Share

Mertua Benalu Di Rumahku
Mertua Benalu Di Rumahku
Penulis: Tinta Hitam88

Kedatangan Mertua

Penulis: Tinta Hitam88
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-11 11:30:20

Bab 1

"Mas, kok rumah berantakan gini, sih?" keluhku pada Mas Dito yang sedang memainkan gawainya di teras rumah.

Baru turun dari mobil, aku sudah menginjak mainan Kania–putri pertamaku bersama Mas Dito. Mainan Kania berserakan di mana-mana, begitu juga dengan daun pohon mangga dan pohon rambutan yang ada di depan rumah. Memang tadi pagi aku pergi kerja setelah Subuh, karena harus menjemput klien yang baru datang dari luar kota. Akan tetapi ada Bik Minah yang akan datang pagi dan pulang waktu sore yang akan mengurus rumah.

"Mas!" Aku kembali memanggil Mas Dito yang dari tadi tidak menjawab pertanyaanku dan sepertinya dia juga tidak menyadari kehadiranku.

"Eh, Sayang. Kamu sudah pulang?" jawabnya kaget. Kemudian aku mengambil tangannya yang diulurkan untuk aku salami.

"Iya, dari tadi. Kamu aja yang sibuk main hp," jawabku kesal.

"Nanggung, Sayang. Aku lagi main game tadi," jawabnya sambil nyengir kuda.

"Kania mana?" tanyaku pada Mas Dito karena dari tadi aku tidak melihatnya.

"Ada tuh di dalam lagi main sama neneknya," jawab Mas Dito singkat karena sekarang dia kembali lagi main game di ponselnya. Aku yang melihatnya begitu berdecak kesal, karena kesibukan Mas Dito sekarang cuma main game aja terus. Tidak bisakah dia berbuat sesuatu yang lebih bermanfaat.

"Ibuk, kapan datangnya?" tanyaku penasaran. Aku harus menahan amarah, karena ada Ibu mertua yang baru datang.

"Tadi siang." Mas Dito kembali sibuk dengan ponsel miliknya. Dia seperti sudah kecanduan dengan game online, sehingga aku seperti berbicara dengan tembok. Padahal aku sangat jengkel dan jengah melihat sikapnya yang sekarang. Ingin sekali marah dan berteriak mengatakan jika dia masih memiliki tanggung jawab untuk aku dan Kania.

Aku berjalan masuk kedalam rumah, meninggalkan Mas Dito yang sedang asyik dengan dunia gamenya itu.

"Kania makan dulu ya?" ucap Ibunya Mas Dito pada Kania. Ternyata Ibu sedang menyuapi anakku untuk makan nasi, tapi ini sudah sangat sore untuk makan siang.

"Buk," panggilku kemudian menyalami beliau.

"Kamu baru pulang?" tanya Ibu dengan tatapan tidak suka. Aku sebenarnya sedikit tertegun ketika melihat sikap Ibu yang mendadak dingin. Sebenarnya Ibu mertua adalah tipe wanita keras, tapi selama ini aku juga kurang mengetahui bagaimana sifatnya. Karena selama menikah dengan Mas Dito aku tidak pernah tidur di rumahnya.

"Iya, Buk," jawabku singkat sambil membuka blazer yang aku pakai. Aku jengah melihat rumah yang sangat berantakan seperti kapal pecah.

"Kamu tau nggak jam berapa ini?" tanya Ibu lagi dengan nada ketus. Aku mengerutkan kening, karena tidak mengerti kenapa Ibu sampai ketus bicara denganku.

"Jam setengah enam, Bu. Kenapa?" tanyaku sambil melihat jam di pergelangan tanganku. Aku masih saja bingung dengan sikap Ibu yang seperti ini.

"Kamu tau nggak Kania sampai kelaparan. Dia makan siang aja udah jam segini, kamu mau buat cucu Ibu sakit lambung?" bentak Ibu yang membuatku terkejut. Memang dari dulu Ibu tidak suka jika aku bekerja dan meninggalkan rumah juga Kania. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus bekerja demi memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. 

Dulu aku memang tidak bekerja, tapi semenjak Mas Dito habis kontrak kerja di pabrik dia bekerja. Aku terpaksa harus kembali menerima tawaran pekerjaan dari tempatku bekerja dulu.

