Share

Tiga

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2022-03-09 23:40:02

Bu Hana membantu mengoles obat pada wajah Sandrina. Wanita tua itu masih saja mengomel karena ulah Bastian wajah menantu kesayangannya menjadi lebam.

“Tenang saja, sudah ibu telepon suruh pulang. Setelah ini kita ke Dokter Kandungan.”

“Iya, Bu.”

Terdengar deru mobil memasuki halaman rumah. Suara kendaraan itu sudah sangat dihafal Sandrina, ia gegas ingin menyongsong sang suami.

“San, biar ibu saja. Kamu di sini istirahat.” Bu Hana langsung menghampiri sang anak.

Bastian berdiri di depan rumah saat sang ibu sudah menunggunya di ambang pintu. Pria dengan rambut cepak itu mengembuskan napas sebelum ia mendapat beberapa wejangan dari ibunya.

“Kamu itu nggak punya pikiran, punya perasan nggak kamu?”

Benar dugaan Bastian, sang ibu mulai memberikan ceramah padanya. Kali ini pasti akan panjang sampai ia lelah.

“Ibu ngomong apa, sih?”

Bastian berjalan melewati sang ibu. Netranya melirik ke arah Sandrina yang duduk di sofa. Tidak biasa wanita itu tak sibuk mengambilkannya teh saat pulang dari mana pun dirinya datang.

Bu Hana mengejar Bastian yang sudah dulu masuk rumah. Wanita itu menjewer telinga sang anak hingga Bastian meringis kesakitan. Sementara, Sandrina tertawa tipis melihat suaminya seperti anak kecil di marahi.

“Ibu, sudah. Itu Mas Bas kesakitan,” ujar Sandrina.

“Biarin saja, biar dia tahu rasanya kesakitan. Bisanya menyakiti istri saja. Kamu itu punya hati nggak, lihat memar di wajah istrimu.” Bu Hana me unjuk wajah Sandrina, seketika wanita di hadapan Bastian menunduk.

“Dia pun seperti itu karena membela kekasihnya, salah sendiri. Bukan salahku.” Bastian membantah ucapan sang ibu.

“Sudah, Bu. Aku nggak apa-apa, tapi jangan kaitkan aku lagi dengan Ferdi. Aku sudah tidak ada hubungan apa pun,” tutur Sandrina.

Mendengar penuturan Sandrina, Bastian seperti tidak suka. Lagi, sang istri terlihat membela adiknya. Kedua adik dan kakak itu sejak dulu memang tidak pernah akur. Bukan karena masalah besar, tapi karena mereka selalu berbeda pendapat.

“Memang apa urusannya kalau aku masih ada hubungan dengan Ferdi, bukannya aku tidak pernah Mas anggap?”

Bola mata Bastian hampir keluar mendengar ucapan Sandrina yang seperti mengejeknya.

“Alah!”

“Bas, ibu mau bicara.”

Lagi, Bu Hana mengikuti sang anak yang masuk kamar. Ia gemas dengan tingkah laku Bastian yang membuat Sandrina sakit hati terus menerus.

“Bas, kamu ini kenapa sih?”

“Bu, sudahlah. Aku malas membahasnya, lagi pula aku lelah.”

“Jangan ganti baju dulu, antarkan Sandrina ke Dokter Kandungan. Ibu juga mau melihat calon cucu Ibu,” ujar sang ibu.

“Kapan?”

“Sekarang. Masa harus Ferdi yang mengantar.”

“Ya, dia saja.”

Bu Hana berulang kali mengelus dada melihat sikap sang anak yang begitu menyebalkan. Akan tetapi, Sandrina selalu terlihat bahagia walau baru saja dirinya tahu jika selama ini Sandrina lebih dulu tersiksa oleh sikap anak keduanya.

“Aku sudah bilang nggak cinta sama dia. Aku punya pilihanku sendiri. Ayah dan Ibu saja yang memaksa menikahi Sandrina.”

