Share

4. Dunia Runtuh

Jovita sedang mengompres matanya saat Ezra masuk kamar sepulangnya dari bekerja. Ia melirik jam di dinding, pukul 10.30 malam. Biasanya Ezra baru pulang jam 11 malam. Tumpukan kasus yang harus ditangani dan kemacetan ibu kota menjadi penyebabnya.

"Kenapa matamu?" tanya Ezra lembut sambil menurunkan pengompres di mata istrinya.

"Tadi pagi," jawab Jovita singkat. Ia sendiri tidak ingin menyinggung hal semacam itu lagi, mengingatkan pada cela dalam pernikahannya.

Ezra mengamati dan menciumi mata istrinya. "I'm so sorry."

"It's okay. Jangan diulangi, please," pinta Jovita lirih.

Ezra tersenyum. "Aku janji, tapi kamu juga jangan menantangku, okay?"

Jovita mengangguk, walau dalam hati juga bertekad tidak akan tinggal diam apabila disakiti lagi.

"Apakah kamu ke dokter?" tanya Ezra sambil membuka kemejanya.

"Tidak. Aku tidak mau urusan menjadi panjang," sahut Jovita.

Ezra tersenyum lega sebelum melangkah masuk ke kamar mandi. Jovita tahu betul tuntutan dan aturan main di keluarganya.

Jovita mengamati kondisi matanya di cermin. Berdasarkan informasi yang didapat dari internet, kondisi ini kemungkinan adalah pendarahan subkonjungtiva1 yang akan hilang dengan sendirinya, tapi lebih cepat apabila dibantu dengan mengompres mata dengan air suhu normal. Ia berharap semoga tidak ada dampak serius di matanya ini akibat perilaku kasar Ezra.

Pikirannya melayang, suaminya itu akhir-akhir ini menujukkan sifat yang cukup emosional, mudah tersinggung dan terusik hanya dengan satu atau dua kata yang tidak berkenan di hati. Sejak dulu, Ezra adalah sosok yang penyayang, meski cenderung keras kepala dan kerap melontarkan kata-kata kasar apabila marah. Namun, lelaki itu sama sekali tidak pernah menyakiti dirinya, bahkan memperlakukannya seperti seorang ratu hingga lima tahun usia perkawinan mereka.

Jovita berusaha meyakinkan diri bahwa hal tersebut kemungkinan disebabkan tekanan pekerjaan. Sebagai pengacara, kompleksitas kasus dan urusan dengan para penegak hukum pasti memicu peningkatan kadar kortisol2 Ezra.

Jovita menghela napas berbarengan dengan Ezra yang keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat sangat segar dan aroma magnolia dari sabun mandi menyeruak. Ia segera mengambil kaos dan celana pendek untuk suaminya.

"Vanya sudah tidur?" tanya Ezra sambil memakai pakaian yang telah disiapkan oleh istrinya.

"Sudah," sahut Jovita.

"Aku menciumnya dulu, ya," ujar Ezra. Ia mencium Jovita, kemudian berjalan menuju pintu kamar.

Jovita memandangi punggung suaminya. Ezra adalah sosok ayah yang penuh kasih sayang. Vanya begitu mengidolakannya. Interaksi antara Ezra dan Vanya teramat akrab, bahkan anak itu seringkali lebih menurut pada ayahnya. Benar-benar tidak ada alasan bagi Jovita untuk tidak mengatakan bahwa suaminya itu adalah sosok penyayang.

Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil menunggu Ezra. Teringat kembali pada unggahan Agnes. Segera diraihnya ponsel dan membuka akun sosmed sahabat lamanya itu. Berbagai foto berisi imbauan anti kekerasan dalam rumah tangga mendominasi unggahannya. Ia terakhir kali bertemu dengan Agnes saat berlibur ke Melbourne dua tahun silam. Selepas lulus SMA, Agnes mengambil kuliah jurusan Psikologi di Bandung dan kemudian menikah dengan pria berkewarganegaraan Australia. Sejak dulu, Agnes memang sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial, sehingga tidak mengherankan ia sekarang menjadi aktivis anti KDRT.

Ada dorongan besar untuk menyapa Agnes yang tidak dapat ditahannya. Walaupun memiliki banyak teman, namun rasanya hanya kepada Agnes, ia bisa terbuka mengenai segala hal tentang dirinya. Semenjak mereka berpisah karena kuliah di kota berbeda, intensitas bercerita pun menurun. Seiring dengan namanya yang terus bersinar, ia pun terbiasa menutup rapat semua hal negatif yang dapat mencacati reputasinya. Menjadi menantu Satria Dharmawan menjadi alasan tambahan untuk membatasi keterbukaan masalah pribadi dengan pihak luar.

Jovita melirik jam di ponselnya, pukul 11 malam, berarti di Melbourne sudah pukul 2 pagi. Ia memberikan quick reaction berupa emoticon3 yang bermakna sedih atas unggahan I*******m Stories Agnes tentang korban KDRT, sekadar sapaan awal. Ia menduga kemungkinan Agnes baru akan membalas besok pagi. Ternyata, Agnes langsung memberikan respons balasan.