"Tapi memang setiap hari begini, Bu. Aku juga udah nyuruh Bik Minah kok buat nyiapin semuanya," jawabku membela diri.

"Taunya nyahut aja kamu ya," sungut Ibu emosi, kemudian berdiri memanggil Mas Dito anaknya.

"Dito, Dito. Kamu kesini dulu," teriak Ibu yang membuat Kania terkejut. Aku langsung mengajak Kania masuk kedalam kamar, dan terpaksa memberinya ponselku untuk menonton film kartun kesayangannya. Karena aku tidak ingin dia mendengar pertengkaran kami. Setelah Kania anteng, aku kembali keluar dimana Ibu dan Mas Dito berada.

"Kenapa sih, Buk. Ribut-ribut?" tanya Mas Dito tanpa melihat ke arah Ibunya yang sedang marah. Mas Dito masih fokus dengan layar ponselnya.

"Kamu masih bisa santai saat melihat keadaan rumah yang seperti ini?" tanya Ibu dengan berkacak pinggang.

"Kenapa dengan rumah kami, Bu? Aku nggak ngerti," jawab Mas Dito dengan wajah melongo.

"Istri kamu kelayapan di luar sana, pergi pagi pulang sore kamu tanya kenapa?" bentak Ibu yang membuatku naik pitam. Kelayapan dia bilang.

"Aku kerja, Bu. Bukan kelayapan," bantahku cepat, enak saja aku dibilang kelayapan.

"Iya, Bu. Rosa kerja, bukan kelayapan," jawab Mas Dito lagi dengan tatapan masih fokus ke game onlinenya itu.

"Kerja ya kerja, tapi jangan abaikan kewajibannya sebagai istri juga seorang Ibu," sanggah Ibu dengan menatap sinis ke arahku.

"Bentar, Bu. Aku mau tanya, kewajiban apa yang Ibu maksud barusan?" tanyaku dengan tatapan nyalang, habis sudah kesabaranku. Pulang kerja tadi padahal aku maunya istirahat dan main sama Kania. Tapi sekarang yang aku dapatkan malah makian dari Ibu mertua.

"Kamu nggak tau kewajiban kamu sebagai istri itu apa. Lihat rumah berantakan, Kania makan siang jam berapa? Ibu datang juga tidak disambut apalagi dikasih makan. Dito juga katanya belum makan dari siang," jelas Ibu dengan nada tinggi.

"Tapi aku kerja, Bu. Aku kerja nyari nafkah. Lagian aku sudah siapin pembantu buat nyelesain semua ini, hari-hari biasanya juga gitu," tampikku geram.

"Sekarang aku tanya, Bik Minah mana?" aku kembali bertanya pada Mas Dito. Tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Aku geram dan merampas ponselnya dan melemparkannya ke dinding rumah. 

Prang!

Ponselnya pecah dan terbelah menjadi dua bagian, Mas Dito dan Ibu hanya bisa melongo melihatku berang seperti barusan.

"Gila kamu ya! Itu hpku kenapa kamu banting sampe pecah. Kamu nggak tau aku lagi main game, dan aku hampir menang," teriak Mas Dito sambil memungut ponselnya yang pecah berantakan.

"Makanya kalau orang lagi ngomong kamu dengar, Mas!" balasku kesal.

"Dasar istri durhaka kamu, Rosa. Beraninya kamu membentak suami kamu sendiri. Kamu nggak tau surga kamu ada pada anak saya, Dito!" bentak Ibu.

"Aku cuma ngajarin anak Ibu untuk tau sopan santun," jawabku sambil tersenyum sinis ke arah Ibu.

"Jangan bentak Ibuku, Rosa!" hardik Mas Dito sambil menunjuk wajahku.

"Aku nggak bentak. Yang aku bilang adalah yang sebenarnya terjadi," jawabku. Tidak habis pikir aku dengan sikap Ibu dan anaknya ini, dulu aku berpikir Mas Dito adalah orang yang bertanggung jawab dan baik. Makanya aku mau menikah dengannya, tapi sepertinya aku salah menilainya.