“Nggak cinta, kok hamil.”

Wajah Bastian kini berubah memerah mendengar ucapan spontan sang ibu. Ia mengusap wajah kasar, bagaimana pun memang ia mengatakan hal yang sesungguhnya kalau saat itu dirinya sedang mabuk dan tidak sadarkan diri.

Entah apa yang membuat ia melakukan hal itu, saat terbangun dari tidur sudah melihat Sandrina di samping dan masih terlelap.

“Makanya, taat sama Gusti Allah. Jangan mabuk-mabukan, tapi ibu berterima kasih deh, kalau nggak mabuk seperti itu, nggak akan punya cucu cepat.”

Lagi, penuturan sang ibu membuat Bastian sakit kepala. Bagaimana jika Alika tahu dirinya menghamili Sandrina. Bisa kacau semua urusannya. Bu Hana melenggag ke luar kamar kembali menemui menantu kesayangannya.

Bastian membanting ponsel ke kasur, berulang kali ia menjambak rambutnya yang tak gatal. Dalam hidupnya baru kali ini ia merasa tidak bisa melakukan apa pun dengan tenang. Apalagi saat mengingat Sandrina menatapnya dengan lekat. Seolah-olah, ia tidak bisa berkedip dan berpaling.

“Kenapa aku ini! Sial, sial, sial!”

Bastian terus bergumam kesal mengingat betapa bodohnya saat menerima begitu saja permintaan sang ayah untuk menikahi Sandrina.

***

Sudah tiga gelas kopi dan dua bungkus rokok yang menemani Ferdi dalam kegalauan sore itu. Sengaja ia datang ke kafe di mana salah satu temannya mengisi acara di tempat penuh dengan muda mudi yang sedang kasmaran.

Dimas mengambil gelas kopi ke empat yang akan di sesap Ferdi. Sejak tadi ia memperhatikan teman lamanya itu duduk hanya ditemani kopi dan rokok.

“Nggak biasanya, lagi galau apa bagaimana sultan ini?” Dimas terkekeh memperhatikan wajah Ferdi yang semakin kacau.

“Nggak ada dalam kamus gua galau, tapi kali ini memang gua akui hal itu.  Gila aja, gua pikir amanlah, Abang gua nikah sama Sandrina karena gua yakin Bastian nggak suka sama dia. Eh, nyatanya, Sandrina hamil, Bro.”

“Ya, kalau Sandrina hamil, kenapa? Kan ada suaminya, apa jangan-jangan, lu nanam benih juga?” tanya Dimas yang kini menjadi serius.

Ferdi menepuk pundak Dimas cukup keras sampai dia meringis kesakitan. Tidak ada perasaan bersalah Ferdi saat membuat temannya itu kesakitan.

“Gila, pakai hati gua rasa ini. Bukannya lu bilang nggak asik pacaran sama Sandrina, makanya lu selingkuh, kan?”

Ucapan Dimas memang seluruhnya adalah kebenaran. Ferdi merasa bosan karena pacaran jarak jauh dan saat bertemu, mencium bibir saja Sandrina menolak. Pertemuannya dengan wanita selain Sandrina membuatnya melupakan kekasih yang telah lama ia pacari itu.

“Ya, gua nggak bakal tahu kalau akan kejadian seperti ini. Pas dengar dia hamil, dunia gua runtuh, Bro.”

“Ya, sama saja kaya dia saat tahu lu selingkuh. Dunianya pasti lebih kacau dan hancur. Untung saja masih segel,” cerocos Dimas.

Ferdi lagi-lagi membenarkan omongan Dimas. Rasanya seperti menjaga jodoh kakak sendiri dan menyerahkannya saat Bastian sudah siap menikahinya. Semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia sempat berharap Sandrina mau kembali padanya, tapi kenyataannya mantan kekasihnya itu menolak dengan cepat.

