POV Author“Besok kita nggak jadi berangkat, Dek,” ujar Arga.Zahra menganggukan kepalanya. “Bang, boleh aku pakai dapurnya?” tanya Zahra, sadar jika dirinya masih menumpang di rumah mertua dan tidak mungkin seenaknya melakukan kegiatan di rumah itu.Arga tersenyum. “Tentu, Dek. Abang bantuin ya masaknya.”Mereka turun ke dapur, tidak ada siapapun disana karena Kanaya masih di kamar Lana sedangkan Jumi menemani Husna yang sedang bersantai di halaman depan rumah. Zahra masih terdiam karena bingung akan membuat apa, takut jika apa yang dibuatnya tidak sesuai dengan selera Shanum.“Bagaimana kalau bikin Tiramisu?” tawar Arga.Zahra terlihat berpikir, ia belum pernah memakan apalagi membuatnya. “Shanum suka Tiramisu?” tanya Zahra.“Tiramisu pistachio, ada sponge cake tinggal pakai kok. Jadi kita tinggal buat whipped cream sama topingnya aja,” ujar Arga sambil mengeluarkan sponge cake dari lemari.“Apalagi bahannya, Bang?” Zahra tidak ingin tinggal diam dan hanya melihat suaminya yang berg
POV Author“Papa bakalan masukin kamu ke pondok!” ujar Lukman.Shanum menggelengkan kepalanya. “Nggak … Shanum nggak mau, Pa. Ma bantuin dong, Shanum nggak mau ke pondok.” Shanum memelas meminta bantuan sang ibu. Tapi Kanaya yang sudah membicarakan ini sebelumnya dengan Lukman tentu tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka memang sudah sepakat apalagi melihat Shanum yang masih belum bisa berubah.“Kamu nggak bisa nolak. Sekarang juga Papa antar kamu kesana, disana Opa udah siapin semuanya” jelas Lukman.“Pa, Shanum nggak mau!” kekehnya.“Ma, tolong bantuin Shanum buat berkemas. Papa tunggu di bawah!” Lukman tidak ingin dibantah lagi, Shanum yang akan mengejar sang ayah langsung ditahan oleh Kanaya.“Kak, dengerin Mama. Ikutin kemauan Papa, semua ini juga buat kebaikan Kakak.” Kanaya memeluk Shanum yang menangis. Demi kebaikan putri mereka, Kanaya dan Lukman harus sedikit tegas. Apalagi pergaulan saat ini bisa saja mempengaruhi pola pikir Shanum. Gadis itu diajarkan baik-baik oleh oran
POV AuthorDi antar oleh Mang Narno, Kanaya pergi ke sekolah Shanum untuk mengurus surat pindah. Zian di titipkan pada Siti, ia tidak khawatir karena Zahra juga ikut menjaga Zian. Lukman dan Arga sudah lebih dulu pergi ke kantor karena ada pertemuan penting pagi ini. Karena jalanan yang macet, Kanaya harus memakan waktu lebih lama untuk sampai di sekolah Shanum.“Jalannya santai aja, Mang. Nggak usah ngebut!” peringat Kanaya.“Baik, Bu,” balas Mang Narno. Lelaki paruh baya itu sudah sepuluh tahun bekerja sebagai supir pada Kanaya dan Lukman, mereka bahkan menganggap Mang Narno seperti keluarga sendiri sama halnya dengan Jumi dan Siti.Satu jam lebih Kanaya baru sampai di sekolah Shanum, ini pertama kalinya ia datang. Keysha yang melihat Kanaya langsung memanggil ibu dari temannya itu.“Tante Kanaya!”Kanaya langsung membalikkan tubuhnya dan tersenyum. “Eh … Keysha!” seru Kanaya.“Tante mau kemana?”“Tante mau cari ruang kepala sekolah, Key,” jelas Kanaya.“Tante lurus aja terus belok
POV Author“Nik, tolong pesankan makan malam sekalian,” ujar Aditya lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil laptop.“Bapak ingin makan apa?” tanya Anika dengan suara agak sedikit keras agar Aditya mendengar suaranya.“Nasi goreng seafood!” sahut Aditya lalu keluar dari kamarnya.“Baik, Pak.”Anika langsung memesankan makanan yang diinginkan bosnya. Sambil menunggu makan malam datang mereka mendiskusikan mengenai proyek yang akan ditangani Anika saat nanti Aditya pulang, Anika memang bisa diandalkan. Wanita itu sudah tujuh tahun menjadi sekretarisnya, sangat mengetahui bagaimana karakter bosnya. Bisa bertahan karena sosok Aditya yang memang sangat baik dan juga tidak seperti atasan yang lain akan memanfaatkan jika memiliki sekretaris cantik, seksi dan masih muda seperti Anika.“Saya berharap kamu bisa menangani ini dengan baik selama saya tidak ada,” ujar Aditya.“Baik, Pak. Saya tidak akan membuat anda kecewa,” sahut Anika dengan seulas senyum yang membuat lesung pipi wanita itu
