Pov (3)"Sayang, kenapa?" Irwan menepuk bahu Serena dari belakang, membuat istrinya itu reflek menoleh. Serena meletakkan telunjuknya di ujung bibir. "Kenapa?" tanya Irwan lirih dan mengerutkan dahinya. Melihat respon istrinya."Kamu sedang menguping?" ucap Irwan yang melihat gelagat aneh dari Serena. "I-Iya Mas, aku sedang. Hem.. Sini deh, Mas!" Serena justru menarik tangan suaminya, untuk menjauh dari depan kamar Iza. "Mas tahu, apa yang aku dengarkan tadi?" ujar Serena."Tidak tahu-lah! Apa sih sayang? Ada hal penting?" "Ada sesuatu yang mencurigakan, Mas!""Apa yang mencurigakan?" Irwan mulai serius. "Ucapan Mbak Iza sangat mencurigakan, sepertinya kakakmu itu ada di balik kematian Pak Lurah, yang mendadak itu!" tukas Serena. "Maksudmu? Jelaskan dengan benar sayang, aku tidak mengerti ucapanmu, yang sepotong-potong!" "Kamu ini mas, susah sekali menangkap maksud ucapanku. Aku tadi mendengar Mbak Iza bicara, dari telepon. Ketika aku membantu menyisir rambutnya, dia mendapatk
TamatPoV (3)"Mbak Iza, tunggu kamu. Kamu tidak akan lolos!" pekik Amira dan perasaan bencinya pada Iza. Sudah tak bisa di ungkapkan lagi. Tak ada kata maaf lagi, karena ia tak mau memberikan kebaikan pada Iza. Seorang penghianat. Yang meminta tolong ketika ada butuh saja. **Amira menggunakan video yang dikirimkan oleh Rizki. Sebagai laporan pada polisi. Agar pelaku yang merencanakan pembunuhan Darmawan bisa segera ditangkap. Rizki pada akhirnya meninggalkan Tania. Dia sengaja melakukan itu, agar Tania masuk penjara dan minta kembali pada Amira. Karena kebaikan yang dilakukan oleh Rizki. Membuat Amira luluh dan mau kembali, menerima pria itu. Namun ia belum mau menikah dengan Rizki.Amira masih ingin meyakinkan diri, jika Rizki adalah orang yang tepat atau tidak. Mengingat saat mereka akad nikah dulu. Pernikahan itu tidak sah, di dalam keadaan Amira yang sedang hamil. Rizki ikut sedih dengan apa yang menimpa Amira yang kehilangan, bayinya. Yang meninggal di dalam kandungan. Riz
MERTUA MELARANGKU DATANG DI ACARA LAMARAN"Kamu sudah siapkan uangnya kan, Dek?" tanya Mas Irwan dan masuk ke dalam kamar.Aku sedang memasukkan uang cash ke dalam tas, sebanyak 50 juta untuk Ibu mertua. Uang ini akan di pinjam ibu mertua untuk biaya pernikahan Rasti adik iparku. "Sudah Mas," jawabku dan tersenyum simpul. Ibu baik padaku, dari awal menikah keluarga Mas Irwan sangat menerimaku dengan baik. Ibu mertua sengaja meminta uang cash karena ribet jika harus, menarik dari Bank. Jadi kami akan mengantarkan ke sana. Sebenarnya aku sudah ingin transfer saja, karena uangku masih di dalam rekening.Apalagi sekarang Mas Irwan hanya karyawan biasa di kantornya. Dengan gaji 4 juta sebulan. Dari pada meminjam Bank lebih baik aku yang meminjamkannya. Aku baru saja mendapat bagian warisan dari Almarhum Ayah. 5 bulan yang lalu Ayah meninggal, dan Ibu membagi harta padaku dan Kak Elena. Ibu sengaja memberikan sekarang agar kami bisa membuka usaha. "Dek, kamu kenapa gak pindahin saldom
Bab 2"Dek, hape-ku!" Mas Irwan kembali meminta ponselnya. Karena aku yang masih terpaku dengan kenyataan yang aku ketahui, tentang keluarga suami di belakangku. Aku keluar dari grup WA dan kembali notifikasi pesan masuk. Mas Irwan tak akan tahu, jika aku sudah membacanya."Ini, Mas!" aku menyerahkan ponsel itu pada tangan Mas Irwan yang sudah menengadah.Aku menoleh, Mas Irwan seperti memeriksa ponselnya. "Dek, kamu tadi buka apa, di ponselku?" tanya Mas Jawabku Irwan. Aku lihat raut wajahnya seperti cukup gugup, apa dia takut jika aku sudah tahu."Cuma lihat wallpaper yang kamu pasang, itu fotoku. Kamu sweet banget Mas!" jawabku. "Iya Dek, soalnya Mas kangen terus sama kamu ketika di kantor. Jadi wallpaper pasang foto kamu!" ujarnya dan meraih punggung tanganku, kemudian mengusapnya dengan lembut.Mas Irwan mengangkat tanganku dan menciumnya. Ingin sekali aku pukul mulut suamiku ini, karena sikap sok manis yang ia tunjukkan.Ciri-ciri pria yang takut ketahuan rahasianya terbongka
