[Saya, Jejen Marisa meminta maaf atas kebohongan yang sudah saya ceritakan kemarin di grup ini. Kejadian sebenarnya bukan seperti apa yang saya ceritakan. Saya melebih-lebihkan cerita karena emosi kepada Ibu Rere. Untuk Ibu Rere, saya minta maaf sebesar-besarnya atas perbuatan saya.]Ponselku berkali-kali berdenting tanda banyak notifikasi yang masuk. Rupanya berasal dari WA Grup warga. Setelah diam beberapa saat, aku mengetik kalimat balasan. [Saya, Rere Demian memberikan maaf setulus hati sesuci kalbu kepada Bu Jejen. Saya pribadi juga minta maaf untuk kata yang tidak berkenan. Semoga ini bisa menjadi pelajaran untuk kita semua kedepannya.]WA grup warga kembali ramai. Beberapa dari mereka menanyakan kronologi yang sebenarnya padaku. Namun, karena sudah saling bermaaf-maafan, aku tidak menggubris pertanyaan mereka. ***Aku sedang memulas bibir dengan sentuhan akhir dari merk liptint favoritku saat mas Yandri masuk ke kamar. "Ayo Neng, siap?" Setelah beberapa saat, aku berdiri da
Pukul 10 lebih saat suara mobil mas Yandri terdengar. Aku segera membuka pintu dan melihatnya sedang membuka pagar."Neng kenapa belum tidur?" Mas Yandri menyapaku. "Gimana neng bisa tidur atuh mas, kalau mas baru pulang jam segini. Pulang malem ngga ngasi kabar." Aku berucap seraya tersenyum.Dari tadi aku mati-matian menahan emosi dan ingin segera mendapatkan penjelasan. Namun, suamiku itu baru pulang kerja. Jika aku nekat bertanya, yang ada kami akan bertengkar dan tujuanku untuk mengetahui hal yang sebenarnya bisa gagal. "Mas mandi dulu sana, Neng angetin makannya." Mas Yandri mengangguk dan berjalan menuju kamar kami. ***"Neng ngga enak badan? Kok kaya yang lesu?" Tanya mas Yandri kepadaku saat ia telah selesai makan. Aku hanya tersenyum dan menawarinya kopi seperti biasa. Memang, sudah terlalu malam untuk menikmati secangkir kopi, tapi karena besok mas Yandri libur, ia pun tidak menolak. "Mas, lihat ini," aku membuka suara saat kami sudah sama-sama menghabiskan setengah g
Ketenangan yang diberikan bu Jejen dan kawan-kawannya rupanya hanya sebentar saja. Dia kembali lagi menyindirku. Entah secara terang-terangan atau secara tersirat di WA grup. Aku yang sering membaca sindirannya tidak mau ambil pusing dan menghabiskan energiku untuk meladeni omongannya yang tidak berdasar. Peristiwa dimana ia melihat Mas Yandri dengan wanita lain digunakannya sebagai kartu untuk menyindirku. Berkali-kali ia membahas pentingnya seorang istri menjaga penampilan agar suami betah dirumah. ***"Walaupun saya di rumah aja, saya tetep gaya. Biar mata suami adem gitu kalo ngeliat saya." Bu jejen berkata keras dan melirikku yang sedang berjalan menghampiri tukang sayur. Kedua temannya yang juga melihatku menjawab perkataan Bu Jejen dengan suara yang tidak kalah kencang. "Harus itu Bu Jejen. Kalau dirumah cuma pakai kaos dan celana pendek aja, gimana suami mau betah. Di kantor tuh kan banyak perempuan-perempuan yang modis, yang bikin adem mata. Giliran pulang ke rumah bawa
"Dzikir pagi dan petang seperti baju besi, semakin bertambah ketebalannya, maka pemiliknya semakin tidak terkenai (oleh bahaya). Bahkan kekuatan baju besi itu bisa sampai memantulkan kembali anak panah sehingga berbalik mengenai pemanahnya sendiri." - Ibnu Qayyim rahimahullah ***"Mas, Neng beli ini nih, ada promo di Bajada."Aku menyerahkan sebuah tasbih digital mungil pada Mas Yandri."Pas pengajian kemarin, Neng dikasih buku kumpulan doa dan Dzikir pagi petang. Kalau Mas lagi senggang di kantor, bisa dong dibaca-baca. Banyak manfaatnya Mas."Mas Yandri menerima pemberian dariku dengan tersenyum."Nanti Neng kirimkan ya apa aja dzikirnya. Setiap hari beda-beda, Mas baca sebanyak-banyaknya."Sejak pindah ke sini dan mengikuti beberapa kegiatan pengajian dan kajian bersama Bu RT, aku belajar banyak hal. Orang tuaku mengajarkan pemahaman tentang agama padaku, tapi sebatas kemampuan mereka. Itulah kenapa, saat ada peluang untuk menambah ilmu, dengan senang hati aku menerima. Bahkan Mas
