eleanor.

Jeremy mengernyit. Dia baru mengetahui masalah ini setelah menyelidikinya belakangan. Jeremy tentu saja marah dan menyalahkan Yoana. Wanita itu juga sudah meminta maaf.

Di malam yang sama waktu itu, Jeremy mabuk dan berhubungan intim dengan Yoana. Akibatnya, wanita itu mengandung anaknya.

Perasaan bersalah melintas di mata Jeremy, tetapi dia tidak berusaha menjelaskan diri dan hanya menjawab singkat, "Iya."

Plak! Suara tamparan keras berdengung di telinga. Jeremy tertegun untuk sejenak. Detik berikutnya, sensasi perih menyebar di pipinya.

Eleanor menahan rasa sakit yang menyiksa di perutnya dan melayangkan tamparan dengan segenap tenaganya. Betapa kejamnya! Bagaimanapun, Eleanor adalah istrinya. Namun, setelah mengetahui fakta itu, Jeremy tidak melakukan apa pun.

Apa Yoana sepenting itu di hati Jeremy? Begitu penting hingga dia bahkan tidak peduli pada harga dirinya sendiri sebagai seorang pria?

"Jeremy, apa kamu percaya sama karma? Anak Yoana mati karena itu karmanya. Kamu juga akan mendapat karmamu nanti!" raung Eleanor.

Mata Jeremy berkilat marah. Dia melangkah cepat menghampiri Eleanor, lalu mengimpitnya ke dinding dan mencekik lehernya.

"Coba katakan sekali lagi! Saat aku koma setelah kecelakaan mobil, kamu memaksa Yoana pergi dan memanfaatkan kesempatan untuk menjadi istriku. Kalau nggak begitu, mungkinkah dia melakukan hal ini?" geram Jeremy.

Eleanor memaksa Yoana pergi demi menjadi istri Jeremy? Benarkah? Setelah kecelakaan mobil, Jeremy menderita gagal ginjal. Eleanor-lah yang mendonorkan ginjalnya untuk menyelamatkan pria itu.

Sebagai balasannya, Simon Adrian setuju untuk menikahkannya dengan Jeremy. Syaratnya hanya satu, Eleanor tidak boleh memberi tahu Jeremy tentang donor ginjal itu.

Di sisi lain, begitu mendengar bahwa Jeremy jatuh ke dalam kondisi vegetatif, Yoana yang saat itu bertunangan dengannya segera membatalkan pertunangan dan kabur ke luar negeri.

Mata Eleanor bersinar dingin. Dia perlahan melepas tangan Jeremy dari lehernya sambil berucap, "Jeremy, aku nggak pernah berutang apa pun padamu."

Sambil menahan dorongan untuk membunuh, Jeremy mengawasi Eleanor yang perlahan melangkah pergi.

Saat ini, usia kandungan Eleanor sudah delapan bulan. Obat aborsi tidak akan berpengaruh.

Hanya saja, air ketuban Eleanor pecah lebih awal dan perutnya luar biasa sakit. Anak dalam kandungannya akan segera lahir. Dia harus pergi ke rumah sakit sekarang juga.

"Mau ke mana kamu?" tanya Jeremy dengan nada dingin yang menakutkan.

Kegaduhan ini menarik perhatian salah seorang pembantu. Ketika melihat Eleanor kesakitan, dia bergegas menopangnya dan bertanya dengan cemas, "Nyonya kenapa?"

Eleanor kesakitan hingga tubuhnya tidak bertenaga. Dia hanya bisa bertopang sepenuhnya pada pembantu itu.

"To ... tolong antar aku ke rumah sakit," pinta Eleanor.

Tahu Eleanor akan segera melahirkan, pembantu itu langsung setuju.

Jeremy memicingkan matanya, menatap wanita yang berjalan dengan langkah gemetar itu. Dia berucap, "Anak Yoana sudah mati, kamu pikir aku akan mengampuni anakmu?"

Suara guntur menggelegar terdengar di luar. Hati Eleanor bergetar hebat. Dia menggertakkan gigi dan mengumpulkan segenap kekuatannya untuk membalas, "Kalau anak ini bukan milikmu, apa hakmu untuk menentukan nasibnya?"

Entah mengapa, kata-kata ini mencubit hati Jeremy. Aura dingin di tubuhnya bertambah kental hingga membuat pembantu di sebelahnya gemetar ketakutan.

