Share

Tiga

Bu Hana membantu mengoles obat pada wajah Sandrina. Wanita tua itu masih saja mengomel karena ulah Bastian wajah menantu kesayangannya menjadi lebam.

“Tenang saja, sudah ibu telepon suruh pulang. Setelah ini kita ke Dokter Kandungan.”

“Iya, Bu.”

Terdengar deru mobil memasuki halaman rumah. Suara kendaraan itu sudah sangat dihafal Sandrina, ia gegas ingin menyongsong sang suami.

“San, biar ibu saja. Kamu di sini istirahat.” Bu Hana langsung menghampiri sang anak.

Bastian berdiri di depan rumah saat sang ibu sudah menunggunya di ambang pintu. Pria dengan rambut cepak itu mengembuskan napas sebelum ia mendapat beberapa wejangan dari ibunya.

“Kamu itu nggak punya pikiran, punya perasan nggak kamu?”

Benar dugaan Bastian, sang ibu mulai memberikan ceramah padanya. Kali ini pasti akan panjang sampai ia lelah.

“Ibu ngomong apa, sih?”

Bastian berjalan melewati sang ibu. Netranya melirik ke arah Sandrina yang duduk di sofa. Tidak biasa wanita itu tak sibuk mengambilkannya teh saat pulang dari mana pun dirinya datang.

Bu Hana mengejar Bastian yang sudah dulu masuk rumah. Wanita itu menjewer telinga sang anak hingga Bastian meringis kesakitan. Sementara, Sandrina tertawa tipis melihat suaminya seperti anak kecil di marahi.

“Ibu, sudah. Itu Mas Bas kesakitan,” ujar Sandrina.

“Biarin saja, biar dia tahu rasanya kesakitan. Bisanya menyakiti istri saja. Kamu itu punya hati nggak, lihat memar di wajah istrimu.” Bu Hana me unjuk wajah Sandrina, seketika wanita di hadapan Bastian menunduk.

“Dia pun seperti itu karena membela kekasihnya, salah sendiri. Bukan salahku.” Bastian membantah ucapan sang ibu.

“Sudah, Bu. Aku nggak apa-apa, tapi jangan kaitkan aku lagi dengan Ferdi. Aku sudah tidak ada hubungan apa pun,” tutur Sandrina.

Mendengar penuturan Sandrina, Bastian seperti tidak suka. Lagi, sang istri terlihat membela adiknya. Kedua adik dan kakak itu sejak dulu memang tidak pernah akur. Bukan karena masalah besar, tapi karena mereka selalu berbeda pendapat.

“Memang apa urusannya kalau aku masih ada hubungan dengan Ferdi, bukannya aku tidak pernah Mas anggap?”

Bola mata Bastian hampir keluar mendengar ucapan Sandrina yang seperti mengejeknya.

“Alah!”

“Bas, ibu mau bicara.”

Lagi, Bu Hana mengikuti sang anak yang masuk kamar. Ia gemas dengan tingkah laku Bastian yang membuat Sandrina sakit hati terus menerus.

“Bas, kamu ini kenapa sih?”

“Bu, sudahlah. Aku malas membahasnya, lagi pula aku lelah.”

“Jangan ganti baju dulu, antarkan Sandrina ke Dokter Kandungan. Ibu juga mau melihat calon cucu Ibu,” ujar sang ibu.

“Kapan?”

“Sekarang. Masa harus Ferdi yang mengantar.”

“Ya, dia saja.”

Bu Hana berulang kali mengelus dada melihat sikap sang anak yang begitu menyebalkan. Akan tetapi, Sandrina selalu terlihat bahagia walau baru saja dirinya tahu jika selama ini Sandrina lebih dulu tersiksa oleh sikap anak keduanya.

“Aku sudah bilang nggak cinta sama dia. Aku punya pilihanku sendiri. Ayah dan Ibu saja yang memaksa menikahi Sandrina.”

“Nggak cinta, kok hamil.”

