"Nanti cari rumah kontrakan atau apartemen saja yang murah untuk sementara waktu."
Laila tak berani bertanya lagi.
Setelahnya, Dimas, Hesti dan Pak Andra pun pergi ke bank untuk menyelesaikan permohonan over kredit.
"Hes ... transfer uangnya kepadaku. Aku butuh sewa rumah."
"Iya ..."
Hesti mengeluarkan ponselnya dan dia mengirimkan uang sebanyak dua ratus juta untuk Dimas. "Sudah aku kirim."
Dimas langsung mengecek di ponselnya dan tersenyum karena uang di tabungannya sudah bertambah begitu banyak. Ya walaupun pastinya masih ada kerugian karena uang cicilannya selama satu tahun malah jadi diskon untuk Pak Andra membeli rumahnya.
"Kapan mau jual mobil?"
"Lagi cari pembeli dengan harga tinggi."
"Gak usah lama-lama. Rumah saja yang mahal sudah bisa kamu dapatkan pembeli. Masa mobil yang lebih murah gak dapat? Kebanyakan alasan."
"Kamu cari saja yang mau beli mobil. Nanti beritahu kepada aku kalau ada yang
Hesti sangat kaget karena ternyata yang mengalami kecelakaan adalah Laila dengan seorang pria.Laila sudah pingsan karena kepalanya terbentur ke trotoar. Sementara pria yang mengendarai motor itu kakinya terjepit motor. Sungguh mengerikan. Apalagi terlihat bagian belakang mobil Arga juga cukup hancur."Tolong!" tukas pria itu karena kakinya terjepit oleh motor.Arga segera membantu pria itu untuk mengangkat motor yang menimpa kakinya."Tolong!" tukas pria itu dengan wajah yang sangat terlihat kesakitan.Arga segera menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat. Ia tak berani membantu langsung orang yang kecelakaan karena takutnya saat mengangkat pria itu, bisa terjadi patah tulang atau kejadian yang tak bisa diperkirakan oleh Dimas.Tak lama kemudian, ambulans pun datang. Laila dan pria itu dibawa ke rumah sakit, sementara motor pria itu diamankan oleh pihak kepolisian."Hes," panggil Arga karena melihat Hesti terus tertegun."I-iya, kenapa?" Hesti kaget atas panggilan Arga yang membuy
"Maksudnya?""Seperti yang kamu dengar, Hes. Bisa gak kalau kita batal cerai?" pinta Dimas.Sontak membuat Hesti membulatkan kedua matanya. Begitu juga dengan Arga. Namun, pria itu masih menahan diri untuk tak berkata-kata kasar kepada Dimas."Kamu lagi sakit ya?" ejek Hesti."Gak. Aku gak sakit, Hes. Aku sangat serius. Aku menyesal sekali dengan apa yang sudah aku lakukan." ujar Dimas yang berusaha mengambil tangan Hesti, tapi Hesti langsung menarik tangannya hingga tak bisa digenggam oleh Dimas."Gak deh. Terima kasih atas tawaran kamu. Tekad aku udah bulat untuk menghentikan semua ini. Aku harap ... kamu gak perlu untuk membuat persidangan menjadi semakin lama. Lagipula, kamu sudah punya wanita lain. Bagaimana dengan Laila? Bukankah kamu sangat mencintainya?" ejek Hesti lagi."Tak bisakah kamu hidup berbarengan dengan Laila?""Haha .... dasar laki-laki egois. Kamu sudah sangat tahu kalau aku gak suka dimadu! Jadi, tak mungkin aku mau hidup berdampingan dengan pelakor itu. Apalagi d
