Part 33Sejujurnya hati Felicia membara ketika mobil berjalan masuk di komplek perumahan elit. Kini ia bisa melihat dengan jelas kebohongan yang disembunyikan Hanan selama ini. Setega itu menggunakan uang mereka untuk membahagiakan istri kedua.“Kamu lelaki penyayang ya, Pah, membelikan rumah yang bagus di komplek yang elit,” sindir Felicia.“Aku membeli ini agar tidak kejauhan pulangnya,” jawab Hanan asal.“Benarkah? Jadi kamu tidak membelikan rumah ini untuk gundik kamu?”“Feli, mulai sekarang biasakan memanggil adik madumu dengan namanya. Bukankah kamu sudah setuju dengan pernikahanku? Kenapa masih memanggil dia serendah itu?”“Jadi kamu tidak terima aku memanggil dia seperti itu? Kamu sakit hati? Wah, hati kamu sudah lebih banyak buat dia ternyata ya? Pantas saja lupa sama Abizar dan juga ibu kamu. Malang sekali nasibku. Sudah tidak mendapatkan nafkah batin tapi masih harus mengurusi ibu kamu.” Hati Felicia terasa nyeri menyadari Hanan seperti tidak tertarik pada tubuhnya lagi.“B
Part 32Felicia langsung mengantar Abizar ke sekolah tanpa pulang ke rumah lebih dulu. Setelahnya ia langsung ke butik. Hatinya masih malas Hanan menunggu rumah seorang diri karena ternyata pembantu dan sopir Felicia disuruh berlibur.Ia bangun dan mendapati rumah yang sangat sepi. Tak ada makanan, tidak ada Felicia yang menyambut hangat seperti jauh sebelum ia bertemu Safira. Dalam keadaan kesepian dan bingung, pria itu memilih membuka ponsel dan mengecek barangkali ada pesan penting. Tangannya berhenti pada pesan yang dikirim dari Safira.Aku tidak tahu apa yang akan Mas putuskan dengan hubungan kita. Aku sudah lelah, sangat lelah. Jika memang Mas mau menceraikan aku dan memilih Mbak Feli, aku ikhlas, Mas. Dari awal aku memang hanya istri simpanan yang meminjam dari Mbak Feli. Sekarang waktunya aku mengembalikan Mas pada pemiliknya.Hanan langsung menelpon Safira. Terdengar suara dari seberang sedang menangis.“Aku tidak akan meninggalkan kamu. Percayalah padaku, Fira! Hanya saja, a
Part 31“Feli, mama papa kamu bicara apa tadi?” tanya Hanan setelah mertuanya pergi dan dia berani masuk ruangan.“Menanyakan tentang kabarku selama tidak bertemu mereka. Memintaku untuk membawa Abizar ke rumah mereka. Dimana tadi Abizar aku cari pas Mama Papa pengen ketemu kok gak ada?”“Dia pergi keluar sama Si Mbak. Apa kamu sudah menyuruh dia untuk menjauhiku, Feli?”“Selain kamu tidak setia, kamu sudah berubah, Hanan. Kamu penuh curiga dan tukang fitnah. Bukankah kamu sendiri yang menciptakan jarak dengan anakmu? Kamu masih ingin terus menyalahkanku, Hanan?” Felicia menatap Hanan tanpa kedip.“Maaf aku salah.”“Kamu mau menginap di sini atau kembali ke rumah istri kamu?” tanya Felicia sambil berlalu ke kamar mandi.“Ini masih rumahku, ‘kan? Kenapa bertanya seperti itu?”Felicia keluar dengan wajah basah. “Aku tidak tahu, apa kamu masih menganggap ini rumahmu, aku istrimu dan Abizar anakmu atau tidak.”“Feli, kamu sudah bertemu dengan orang tuamu, apa mereka memaafkan kesalahanmu
Part 30Pagi telah menjelang.Hanan tetap berada di toko, Felicia kembali ke rumahnya dan Safira masih meratapi nasib di atas tempat tidur. Widiyanti terus memaksa agar putrinya bangkit dari keterpurukan serta bertindak segera untuk segera menghancurkan toko milik Felicia. Akan tetapi, Safira belum mau beranjak.“Kamu mau terus menangis sampai kapan? Kamu sudah mengorbankan banyak hal demi mendapatkan Hanan. Kamu mau terus seperti itu atau kamu akan menghancurkan toko Felicia agar dia merasakan penderitaan juga?”“Biarkan aku berpikir dulu, Ibu. Ibu pikir ini mudah? Aku mencintai Mas Hanan bukan karena harta, tetapi karena aku mencintai dia, Ibu. Kalau aku bertindak gegabah, Mas Hanan bisa meninggalkanku.” Safira yang kesal berteriak.“Bunda, aku bagaimana? Berangkat sekolah atau tidak, Bunda?” Nayma yang sudah mandi bertanya bingung.Safira tambah stres, sejenak menyesali keputusan Hanan yang memindahkan sekolah Nayma. Untuk berangkat kesana perlu diantar, tidak seperti di sekolah se
Part 29Felicia memilih b menginap di hotel sendirian. Ia juga mematikan ponsel setelah sebelumnya memberi kabar pada Abizar agar tidak cemas menunggu telepon darinya. Masuk ke kamar, Felicia segera menggelar sajadah dan berdzikir sambil menangis.“Ya Allah, aku sudah terlanjur mencintaiMu, maka jangan jadikan ujian ini untuk melemahkan imanku,” kta Felicia lirih dalam sujud.Lama ia mengadukan keadaan hati pada Sang Pemilik Hidup, hingga tak sadar waktu sholat sudah silih berganti. Selepas Isya Felicia bangun dan teringat kalau ia belum memberi kabar pada Veronica. Tadinya hanya pamit untuk membeli keperluan pribadi, tetapi akhirnya memutuskan untuk menyendiri di hotel.“Biar sajalah besok saja,” kata Felicia mengabaikan perasaan. Ia tidak ingin diganggu oleh siapapun.Felicia terpaksa meminum obat tidur agar tidak terbebani dengan banyak pikiran. Tubuhnya lelah perlu istirahat, tetapi tanpa sebuah obat, mustahil dapat memejamkan mata.Veronica yang tidak bisa tidur karena memikirkan
“Teruntuk suamiku, Mas Hanan, pria yang sudah membuat aku memeluk Islam dari aku yang sebelumnya nonis, selamat menempuh hidup baru ya, Pah. Terima kasih sudah membohongi aku dan Abizar. Terima kasih sudah meninggalkan kami sendirian dan kamu memilih hidup di kota ini demi bersama dengan dia istri simpanan kamu. Aku menemanimu dari yang awalnya kamu pemuda miskin tidak punya apa-apa, sampai sekarang kaya raya dan bisa membuat pesta yang sangat megah. Aku dimusuhi keluargaku, meninggalkan kedua orang tuaku yang kaya raya demi hidup bersama kamu. Masih ingat tidak, Pah, kita memulai usaha semua dari tabungan aku. Aku menyayangi ibumu dan memenuhi kebutuhan keluargamu tanpa pernah mengungkit. Aku kira itu cukup bisa membuat kamu setia, ternyata di belakang aku, kamu berkhianat.” Dengan nada lemah lembut Felicia berucap.Semua tamu yang hadir langsung duduk dan mendengarkan.“Kau menggunakan uang kita untuk membahagiakan perempuan yang di sampingmu. Aku ikhlas, Pah. Sangat ikhlas. Aku seba