Semenjak aku memilih bekerja dan membantu perekonomian keluarga, dia menjadi malas mencari pekerjaan. Mas Dito selalu mengharapkan uang dariku, dan dia malas mencari pekerjaan dengan alasan menjaga Kania. Sebenarnya tidak mengapa bagiku, karena aku tau susah mencari pekerjaan jika hanya modal ijazah SMA.

"Sekarang aku tanya, mana Bik Minah. Kenapa rumah menjadi berantakan seperti ini?" aku kembali mengulang pertanyaan yang sama.

"Bik Minah udah Ibu pecat." Ibu menjawab sambil melipat tangannya di depan dada.

"Dipecat. Tapi kenapa?" tanyaku penasaran.

"Biar kamu bisa belajar menjadi istri yang sempurna. Setelah beberes rumah, baru kamu bisa pergi kerja, setelah kamu pulang kerja kamu harus kembali melayani suamimu dan juga mengurus Kania dengan benar," jawab Ibu yang semakin membuatku susah untuk bernafas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Rahasia Ibu mertua

    "Rosa ini kok rumah berantakan kayak gini. Ya ampun, pusing Ibu lihatnya." Suara teriakan Ibu yang baru saja pulang menggelegar sampai ke dapur.Aku yang sedang menata makanan di atas meja makan segera menghentikan aktivitas. Dengan cepat aku berlari ke arah depan, agar Ibu berhenti berteriak. Karena saat ini Kania sedang tidur siang. Aku tidak ingin dia terbangun karena suara ribut Ibu."Apa sih, Bu teriak-teriak. Pulang-pulang itu ngucapin salam," ucapku yang dibalas lirikan sinis oleh Ibu. Sedangkan Mas Dito langsung berjalan masuk ke rumah."Kamu aja yang budeg. Orang ngucapin salam kamu nggak dengar," sanggah ibu sambil berlalu pergi. Aku hanya harus bersabar beberapa saat lagi. Setelah kesabaranku habis, maka aku akan menyuruh Ibu untuk pergi dari sini."Rosa, kamu masaknya kok banyak banget sih," seru Mas Dito ketika kami sudah di dapur. Tadi setelah Ibu dan Mas Dito mengganti baju, mereka langsung ke dapur untuk makan."Ya biasanya juga kayak gini kan, Mas?" jawabku sambil men

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pesan

    "Kalau Ibu mau ya silahkan saja. Aku akan memberikan uang itu sama Mas Dito. Nanti biar Mas Dito saja yang memberikan uang itu pada Ibu," ujarku yang membuat wajah Ibu berbinar. Ada senyum yang terbit di wajahnya yang sudah mulai keriput."Dua juta itu cuma cukup untuk bulan ini aja, Rosa. Nggak sampai aku gajian," ucap Mas Dito tidak terima."Memangnya kamu mau kerja apa, Mas. Kalau kamu kerja serabutan atau kuli di pasar aku rasa kamu dibayar harian," sanggahku yang membuat Mas Dito dan Ibu membulatkan matanya."Kuli pasar kamu bilang? Nggak, enak aja suami setampan ini mau kamu suruh jadi kuli pasar. Dito itu cocoknya kerja kantoran," sahut Ibu menyanggah ucapanku."Iya, aku juga nggak mau lah kerja jadi kuli pasar. Yang benar aja," sahut Mas Dito lagi tidak terima. Aku hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan mereka."Kan aku bilang misalnya. Kalau kamu mau cari kerja kantoran ya silahkan, Mas. Intinya itu aku sama sekali tidak keberatan kamu mau kerja apa aja. Asalkan halal dan be

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ganteng

    "Tapi kenapa, Bu? Nggak ah, aku udah ambil keputusan. Dan itu tidak bisa diganggu gugat," seruku menolak perintah Ibu barusan. Matanya nyalang menatapku karena menolak permintaannya barusan. Masa bodoh, aku tidak peduli lagi dengan mereka. Baru aku tes begini saja mereka sudah kalang kabut. Apalagi kalau aku udah mulai minta uang nafkah sama Mas Dito."Kamu belum ngerti juga maksud Ibu. Kamu kan tau sendiri kalau suami kamu itu sekarang lagi nggak ada pekerjaan. Eh kamu malah keluar dari tempat kerja, kamu bodoh atau gimana sih?" bentak Ibu dengan nafas memburu."Ya Mas Dito tinggal nyari kerja aja, Bu. Lagian kan nggak usah kerja kantoran untuk menghasilkan uang. Aku nggak malu kok Mas Dito mau kerja apa aja. Yang penting halal dan berkah," sanggahku membela diri. Aku tidak ingin lagi kalah dalam hal ini."Kamu memang nggak malu. Wong kamu istri yang zalim. Anakku yang malu, masak ganteng-ganteng gitu kerjanya serabutan," ejek Ibu yang membuat darahku mendidih."Terus kalau cuma dud