"Uhm ... Gak dulu deh Tante. Kan masih banyak wanita lain yang pas banget untuk Arga." jawab Hesti yang menolak halus akan tawaran dari Marni."Tante rasa ya, Arga tuh suka banget loh sama kamu. Plis jangan tolak." tukas Marni dengan sungguh-sungguh.Hesti menggaruk tengguknya yang tak gatal itu."Gimana ya, Tante. Aku juga masih belum bisa berpikir untuk punya pria yang lain. Aku masih belum bisa menyingkirkan trauma sih." "Tante mengerti. Tapi, gak apa. Kalau Arga dan kamu berjodoh, pasti kalian bisa bersama.""Tante, aku boleh tanya sesuatu?""Apa tuh, Hes?""Kenapa tante tiba-tiba bicara begini sama aku ya?" Hesti sendiri penasaran. "Apa tante gak malu kalau aku misalkan jadian sama Arga?""Malu? Kenapa tante harus malu?" Marni heran."Ya ... satu, aku lebih jauh miskin daripada Arga. Kedua, aku tuh janda loh, Tan. Padahal masih banyak gadis di luar sana yang lebih baik dari aku loh." jelas Hesti."Kalau hati sudah bicara, gak akan ada pikiran untuk yang seperti kamu katakan, Hes
Kring!Ponsel Dimas tiba-tiba saja berbunyi. Pria itu menjawabnya."Kenapa Rat?" "Mas, ini kapan ibu mau dibawa ke Jakarta?""Rat, kayaknya ibu di kampung saja dulu.""Tapi, aku gak bisa loh, Mas. Aku kan harus sekolah.""Hmm ... mbak yang membantu kamu itu?""Dia minta gaji besar buat menjaga ibu, Mas.""Berapa?""Dua juta.""Hadeh, di kampung saja minta bayaran mahal sekali sih."Bahkan gaji Dimas saja sudah sama dengan mbak di kampung. Belum lagi dengan uang sekolah dan kebutuhan dari adiknya. Darimana Dimas bisa mendapatkan uang sebanyak itu?Tak mungkin juga ia harus menggerus tabungannya, sisa dari jual rumah."Begitulah, Mas.""Uhm ... memangnya kamu gak bisa cari yang lebih murah gitu?""Mas ... ini nungguin ibu dua puluh empat jam loh.""Rat, mas juga gajinya kecil sekarang. Belum closing juga untuk motor. Mas tuh uang nya sekarat sekarang. Tolong ngertiin dong.""Ya terus mas maunya gimana? Aku harus putus sekolah untuk menjaga ibu gitu?""Gak gitu juga, La. Bukan gitu maks
"La, Mas pergi ke kantor dulu ya." ujar Dimas yang segera mengambil tasnya."Iya, Mas. Hati-hati ya." balas Laila yang sibuk dengan bahan-bahan makanan yang akan ia bawa ke warung.Dimas mengangguk. Tanpa mencium kening seperti biasanya, pria itu langsung meninggalkan Laila. Bahkan Laila pun seperti orang yang tak peduli kalau Dimas mencium keningnya atau tidak. Hari ini, Dimas izin cuti kerja tanpa sepengetahuan Laila. Ia butuh tahu apa yang sebenarnya dikerjakan oleh Laila. Tapi, tentu saja ia harus pura-pura akan pergi ke kantor.Pria itu menunggu Laila untuk turun dari lift. Ia terus mengamati.Tak lama kemudian, Laila pun turun dengan membawa barang-barang jualan. Wanita itu hanya sendirian dan berjalan menuju ke mini market tempat ia seharusnya berjualan. "Kenapa Laila pakai bajunya terbuka begitu ya?" tanya Dimas yang agak risih saat melihat penampilan Laila.Ia terus memperhatikan dan tak ada yang aneh sama sekali. Laila hanya fokus berjualan saja."Apa aku memang curigaan s
"Kamu kenapa sih? Koq tiba-tiba bicara begitu? Apa kamu lapar hingga hilang konsentrasi?" Arga terlihat aneh dengan sikap dari Erika.Erika pun segera duduk di samping Arga. Wanita itu ingin meyakinkan Arga agar menjadi miliknya kembali."Ar, aku tanya sama kamu. apakah kita bisa kembali seperti dulu? Jadi sepasang kekasih lagi? Bahagia bersama." Erika menatap nanar ke arah Arga."Gak. Sorry ya, Rika. Aku rasa kisah kamu dan aku sudah selesai dan gak bisa dimulai lagi." tolak Arga yang memang sudah tak ingin ada hubungan apapun dengan Erika. Ia muak dengan wanita seperti Erika."Ar ... apa karena kamu sekarang punya wanita lain?" Mata nanar Erika butuh jawaban dari Arga."Yaps. Kamu benar. Aku punya wanita yang aku cintai dan hargai sekarang." Arga mengangguk cepat dan wajahnya terlihat sangat yakin."Apa itu Hesti?""Wah ... kamu tambah pintar. Benar banget. Hesti! Aku akan segera menikah dengan Hesti." tegas Arga tanpa ragu.