POV Author"Apa Adit ada menghubungi Lana?" tanya Lukman.Kanaya menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tanya-tanya soal itu, Mas.""Kita selesaikan masalahnya besok aja." Lukman menarik Kanaya ke dalam pelukannya, menyelimuti tubuh sang wanita dengan selimut dengan tangannya yang melingkar erat memeluk Kanaya."Aku berharap Lana sama Adit masih bisa bersama," tutur Kanaya lalu membalas pelukan suaminya, menyandarkan kepalanya di dada Lukman dengan nyaman.Cup!Ciuman mendarat di kening Kanaya membuat wanita itu langsung mendongak menatap suaminya yang kini sudah memejamkan mata. Terlihat jelas gurat lelah di wajah lelakinya, tangan Kanaya beralih mengelus lembut rahang Lukman yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang membuat lelaki itu terlihat semakin menawan di usianya yang sudah menginjak kepala lima."Kamu pasti lelah," gumama Kanaya. Lukman bahkan tidak menjawab, hanya dengkuran halus yang terdengar olehnya. Lukman benar-benar kelelahan setelah seharian bekerja.Kanaya masih belum bisa m
POV AuthorDibantu oleh Siti, Lana berjalan perlahan menuju ruang tamu. Melihat istrinya, Aditya langsung bangkit dan mendekati Lana. Lelaki itu sangat khawatir karena wajah Lana yang sangat pucat, ia membawa Lana untuk duduk. Tidak tega berbicara mengenai masalah mereka dalam kondisi Lana seperti ini.“Kamu udah periksa ke dokter?” tanya Aditya.Lana hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, untuk bicara saja ia harus mengeluarkan tenaga dan saat ini rasanya semua tenaga sudah habis dipakainya untuk berjalan.“Lana menolak dibawa ke dokter,” jelas Lukman.“Aku akan meminta dokter yang datang ke sini!” seru Aditya lalu merogoh saku celananya, Lana yang ingin mencegah tidak bisa karena badannya terasa lunglai. Dunianya seperti berputar dan detik berikutnya ia hilang kesadaran membuat semua orang histeris. Aditya langsung membopong tubuh istrinya itu dan membaringkannya di kamar. Mereka menunggu kedatangan dokter yang tadi dihubungi.“Aku mau bicara nanti, sekarang rawat saja dulu
POV AuthorMalam itu Aditya masih berada di rumah Lukman, ia tidak mungkin membawa langsung Lana pulang ke rumah mereka. Apalagi kondisinya seperti ini, Aditya tidak ingin memaksa. Saat makan malam, lelaki itu menyuapi istrinya di kamar meskipun hanya satu dua suap karena semenjak beberapa hari kebelakang Lana memang tidak terlalu nafsu makan. Terlihat jelas dari bobot tubuhnya yang menurun apalagi ditambah dengan masalah yang belum terselesaikan."Udah, Mas. Aku kenyang," tolak Lana saat Aditya akan menyuapinya lagi."Ini masih banyak loh, sayang," tuturnya sambil memperlihatkan piring yang isinya memang hanya berkurang sedikit.Lana menggelengkan kepalanya, ia memilih menghabiskan air putih yang berada di atas nakas. Setelah minum obat, Lana langsung istirahat. Aditya menemaninya karena takut sang istri membutuhkannya sewaktu-waktu saat dirinya berada di luar kamar. Aditya bahkan belum berbicara dengan Lukman, ia memang ingin meminta maaf. Selain pada Lana, Aditya juga merasa bersal
POV AuthorTok … tok … tok …."Yank, buka pintunya!"Baru saja panggilan telepon itu terputus suara Lukman terdengar membuat Kanaya langsung bangkit dan membuka pintu kamar mandi. Lelaki itu keluar hanya menggunakan handuk yang menggantung di pinggangnya, tubuh bagian atasnya dibiarkan terbuka dan memperlihatkan otot perut yang terbentuk sempurna hasil dari olahraga dan gaya makan sehat. Kanaya tidak menyiapkan pakaian seperti biasanya, pikirannya masih berputar karena ingat Shanum. Besok atau lusa, Kanaya akan mendatangi Shanum. Setidaknya ia bisa berbicara dengan baik pada anaknya agar bisa tetap bertahan di sana."Kenapa ngelamun!" tegur Lukman yang sudah berpakaian lengkap, ia menaiki ranjang dan merebahkan tubuhnya."Aku mau ketemu Shanum, Mas," ungkapnya."Lusa kita kesana, ya. Soalnya besok masih banyak pekerjaan yang nggak bisa ditinggal," tutur Lukman, lelaki itu mengerti jika istrinya sangat merindukan Shanum.Kanaya mengangguk lalu menggeser tubuhnya dan memeluk Lukman dari