Bab 3"Uangnya ketinggalan, Mas!" jawabku."Aduh, kok ketinggalan!" ucap ibu dengan suara yang kencang, terdengar ia jengkel mendapatkan kabar ini.Aku sengaja tadi meninggalkan uang itu di rumah Ibu. Ketika minta mampir sebentar. "Kamu yakin?" Mas Irwan menghampiri aku dan mengambil tas milikku, untuk memastikan."Gimana, Ir?" tanya Ibu dan air mukanya seperti gusar. Pasti Ibu sudah membayangkan memegang uang puluhan juta. Tapi harapan ia sirna seketika dengan kabar buruk ini."Ibu jangan sedih ya," ujar Mas Irwan karena sangat jelas kekecewaan yang Ibunya tunjukkan."Dek, begini saja. Kamu transfer saja uang itu ke rekeningnya Amira. Besok biar Ibu yang mengambil uang itu ke Bank, biar gak repot dan Ibu pasti dapat uang itu!" ucap Mas Irwan memberi saran.Muak aku mendengar sarannya, ingin mengakali aku. Demi uang mereka bersandiwara, pura-pura baik. Jika begitu aku juga bisa, pura-pura polos. "Iya Mbak, ni nomor rekeningku. Aku sebutin aja ya, kirim ke sini!" tukas Amira dan men
Bab 4(PoV Serena)Tania mengulas senyum, begitu juga dengan keluarga Mas Irwan yang menyambut dia dengan hangat. Seperti bagian anggota keluarga di sini.Kebaya milik Tania bagus tidak seperti punyaku yang koyak sendiri. "Bagus kebayamu ya?" ujarku dan mendekati Tania. Dan sekilas melirik Mas Irwan yang masih memperhatikan dia.Tania menatapku seperti keheranan, karena aku menghampiri dan melihat kebaya yang ia pegang.Aku menyambar kebaya itu dari tangannya, secara spontan. Hingga ia tak bisa mencegah."Kenapa kebaya dia sama dengan kalian, bahannya bagus. Gak koyak, sedangkan punyaku kenapa koyak?" aku menoleh dan menatap Amira yang berdiri di sebelah Ibunya."Punyaku, bahannya juga murahan. Katamu kehabisan bahan, kenapa untuk dia ada? Gak habis bahannya!" aku mencerca Amira hingga dia tampak kesulitan akan menjawab. Aku mengembalikan lagi kebaya itu pada Tania. Dan meraih tas yang tadi aku taruh di atas meja. Setelah drama uang ketinggalan, padahal aku berbohong agar mereka tak
Bab 5Aku menoleh sekilas kemudian kembali melanjutkan langkah, meninggalkan rumah Ibu mertua. Memang aku baper (bawa perasaan) ketika mendengar dan melihat perbuatan mereka, karena aku manusia mempunyai perasaan. Mereka kira aku patung, yang mati hati sehingga diam saja dan akan mengalah. Aku tidak seperti itu Mas. Keluarga tak akan dapat apapun. Tak kulihat lagi bagaimana reaksi mereka. Yang terpenting pergi dari rumah ini.Aku masuk ke dalam mobil. "Kita pulang dulu ya, ambil uang!" ujar Mas Irwan ketika ikut sudah duduk di kursi kemudi. Aku masih diam tak menjawab. Hanya uang yang ia pikirkan.Ia menoleh padaku."Kamu kenapa sih, kekanakan? Jangan terlalu di bawa perasaan. Nanti Mas belikan kamu kebaya, yang lebih mahal dan bagus. Itu hanya salah paham dari Amira dan penjahitnya," ujar Mas Irwan dan mobil mulai melaju.Aku membuang pandangan ke kaca mobil, sambil melihat jalanan. Tak ingin menanggapi perkataannya. "Dek," Mas Irwan menyentuh punggung tanganku. Aku menepisnya,
Bab 6PoV Serena Aku membuka pintu, sambil berdoa agar bukan keluarga suamiku yang datang. Bisa saja mereka menyusul kemari demi uang.Pintu terbuka, di hadapanku sudah berdiri Kak Elena. "Kakak!" seruku dan merasa lega mendapati Kakakku yang datang, bukan keluarga Mas Irwan."Assalamualaikum," ujarnya. Ia datang sendirian sambil membawa bungkusan yang ia tenteng."Walaikumsalam, masuk kak!" jawabku dan mempersilahkan Kak Elena masuk."Kamu kenapa kok kayak habis dikejar setan, ngos-ngosan begitu?" tanya Kak Elena menyelidik.Karena nafasku yang terengah, ketika ketakutan saat Mas Irwan mengejarku tadi.Aku mencoba bersikap normal."Enggak apa-apa, Kak. Ayo masuk!" ajakku padanya dan berjalan duluan menuju ruang tamu." Irwan!" sapa Kak Elena pada suamiku yang ternyata dia berdiri tak jauh di belakangku, sambil memperhatikan kami."Apa kabar, Kak. Dari mana?" tanya Mas Irwan ramah dan mengikuti kami ke ruang tamu."Dari rumah, tadi Mbak membuat bolu tape dan ingat dengan Serena, dia