Wajah Bastian kini berubah memerah mendengar ucapan spontan sang ibu. Ia mengusap wajah kasar, bagaimana pun memang ia mengatakan hal yang sesungguhnya kalau saat itu dirinya sedang mabuk dan tidak sadarkan diri.

Entah apa yang membuat ia melakukan hal itu, saat terbangun dari tidur sudah melihat Sandrina di samping dan masih terlelap.

“Makanya, taat sama Gusti Allah. Jangan mabuk-mabukan, tapi ibu berterima kasih deh, kalau nggak mabuk seperti itu, nggak akan punya cucu cepat.”

Lagi, penuturan sang ibu membuat Bastian sakit kepala. Bagaimana jika Alika tahu dirinya menghamili Sandrina. Bisa kacau semua urusannya. Bu Hana melenggag ke luar kamar kembali menemui menantu kesayangannya.

Bastian membanting ponsel ke kasur, berulang kali ia menjambak rambutnya yang tak gatal. Dalam hidupnya baru kali ini ia merasa tidak bisa melakukan apa pun dengan tenang. Apalagi saat mengingat Sandrina menatapnya dengan lekat. Seolah-olah, ia tidak bisa berkedip dan berpaling.

“Kenapa aku ini! Sial, sial, sial!”

Bastian terus bergumam kesal mengingat betapa bodohnya saat menerima begitu saja permintaan sang ayah untuk menikahi Sandrina.

***

Sudah tiga gelas kopi dan dua bungkus rokok yang menemani Ferdi dalam kegalauan sore itu. Sengaja ia datang ke kafe di mana salah satu temannya mengisi acara di tempat penuh dengan muda mudi yang sedang kasmaran.

Dimas mengambil gelas kopi ke empat yang akan di sesap Ferdi. Sejak tadi ia memperhatikan teman lamanya itu duduk hanya ditemani kopi dan rokok.

“Nggak biasanya, lagi galau apa bagaimana sultan ini?” Dimas terkekeh memperhatikan wajah Ferdi yang semakin kacau.

“Nggak ada dalam kamus gua galau, tapi kali ini memang gua akui hal itu.  Gila aja, gua pikir amanlah, Abang gua nikah sama Sandrina karena gua yakin Bastian nggak suka sama dia. Eh, nyatanya, Sandrina hamil, Bro.”

“Ya, kalau Sandrina hamil, kenapa? Kan ada suaminya, apa jangan-jangan, lu nanam benih juga?” tanya Dimas yang kini menjadi serius.

Ferdi menepuk pundak Dimas cukup keras sampai dia meringis kesakitan. Tidak ada perasaan bersalah Ferdi saat membuat temannya itu kesakitan.

“Gila, pakai hati gua rasa ini. Bukannya lu bilang nggak asik pacaran sama Sandrina, makanya lu selingkuh, kan?”

Ucapan Dimas memang seluruhnya adalah kebenaran. Ferdi merasa bosan karena pacaran jarak jauh dan saat bertemu, mencium bibir saja Sandrina menolak. Pertemuannya dengan wanita selain Sandrina membuatnya melupakan kekasih yang telah lama ia pacari itu.

“Ya, gua nggak bakal tahu kalau akan kejadian seperti ini. Pas dengar dia hamil, dunia gua runtuh, Bro.”

“Ya, sama saja kaya dia saat tahu lu selingkuh. Dunianya pasti lebih kacau dan hancur. Untung saja masih segel,” cerocos Dimas.

Ferdi lagi-lagi membenarkan omongan Dimas. Rasanya seperti menjaga jodoh kakak sendiri dan menyerahkannya saat Bastian sudah siap menikahinya. Semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia sempat berharap Sandrina mau kembali padanya, tapi kenyataannya mantan kekasihnya itu menolak dengan cepat.

“Lu mau jadi pebinor?”

Ferdi bergeming memikirkan ucapan Dimas yang membuat otaknya bekerja sangat cepat.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status