Jovita melanjutkan sapaannya. Belum tidur, Nes?

Belum, masih ada kerjaan dan tadi sore ketiduran baru bangun jam 8 malam. Masih melek deh jam segini. Balas Agnes.

Apa kabar? tanya Jovita.

Kabar baik. Kamu? jawab Agnes.

Mereka pun melanjutkan berkirim pesan bertanya mengenai keadaan keluarga.

Jovita merasa b**a-basi sudah cukup. Ia mulai mengajukan pertanyaan yang membuatnya penasaran. Aku syok lihat unggahanmu, memorabilia korban KDRT. Kasihan banget. Apakah sejak awal tidak tahu bahwa suaminya senang menggunakan kekerasan?

Iya, prihatin banget dengan kasus seperti ini. Tidak semua pelaku kekerasan menunjukkan perilaku kasar sejak awal, Jo. Ada yang setelah bertahun-tahun menikah lalu berubah kasar, padahal awalnya manis banget. Sering disebut bergaya romeo. Biasanya diawali dengan kekerasan verbal atau psikologis. Jenis kekerasan ini sering diabaikan, baru disadari ketika sudah mulai main tangan. Agnes memberikan penjelasan.

Kok bisa tiba-tiba berubah kasar? Jovita makin penasaran.

Biasanya ada pemicu, Jo. Perilaku tidak mungkin tiba-tiba berubah.

Apa penyebabnya? Tekanan di pekerjaan? Jovita mengeluarkan hipotesisnya mengenai penyebab perubahan perilaku Ezra.

Tekanan kerja yang ekstrem, PHK atau demosi4 yang berdampak pada ekonomi keluarga. Yang paling sering sih, selingkuh, Jo.

Jantung Jovita seolah berhenti berdetak. Selingkuh? Apa mungkin Ezra selingkuh? Pertanyaan ini spontan menari-nari yang langsung disangkalnya. Rasanya tidak mungkin, ia yakin betul akan kesetiaan Ezra. Ia juga sangat yakin telah memberikan segalanya untuk membahagiakan suaminya.

Kalau selingkuh kan harusnya mudah dideteksi ya, Nes. Misalnya, jadi jarang pulang, atau mulai tidak mau berhubungan suami istri. Jovita berupaya mencari pembenaran.

Tidak selamanya begitu, Jo. Kalau lelaki selingkuh, bisa saja dia bertambah kasar atau kebalikannya bertambah manis. Banyak yang pandai bermain peran, sehingga istrinya tidak menyadari.

Jovita kian membuncah, melanjutkan pertanyaan. Apa yang membuat perempuan seolah tidak sadar dia menjadi korban KDRT?

Biasanya karena setelah melakukan tindak kekerasan, suami akan bersikap manis. Jadi ada fase honeymoon, ditandai dengan suami menunjukkan penyesalan, meminta maaf, memberikan hadiah bisa berupa barang atau hubungan seksual yang lebih intens dan menggelora. Istri memaafkan, tapi nanti pasti akan terulang lagi hal yang sama. Pelan-pelan istri terseret dan sudah tidak berdaya. Agnes menjawab dengan gamblang.

Tangan Jovita mendadak dingin. Semua penjelasan Agnes sama persis dengan yang dialaminya. Masih sulit baginya memahami perilaku kasar Ezra, sekarang ditambah lagi kemungkinan suaminya itu berselingkuh.

I see. Thanks buat night chat-nya. Sukses terus, Nes. Nighty-night. Jovita memberikan salam penutup. Ia merasa tidak sanggup menggali lagi, tidak sanggup dihadapkan pada beberapa kemungkinan kenyataan.

Jovita meletakkan ponselnya, memejamkan mata. Akan tetapi, dorongan untuk membuktikan perkataan Agnes kian menguat, membuatnya gelisah. Ia pun bangkit dan segera mencari ponsel Ezra, itu adalah benda yang menyimpan semua rahasia.

Tas kerja, nakas, kamar mandi, semua tempat di penjuru kamar ditelusurinya, namun nihil. Ponsel Ezra tak kunjung ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, Ezra membawa ponsel itu bersamanya. Kecurigaan menyeruak di dada Jovita, untuk apa membawa ponsel jika hanya ke kamar Vanya. Ia terduduk lemas. Bayangan akan cibiran orang atas rumah tangganya mulai menari-nari di pelupuk mata.

Ezra masuk ke kamar lalu berjalan ke sisi kiri tempat tidur. Posisi yang selalu dipilihnya.

Jovita mengamati gerakan Ezra dari sudut matanya. Dilihatnya Ezra meletakkan ponsel di atas nakas, lalu membaringkan tubuh.

Dada Jovita berdegup kian tak menentu.

"Tidur, yuk," ajak Ezra sambil menepuk bantal.