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ngamuk

    "Kamu nggak kerja, Rosa. Kok masih di rumah jam segini?" tanya Mas Dito saat kami sedang sarapan bersama pagi. Ibu masih ikut duduk di meja makan. Dia kembali memotong buah dan menikmatinya."Mulai hari ini aku udah nggak kerja lagi, Mas," ucapku pelan namun mampu membuat Mas Dito dan Ibu mertua melongo. Mas Dito bahkan terbatuk saat mendengar ucapanku barusan. Rasakan, aku akan memberinya pelajaran bagaimana rasanya mencari pekerjaan di luar sana."Apa, Ros? Kamu nggak kerja lagi, maksudnya gimana?" tanya Mas Dito sambil mengelap mulutnya dengan tisu yang tersedia di atas meja. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Mas Dito barusan. Karena aku harus tetap bersikap santai di depan mereka berdua."Kamu berhenti kerja atau dipecat?" tanya Ibu yang menatapku bergantian dengan mas Dito."Aku memang mengundurkan diri, Bu, bukan dipecat. Karena kan aku ingin menjadi istri solehah untuk Mas Dito. Jadi aku harus memilih salah satu dari itu, dan aku lebih memilih Mas Dito s

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pura-pura Dipecat

    "Kamu jangan membela mereka lagi kali ini. Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," tanya Ayah ketika aku sudah berada di rumahnya. Tadi ketika aku baru saja sampai, Ibu langsung menyuruhku untuk masuk. Katanya ada hal yang ingin dibicarakan oleh Ayah. Perasaan yang tidak karuan aku masuk dan duduk di sofa."Sebenarnya tidak ada masalah antara Aku dan Mas Dito. Hanya saja masalah itu muncul ketika ibunya Mas Dito datang," jawabku mencoba menjelaskan. Tidak ada yang bisa kusembunyikan lagi. Ayah dan ibu bukan tipikal orang tua yang bisa dibohongi."Lalu kenapa Ibu mertua kamu sampai memecat Bik Minah," tanya Ayah lagi yang membuatku terdiam. Ayah tipe orang yang sabar, tapi jika sudah menyangkut masalah anak. Ayah akan bersikap lebih gila dari Ibu."Dia menginginkan aku untuk mengerjakan semuanya. Ibunya Mas Dito menuntut Rosa agar bisa melayani suami dengan baik. Bukan hanya bekerja mencari uang saja," jawabku sambil menunduk dalam. Ibu merangkul pundakku dan membawaku ke dalam

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ciut

    Dulu aku menolak untuk dijodohkan dengannya. Untungnya dia tidak marah akan hal itu. Dia malah menghargai keputusanku waktu itu. Aku mengulas senyum saat pandangan kami bertemu."Rupanya saya akan meeting dengan Bu Rosa. Jujur saya sangat terkesan," ucap Al ketika kami berjabat tangan. "Ini karena Pak Devan sedang berada di luar kota. Saya hanya bertugas untuk menggantikan. Mohon kerjasamanya, Pak Al," jawabku sambil membalas senyumnya.**"Aku nggak nyangka bisa ketemu lagi di sini sama kamu," ucap Al ketika kami sedang makan siang di kantin kantor. Setelah rapat selama dua jam tadi, Al tidak langsung pulang. Dia mengajakku untuk makan siang dulu di sini. Dia memintaku untuk menemaninya makan di kantin kantor. Aku mengiyakan, karena aku juga sudah lapar dan ingin makan siang."Iya. Aku juga nggak nyangka bakalan ketemu lagi sama kamu di sini," jawabku sambil merebahkan punggung pada sandaran kursi. Aku sedikit merasa canggung jika hanya makan berdua saja seperti ini. Jika saja dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status