“Lu mau jadi pebinor?”

Ferdi bergeming memikirkan ucapan Dimas yang membuat otaknya bekerja sangat cepat.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh Dua

    Bastian membantu Sandrina beranjak dari lantai walau dengan tangan satu terinfus. Ia panik karena sejak tadi sang istri memegangi perutnya. Bastian mencoba mengelus perut Sandrina agar lebih tenang.“Bu, periksa ke Dokter Kandungan saja,” ujar Bastian.“Enggak apa-apa, Mas. Ini hanya keram sedikit saja nanti hilang,” tolak Sandrina.“Kamu bilang enggak ada masalah, memang kamu bisa lihat anak kamu di dalam? Aku enggak mau tahu, nanti aku temani kamu ke Dokter Kandungan,” ucap Bastian memaksa lagi.“Bas, biar ibu saja. Kamu tetap di kamar, istirahat.” Bu Hana memerintahkan Bastian untuk tak pergi ke mana-mana.Bastian malah mencemaskan Sandrina, bukan dirinya. Melihat sang istri kesakitan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apa pun. Seperti yang di katakan sang ibu, Sandrina pun di ajak ke Dokter Kandungan.Sepertinya Sandrina, ia menatap sekeliling. Ia merasa betapa bodohnya selama ini telah menyia-nyiakan wanita seperti Sandrina. Matanya tertutup oleh cinta buta pada

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh Satu

    Kondisi Bastian belum stabil, ia masih tertidur akibat obat bius yang diberikan oleh Dokter. Sandrina begitu cemas dengan kondisi sang suami yang menghawatirkan. Sepetinya Bastian mencoba mengingat beberapa kenangannya. Namun, bukan pulih malah membuat ia merasa kesakitan hingga pingsan.“Fer, Nit, kian pulang saja. Istirahat,” ujar sang ibu.“Ibu bagaimana,” tanya Ferdi.“Ibu menemani Sandrina. Kalian pulang saja, bagaimana?”“Kalau itu yang ibu mau, kita istirahat dan nanti gantian saja.”Bu Hana setuju, Ferdi langsung mengajak Anita pulang karena ia merasa sang istri sudah sangat lelah. Anita pun terlihat memang sangat pucat, mungkin efek kurang tidur sampai membuat mata panda di kantung mata.“Kamu mau makan dulu apa nanti di rumah?” tanya Ferdi.“Di rumah saja, aku lelah,” ujar Anita.Ferdi pun langsung mengikuti langkah sang istri untuk pulang. Sudah beberapa hari ia mengurusi masalah sang kakak dan lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sampai lupa dengan kesehatan Anita y

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh

    Dimas memegangi pipinya yang terkena hantam Bastian. Sementara, Bastian sudah sejak tadi sudah tak tenang mendengar penjelasan Dimas.Bastian benar-benar kecewa dengan Alika. Wanita itu sudah membuat hidupnya kacau. Apalagi saat dia datang dan mengaku hamil anaknya. Tangis Alika pecah saat Dimas menceritakan semua. Kekhilafan dirinya hingga bisa hamil anaknya Dimas.“Berengsek!” teriak Bastian.Ferdi menahan sang kakak yang begitu emosi. Bastian geram karena ulah Alika juga murka dengan apa yang mereka berdua lakukan. Ferdi menahan Bastian kembali karena ia hampir saja menghantam Dimas.“Aku tidak salah karena ingin bertanggungjawab saat itu. Hamil atau tidaknya Alika, tapi dari menolak. Awalnya aku tidak tahu kalau Ferdi tak bercerita tentang ulah Alika. Dari sana, aku curiga dan memutuskan menemui Alika. Dia berlari hingga jatuh dan keguguran.”“Bohong, dia bohong!” pekik Alika histeris.“Cukup, jangan mengelak Alika!” Dimas tak kalah bersuara.Bastian memegangi kepalanya yang teras