"Duduk dulu, Hes." tukas Erika yang mempersilahkan Hesti duduk di hadapannya.Hesti mengangguk. Ia duduk di hadapan Erika.Tatapan Erika pun terasa sangat tak menyenangkan. Wanita itu memperhatikan penampilan Hesti dari ujung rambut sampai ujung kaki."Hmm ... bisakah dipercepat? Aku masih ada meeting." tukas Hesti yang mulai risih dengan tatapan Erika."Aku sudah kembali." ujar Erika penuh rasa kesombongan kepada Hesti.Hesti mengangguk saja."Aku minta kamu menjauh dari Arga." tukas Erika dengan penuh intimidasi kepada Hesti.Hesti ingin tertawa terbahak-bahak. Ternyata prediksi dari dirinya maupun Arga adalah benar. Erika akan meminta dirinya untuk menjauh dari Arga."Wah ... susah sih ini." jawab Hesti dengan tidak serius."Kenapa? Kamu mau uang berapa banyak supaya menjauh dari Arga? Aku bisa memberikan kamu uang berapapun yang kamu minta." tukas Erika yang menjatuhkan harga diri dari Hesti.
Kring!Ponsel Hesti berbunyi ketika ia sedang sibuk membereskan dokumen bersama dengan Arga."Ada yang telepon, Hes." Arga mengingatkan."Sebentar. Aku jawab dulu." Wanita itu segera melihat siapa yang sedang memanggilnya."Hmm ... siapa ya?""Bukan nomor yang kamu kenal kah?" tanya Arga penasaran.Hesti menggelengkan kepalanya."Pinjol kali." ejek Arga."Enak saja! Aku tak pernah melakukan pinjol. Apa mungkin klien baru?""Bisa saja. Jawab dulu saja panggilannya."Hesti menganggukkan kepalanya. Wanita itu segera menjawab panggilan telepon dari nomor yang tak dikenalnya."Halo." sapa Hesti dengan ramah."Apa ini nomor telepon Hesti?" tanya wanita yang ada di seberang telepon sana."Ya. Ini siapa ya?""Aku ... Erika.""Hmm ... ada apa, Erika?" tanya Hesti dengan mengerenyitkan dahinya. Ia sendiri bingung kenapa Erika menghubunginya. 'Apa Erika mau bertanya tentang Arga?
Dimas sangat tak tenang sekarang. Ia menunggu Laila sampai pulang dan bahkan sampai jam sebelas malam pun, wanita itu belum pulang juga.Pusingnya Dimas saat ini. Sudah ada menunggu masalah dengan ibunya, sekarang malah ditambah dengan Laila yang menurutnya sedang berselingkuh dengan orang yang tak ia kenal.Sudah hampir seratus panggilan yang Dimas lakukan ke ponsel Laila, tapi wanita itu sama sekali tak menjawabnya."ARGH! Kamu tuh kemana sih, La?" teriak Dimas sangat kesal. "Apakah kamu selingkuh dengan pria itu? Apa kurangnya aku sih sampai kamu berani selingkuh, La?" umpat Dimas.Setelah jam dua belas malam, akhirnya Laila pulang juga ke unit apartemen. Dimas? Tentu saja pria itu masih terjaga. Ia tak akan bisa tidur tanpa kehadiran Laila dan kejelasan tentang siapa pria yang tadi dipeluk oleh Laila."Dari mana saja kamu? Kenapa baru pulang sekarang?" tanya Dimas dengan suara kencangnya dan membuat kaget Laila yang masuk ke dalam unit apartemen dengan perlahan-lahan."Astaga, Ma