Setelah hening sejenak, Jeremy tertawa dingin dan berkata, "Oke, karena kita sudah cerai, kamu nggak berhak memerintah pembantuku lagi. Kalau kamu mau ke rumah sakit, kamu bisa pergi sendiri."

Keputusasaan yang dalam terpancar dari mata Eleanor. Dia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya. Pria macam apa yang telah dicintainya selama ini ....

Sebelum Jeremy berkata lebih banyak, Eleanor menggertakkan gigi dan melepaskan tangan pembantu yang menopangnya. Kemudian, dia berjalan keluar sendirian di bawah tatapan dingin Jeremy.

Saat ini sedang hujan lebat di luar. Tetes air yang dingin menggigit tulang menghunjam tubuh Eleanor.

Eleanor berusaha keras menahan sakit di perutnya dan terus berjalan. Kegelapan di depannya seolah-olah tidak berujung.

Tiba-tiba saja, Eleanor terpeleset. Untungnya, dia sempat mengulurkan tangan untuk melindungi perutnya agar tidak membentur tanah.

Namun, ketika Eleanor hendak berdiri, tubuhnya yang berat kembali terjatuh. Pandangannya mulai kabur dan tak lama, dia sepenuhnya jatuh ke dalam kegelapan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
viodiah septiana
kerenn sekali awal.kisahnha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 412

    Bella menggigit bibirnya dengan agak getir. "Hmm.""Semua ini ditulis oleh Jeremy. Awalnya, dia nggak percaya pada hal-hal seperti ini. Tapi karena kamu, setiap malam saat dia nggak bisa tidur, dia berlutut di depan altar dan berdoa. Totalnya ada 248 halaman, dia melakukannya selama 62 hari berturut-turut."Eleanor menatap buku tebal itu. Setiap halaman ditulis dengan rapi, semuanya adalah tulisan tangan Jeremy. Hatinya sedikit bergetar.Eleanor tidak tahu apakah Jeremy benar-benar percaya pada dewa, tetapi yang jelas, dia menulis ini sambil berdoa, sambil menyesali perbuatannya, sambil menyalahkan diri sendiri, sambil merasakan sakit.Melihat tulisan-tulisan itu, Eleanor bisa membayangkan sosok seorang pria yang menunduk sambil mencatat setiap tulisan dengan penuh ketulusan."Jeremy memang pernah menyakitimu. Selama kamu menghilang, dia hidup dalam penderitaan setiap hari, bahkan gangguan tidurnya semakin parah sampai nggak ada obat yang berkhasiat.""Dia sama sekali nggak bisa tidur.

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 411

    Eleanor mengernyitkan alisnya. "Nggak ada."Semua barang milik Eleanor sudah disimpan oleh Jovita, tidak ada yang tersisa lagi.Jovita menatap mata Eleanor, seolah-olah ingin memastikan yang dikatakan Eleanor memang benar. "Eleanor, coba pikirkan lagi baik-baik, benaran nggak ada benda lain?""Nggak ada," jawab Eleanor dengan tegas sambil menggelengkan kepala. Semua barang peninggalan ibunya untuknya berada di Keluarga Haningrat karena saat itu dia masih berusia puluhan tahun. Dia yang tidak memiliki persiapan apa pun tidak mungkin bisa melawan kelicikan dari Robert dan Felicia, sehingga semua barang itu tidak pernah sampai ke tangannya.Ekspresi Jovita berubah dan menganggukkan kepalanya, seolah-olah merasa lega."Nenek, kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti ini? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Eleanor.Jovita langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak ada apa-apa. Hanya saja tiba-tiba teringat, jadi aku coba bertanya padamu."Eleanor yang cemberut pun menganggukkan kepala dengan

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 410

    "Di mana Nenek?" Eleanor tidak ingin membuang waktu berbicara dengan Tiara.Meskipun Eleanor tahu Tiara hanyalah alat yang dimanfaatkan oleh Yoana untuk menanggung kesalahannya, Tiara tetap memiliki niat buruk terhadap anak-anaknya dan bersedia dimanfaatkan secara sukarela.Saat ini, Eleanor tidak punya waktu untuk berurusan dengannya. Selama Tiara tidak menimbulkan masalah lagi, Eleanor akan menganggapnya tidak ada.Tiara tertegun sejenak sebelum menunjuk ke lantai atas. "Nenek ada di atas."Eleanor langsung menaiki tangga. Begitu dia pergi, Tiara buru-buru menelepon ayah dan ibunya. "Ayah, Eleanor masih hidup ...!"Eleanor tiba di depan kamar Jovita dan mengetuk pintu dengan pelan. Sesaat kemudian, terdengar suara dari dalam. "Masuk."Eleanor membuka pintu dan melangkah masuk. Jovita yang memakai kacamata rabun tua sedang duduk di kursi malas dekat jendela besar sambil merajut sesuatu. Cahaya matahari menyelimuti tubuhnya, memberikan kesan hangat dan damai.Ketika dia mengangkat kepa