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam Puluh Sembilan

    Saat sampai di rumah, Bastian di kagetkan dengan kedatangan Alika yang sudah menunggunya sejak tadi. Wanita itu sempat menghilang, tapi datang kembali dan membuat pria itu begitu terkejut.Sepintas ia menoleh ke arah Sandrina yang sudah merenggut. Ingin rasanya langsung menenangkan sang istri. Akan tetapi, ada Alika yang sejak tadi menatapnya.“Sayang, aku nungguin kamu. Kamu baru pulang?” Alika langsung mendekat dan menyingkirkan Sandrina.“Kamu jangan kasar sama Sandrina dia sedang hamil.” Sergah Bastian.Alika menganga mendengar Sandrina di bela Bastian. Kesal mendengar hal itu, Alika pun menarik Bastian untuk berdiri di sampingnya.“Heh, kamu itu jangan bikin ulah. Terjadi sesuatu sama calon cucu saya, saya buat hidup kamu menderita,” ancam Bu Hana.“Bu, sudah. Biar aku bicara dengan Alika dulu.”“Aku hamil, kamu ikutan hamil. Jangan-jangan kamu hamil bohongan untuk menarik simpati Bastian,” cecar Alika.“Heh, kamu tuh yang hamil pura-pura. Coba cek saja kalau memang kamu benar ha

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam puluh delapan

    Bastian memukul kaca mobil dengan kesal, ia merasa kali ini sangat mencemaskan Sandrina. Namun, ia masih bingung bagaimana bisa ia begitu mencemaskan sang istri. Apalagi dulu dirinya sangat mencintai Alika.“Apa yang di perbuat Sandrina sampai aku merasa sangat takut kehilangan dia!”Sandrina terlihat menghampirinya, Bastian pura-pura biasa kembali. Bastian kembali cemas saat sang istri seperti memegangi keningnya.“Kamu sakit?” tanya Bastian.“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu sakit atau otak kamu habis kepentok apa? Tiba-tiba menjadi baik sama aku. Lalu, mengakui aku di depan umum,” ujar Sandrina.“Eh, itu, aku hanya enggak suka lihat kamu di perlakukan seperti pesuruh. Kamu ini istri aku, jadi tidak ada yang boleh memperlakukan kamu seperti itu. Lagi pula kamu lagi hamil, mengerti?”Sandrina langsung memeluk sang suami. Tidak peduli di tempat umum, sedangkan Bastian merasa risi mendapat perlakuan dari Sandrina. Ia berusaha melepaskan tangan sang istri dari tubuhnya.“Aduh, ka

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam Puluh Tujuh

    “Pergi kamu!” teriak Alika.Alika begitu syok saat ia mengalami keguguran. Hal itu membuat dirinya gagal dinikahi Bastian jika pria itu tahu sudah tak ada janin di dalam kandungannya. Alika menyalahkan Dimas yang tiba-tiba saja menandatangani surat untuk melakukan operasi.“Lik, harusnya kamu sadar, kamu seorang dokter kandungan dan pasti tahu kalau bayi itu enggak akan bisa terselamatkan dan harus di keluarkan. Lagi pula, untuk apa kamu pertahankan kalau kamu tak meminta pertanggung jawaban aku?” tanya Dimas.Alika bergeming, Dimas tidak tahu kalau ia mempergunakan kandungannya untuk menipu Bastian dan keluarganya. Jika ia keguguran, maka tidak ada pernikahan yang akan terjadi di antara keduanya.“Itu bukan urusan kamu.” Alika kembali emosi dengan apa yang ditanyakan Dimas.“Itu menjadi urusan aku. Itu anak aku, kan?” tanyanya lagi.Alika memalingkan wajah, tidak mungkin ia menjawab anaknya Bastian. Pria itu tidak akan mungkin percaya dan malah akan bertanya pada Bastian. Apalagi ked

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status