Jovita menurut, mematikan lampu di atas nakas. Kegelapan menyembunyikan keresahannya.

Ezra mendekati tubuh Jovita, menciumi bibir istrinya.

"Apakah kamu mencintaiku, Bear?" pancing Jovita.

"Tentu aku sangat mencintaimu. You're the one and only," sahut Ezra seraya mengusap lembut pipi istrinya.

"Kamu bahagia bersamaku?" tanya Jovita lirih.

"Never been happier," sahut Ezra lalu mengulum bibir Jovita sebelum kembali ke posisi tidurnya.

Tidak beberapa lama kemudian dengkuran halus terdengar, menandakan Ezra sudah terlelap.

Jovita belum dapat memejamkan matanya sama sekali. Pikiran dan perasaannya berkecamuk. Setelah sekian lama terjaga, ia beringsut dari tidur, berjingkat mendekati nakas di sebelah Ezra, memberanikan diri membuka ponsel suaminya.

Ponsel Ezra sudah dalam genggaman, namun belum dapat dibuka karena memerlukan sidik jari atau kata sandi. Menggunakan sidik jari, jelas tidak mungkin, itu dapat membangunkan Ezra. Ia mencoba memasukkan tanggal pernikahan mereka, gagal. Ulang tahun Ezra dan dirinya, gagal. Terakhir dicobanya memasukkan tanggal lahir Vanya, berhasil!

Dengan gemetar diarahkan jemarinya membuka aplikasi W******p. Ada sebuah nama yang berada di urutan teratas, menandakan obrolan terakhir Ezra dilakukan bersama orang itu. "Aein" merupakan nama yang tertera. Nama yang membuat dahi Jovita berkerut. Ia menduga ini pasti bukan nama sebenarnya.

Saat dibuka, tidak ada percakapan apa pun, seluruh isi pembicaraan sepertinya telah dihapus. Dingin merasuki tidak hanya jemari, namun sekujur tubuh Jovita. Percakapan rahasia macam apa yang membuat Ezra harus menyembunyikan isinya. Percakapan dengan klien yang benar-benar rahasia saja tidak pernah dihapusnya.

Jovita memencet tepat di tulisan nama "Aein" itu, foto yang dipasang adalah gambar dua tangan berpegangan. Tangan wanita dan pria bergandengan. Ia menelan ludah, membesarkan foto itu, mencari tahu apakah tangan pria itu adalah tangan Ezra, tetapi cukup sulit untuk memastikan. Hanya ada satu cara, meskipun teramat berisiko.

Dipastikannya ponsel dalam mode bisu, kemudian Jovita mengirim pesan hanya berupa huruf L kepada kontak bernama Aein itu. Ia sengaja hanya mengirim satu huruf tidak bermakna, sehingga apabila ternyata antara Ezra dan Aein sekadar hubungan pekerjaan, itu hanya akan dianggap sebagai ketidaksengajaan.

Jovita merasakan dada dan perutnya bergejolak menunggu respons dari si Aein, yang entah siapa nama aslinya. Satu detik terasa satu menit, satu menit terasa satu jam. Ia mulai gelisah, khawatir Ezra tiba-tiba terjaga. Dua menit, tiga menit, tidak juga ada balasan. Segera diputuskan untuk menghentikan penantian, tangannya bergerak hendak meletakkan kembali ponsel Ezra pada tempatnya. Gerakannya terhenti saat lampu ponsel menyala, menandakan ada pesan masuk. Pesan balasan dari Aein.

Ada apa, Chagia? Belum tidur? Katanya tadi sudah mau masuk kamar.

Jovita lemas, tulangnya seolah tak mampu menopang tubuhnya. Meski bukan penggemar drama Korea, tapi beberapa kata dalam bahasa Korea sering didengarnya. Aein dan Chagia merupakan sebutan untuk kekasih. Dua yuniornya Maya dan Hilda yang menggandrungi segala hal berbau Korea selalu membahas hal semacam ini di setiap kesempatan.

Ia mengumpulkan keberanian dan kekuatan mengirim balasan untuk semakin memastikan hubungan antara Ezra dan Aein. Belum. Kamu?

Belum juga. Masih terbayang serunya tadi. Masih mikirin kamu. Semoga kamu juga mikirin aku di tidurmu, ya. Saranghae5.

Dunia Jovita seolah runtuh dalam sekejap. Ia bukan perempuan satu-satunya yang dicintai Ezra seperti ucapannya tadi.

-----

1 pendarahan subkonjungtiva : kondisi yang terjadi ketika pembuluh darah kecil pecah tepat di bawah permukaan mata.

2 kortisol : hormon yang meningkat saat seseorang mengalami stres.

3 emoticon : simbol yang merepresentasikan ekspresi wajah.

4 demosi : pemindahan suatu jabatan ke jabatan yang lebih rendah.

5 saranghae : aku mencintaimu dalam bahasa Korea (informal).

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status