Beberapa hari ini keadaan di rumah cukup pengap. Bukan, bukan karena suhu di kota ini yang memang panas. Aku juga tidak mengerti, apa penyebabnya. Seperti ada yang berbeda dari biasanya. Aku pikir hanya aku saja yang merasakan hal itu, nyatanya Mas Yandri juga. "Neng, kok kayanya hawa di rumah ngga enak ya. Kaya pengap gitu, bikin sesak." Kami baru saja makan malam dan sedang menikmati kopi di teras. "Ngga tau Mas, Neng juga heran. Selain pengap, sekarang sering banget di kamar mandi banyak binatang. Kadang cacing, kadang lintah, kadang kelabang." Mas Yandri terdiam beberapa saat. "Kalo Mas bilang sesuatu, Neng nanti takut ngga di rumah sendirian?" "Insya Allah ngga Mas, ya kalo takut sih, Neng ngungsi ke warung Bu Indah," ucapku seraya nyengir. "Mas beberapa kali sering banget nyium bau busuk, Neng. Busuk amis gitu. Kadang pernah juga wangi bunga." Gantian aku yang diam dan memutuskan bercerita tentang pemberian makanan dari anak buahnya tempo hari."Mas, kemarin itu makanan d
Sepulang dari dokter, aku dan Mas Yandri duduk berdua dan mulai mencari di mesin pencarian internet beberapa kemungkinan penyebab sakit yang kuderita. Penyakit autoimun yang tadi dijelaskan dokter pun bisa kutemukan penjelasannya. Namun menurut penelitian, kasus tersebut jarang sekali terjadi. Beberapa ciri yang ku rasakan merujuk pada kondisi syaraf terjepit. Aku bahkan menemukan juga iklan pengobatan alternatif. "Mas, ini ada pengobatan alternatif pijat refleksi buat syaraf terjepit." Aku memberitahu Mas Yandri. "Emang kamu mau nyoba kesana Neng? "Ya nyoba aja kan, siapa tau emang syaraf kejepit. Kalau ke spesialis syaraf terus ternyata disuruh MRI gimana? Biaya MRI mahal banget loh mas. "Mas Yandri menatapku, "Ya ngga masalah mahal juga, berapapun akan Mas usahakan asal kamu sehat lagi.""Iya tau, tapi Neng takut. Nyobain ke alternatif dulu ya Mas," bujukku. "Nyobain aja, kali memang syaraf kejepit. Soalnya, Neng sebelum sakit emang angkat-angkat barang terus nyapu-nyapu, ngep
Aku mengalami kondisi mual dan muntah parah. Entah kenapa, indera penciumanku menjadi sangat tajam dan indera pengecapku menjadi sangat peka. Aku tidak bisa makan semau-mauku. Jika kulanggar maka efeknya tidak main-main. Mas Yandri selalu mempersiapkan segala kebutuhanku sebelum berangkat kerja karena hampir sepanjang hari aku hanya bisa berbaring. Kondisi ini memang tidak setiap hari. Ada kalanya disaat bangun pagi, aku merasa segar. Jika sudah begitu, aku bisa dengan rajinnya membereskan semua pekerjaan rumah yang terbengkalai. Tapi ya itu, kondisi tersebut tidak setiap hari. Seperti pagi ini, aku bangun dengan tubuh yang segar. Setelah membereskan rumah, aku keluar untuk menghirup udara segar dan menunggu tukang sayur. Para ibu yang biasa duduk di seberang rumahku pun sudah berkumpul. "Sayur...." Setelah sosok tukang sayur yang kutunggu terlihat, aku membuka pagar dan keluar. Belum juga sampai di tempat tukang sayur mangkal, suara Bu Jejen sudah terdengar memenuhi gendang tel
Tanpa terasa kandunganku sudah memasuki usia 4 bulan. Aku dan Mas Yandri berencana untuk mengadakan syukuran pengajian. Rencananya pula, ibu mertuaku akan datang mengunjungi kami. Mas Yandri sebenarnya juga mengundang mamaku, tapi karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan, mama tidak bisa hadir. Postur tubuhku yang kecil membuat kehamilanku di usia 4 bulan ini tidak terlalu kentara. Selain itu, kebiasaanku yang sering memakai kaos over size membuatnya semakin tidak terlihat. Itulah kenapa, Bu Jejen dan gengnya masih sering suka meledekku. "Syukuran mulu nih ceritanya, tapi ngga hamil-hamil," ucap Bu Jejen pedas saat aku memberitahukan undangan pengajian pada ibu-ibu komplek yang sedang berkumpul. "Aduh Bu Jejen berisik banget sih, kalo ngga mau dateng juga ga apa-apa. Saya ngga maksa," balasku tak kalah pedas. Beberapa ibu-ibu melongo dan sebagian lagi tersenyum melihat kami perang kata. Entahlah, sejak hamil, jiwa barbarku semakin tak terbendung. Aku bisa tiba-tiba emosi dan