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 409

    "Kukembalikan kepadamu," ujar Jeremy.Charlie mengangkat alis. "Kamu menyelidikiku?"Jeremy menatapnya dengan tenang. "Aku cuma menebak."Selama dua bulan terakhir, kecurigaan Jeremy terhadap Charlie tidak pernah surut. Dia terus mengawasi Charlie dan akhirnya menemukan sejumlah besar uang yang keluar dari rekeningnya.Empat triliun. Bukan jumlah kecil, cukup untuk membeli sebuah kediaman mewah atau barang berharga lainnya. Anehnya, Charlie hanya mengeluarkan uang tanpa membeli aset apa pun.Lebih mencurigakan lagi, transaksi itu terjadi tepat tiga hari setelah Eleanor menghilang. Ditambah dengan pengakuan Eleanor bahwa dia terkena racun yang sangat langka, Jeremy menyimpulkan bahwa uang itu kemungkinan besar telah digunakan untuk menyelamatkan Eleanor.Jika itu memang untuk Eleanor, Jeremy merasa sudah seharusnya dia kembalikan.Charlie tertawa kecil, meletakkan cek itu di atas meja dengan santai. "Kamu ini siapa? Berani sekali kamu menggantikan dia membayar utangnya?"Jeremy menyahut

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 408

    Langkah kaki Eleanor terhenti sejenak. Masa dia tidak berani duduk di sofa rumah sendiri?Dengan tenang, dia mendekat dan duduk. Jarak di antara dia dan Jeremy tidak terlalu dekat, tetapi juga tidak jauh, cukup untuk satu orang duduk di antara mereka.Tidak ada yang berbicara. Seolah-olah mereka memang hanya tidak bisa tidur dan duduk untuk menonton film. Namun, nyatanya tidak ada yang benar-benar menonton.Saat film diputar hingga setengah, Jeremy tiba-tiba merasakan beban lembut di bahunya. Hatinya bergetar. Dia menoleh sedikit, dagunya tanpa sengaja menyentuh dahi Eleanor yang tertidur lelap.Perlahan-lahan, dia mengangkat tangannya, setengah merangkul wanita itu. Bibirnya membentuk senyuman tipis.Dia menggendong Eleanor dengan hati-hati, seolah-olah mengangkat barang paling berharga di dunia. Kemudian, dia berbaring di samping Eleanor.Aroma wangi yang samar dari tubuh Eleanor terasa menenangkan, perlahan meredam kegelisahan dalam hati Jeremy. Jeremy menunduk untuk mengecup dahiny

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 407

    Eleanor memberikan satu set pakaian untuk Vivi, sementara Jeremy sudah membawa anak-anak ke ruang tamu.Lima menit kemudian, mereka semua duduk di ruang tamu, saling bertukar pandang. Vivi melihat Jeremy, lalu Eleanor, kemudian menatap mereka berempat. Di tengah keluarga ini, keberadaannya benar-benar terasa berlebihan.Saat berikutnya, dia teringat kejadian di restoran tadi. Mereka berdua ... mau balikan? Vivi berpikir, merasa lebih baik tidak ikut campur urusan asmara orang lain. Jadi, dia mengambil tasnya dan berdiri. "Aku paham, aku paham."Karena tidak ingin merusak momen, dia langsung bersiap untuk pergi. "Aku datang lagi lain kali."Dalam sekejap, Vivi melesat keluar. Eleanor melihat kepergiannya yang secepat kilat, merasa Vivi sudah sangat mahir dalam seni melarikan diri.Eleanor menatap Jeremy. "Kamu benar-benar mau menginap di sini?""Kalau tidur di luar, aku bisa mati kedinginan. Jadi ...." Jeremy menarik sudut bibirnya. "Kasihanilah aku."Eleanor mengangguk. Dia tidak sekej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status