Beranda / Rumah Tangga / Mertuaku Adalah Maut / Bab 3 - Konsultasi Dengan Arga

Share

Bab 3 - Konsultasi Dengan Arga

Penulis: Siez
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 09:20:39

"Aku hari ini tinggal di hotel dan aku sangat butuh konsultasi dengan kamu. Please datang! Aku blank!"

"Tentang apa?"

"Perceraian?"

"Hah! Hesti yang bucin terhadap Dimas malah bicara perceraian? Apa tidak salah?" Arga heran bukan main.

"Tak perlu banyak bicara, Ar. Datang ke hotel X sekarang ya. Aku butuh bantuan kamu."

"Ok. Hmm ... berikan waktu tiga puluh menit. Aku mau mandi dulu. Gerah sekali."

"Sip. Thanks, Ar. Sorry merepotkan kamu."

"No prob! Kamar nomor berapa?"

"7801"

"Ok. Aku siap-siap dulu."

Hesti pun menutup sambungan telepon dengan Arga.

Sesuai dengan janjinya Arga, pengacara tampan, bos dan juga merupakan teman baik dari Hesti itu sampai di hotel dan di kamar Hesti tepat tiga puluh menit kemudian.

"Ada apa?" tanya Arga yang baru sampai di depan pintu kamar Hesti.

"Masuk dulu."

Arga menanggukkan kepalanya lalu mengikuti Hesti ke dalam kamar.

"Duduk, Ar."

Arga pun duduk di salah satu ranjang di kamar Hesti.

"Hmm ... aku ingin bercerai dengan Mas Dimas." tukas Hesti dengan ekspresi datarnya, seperti sudah hilang perasaan terhadap Dimas dan ingin menghancurkan Dimas sesegera mungkin.

"Alasannya?"

"Dia berselingkuh. Dan aku sudah punya bukti dia berselingkuh. Aku ada video dia di ranjang dengan Laila." Hesti terlihat sangat tegar walaupun hatinya sangat sakit oleh pengkhianatan Dimas.

"Hah! Laila? Bukankah kamu mengatakan kalau Laila itu sepupunya Dimas? Koq bisa jadi Dimas itu selingkuh dengan sepupunya sendiri? Apa tidak salah?" Arga lebih bingung lagi dengan cerita dari Hesti.

"Ternyata bohong. Semua itu adalah kebohongan besar yang diciptakan untuk membohongi aku dan sialnya ... aku memang tertipu." Hesti menggelengkan kepalanya penuh rasa kesal karena dibohongi.

"Terus, Laila itu siapa?"

"Istri kedua bajingan itu. Hmm ... kalau dari percakapan mereka, mereka itu baru satu bulan menikah."

Sabar ... tarik nafas, Hes."

"Tarik nafas sampai kentut pun percuma. Aku sudah sabar dan bisa mengendalikan diri koq."

"Hehe .. bagus. Uh ... pasti dua orang itu lagi hot banget ya di ranjang. Pengantin baru ... Hidup hanya mereka berdua, yang lain ngontrak."

"YES! Gila ... aku keluar kota, bekerja keras dan mereka asyik-asyik bercinta di atas ranjang pengantinku? Ranjang pengantinku! Seperti mereka tertawa di atas kebodohanku yang terlalu percaya akan hubungan mereka yang sepupu itu!" tukas Hesti penuh emosi.

"Sudah aku peringatkan sebelumnya, bukan? Kalau ada wanita muda di rumah selain anak atau ibu kamu, maka wanita itu patut dicurigai. Apalagi kamu sering tugas keluar kota."

"Ya ... sayangnya aku tak mendengar himbauan kamu itu. Aku pikir bajingan itu begitu mencintai aku sampai tak mungkin rasanya untuk dia berselingkuh. Apalagi dengan sepupu dia sendiri. Mereka memang pintar berbohong atau ... Aku yang terlalu bodoh karena mencintai Dimas?"

Ingin rasanya Hesti mengutuk dirinya sendiri yang terlalu naif dan percaya akan ketulusan cinta dari Dimas.

"Kamu yang terlalu mencintai Dimas, Hes. Segala yang berlebihan memang tak bagus. Lagipula ... namanya juga kucing diberikan ikan asin. Pasti langsung dicaplok dong. Mana ada kucing yang menolak ikan asin?"

Hesti tersenyum miris. Rumah tangga yang ia bangun dari nol bersama dengan Dimas harus berakhir hanya karena hasrat dan syahwat suaminya itu.

"Yap ... begitulah suamiku yang sialan itu."

"Lantas, apa yang mau kamu lakukan?"

"Ya ... aku mau cerai! Aku tak suka untuk dimadu. Lebih baik berpisah saja."

"Hmm ... begitu ya. Eh ya ... tadi kamu memergoki mereka bercinta, bukan? Terus apakah kamu melakukan seperti adegan film? Kamu memaki mereka? Menjambak Laila?" Arga penasaran.

"Aku bukan artis dari film ikan terbang, Arga!" Hesti memutarkan kedua bola matanya.

"Haha ... aku pikir, kalau wanita sedang emosi karena dikhianati, maka ia langsung bersikap impulsif dan agresif."

Hesti merotasikan matanya lagi. "Kamu terlalu banyak nonton sinetron!"

"Haha ... tidak sih. Kan memang biasanya seperti itu. Seperti rumah tangga yang biasa kita hadapi di pengadilan. Ribut karena pelakor dan harta gono-gini. Bahkan mengorbankan anak."

"Aku tidak begitu dan untungnya ... aku belum punya anak dengan Dimas. Tuhan memang tahu yang terbaik untuk hidupku. Tak mengandung anak dari pria sialan tukang selingkuh itu."

Arga mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oh ya, apa mertuamu tahu tentang hal ini?"

Hesti menghela nafas kasar. Rasanya ia juga ingin memaki mertuanya yang selama ini jahat kepada dirinya. Entah apa salah Hesti, yang past mertuanya itu sangat tak suka kepada dirinya. Bahkan Hesti aneh sendiri.

"Pasti tahu lah. Mereka itu kan satu daerah. Belum lagi, ibunya Dimas sendiri yang ikut mengantarkan Laila ke Jakarta dan tinggal bersamaku. Kalau dipikir-pikir, mereka memang pintar sandiwara. Mertuaku yang tecinta itu mengatakan, tolong rawat dan berbaik hati kepada Laila. Jangan sampai kurang makan dan kurang segalanya. Haha... " Hesti tertawa miris akan dirinya sendiri.

"Pathetic! Mereka bekerja sama untuk membodohi kamu."

"Sangat!"

"Tapi apa tujuannya juga bohong kepada kamu?"

"Mengambil harta atau entahlah apalagi yang hendak dia ambil dari aku dan pernikahan kami." Hesti tersenyum miris.

"Bukannya Dimas bekerja juga? Kenapa mau ambil harta kamu?"

"Kalau dari ucapan dia sih ... Dia mengatakan akam membereskan segalanya agar nanti, saat kami bercerai, dia tidak rugi sama sekali."

Arga menarik nafas dalam-dalam.

"Dimas sudah tidak tertolong."

"Begitulah" Hesti mengedikkan bahunya.

"Jadi, apa yang hendak kamu lakukan, Hes? Apa mau langsung menceraikan Arga saja? Maksudku ... langsung membuat surat pengajuan cerai agar bisa ke KUA langsung?"

"Aku ingin bercerai, tapi ingin membuat dia menderita dulu sebelum bercerai." Hesti menggelengkan kepalanya. Ia berubah pikiran karena terpikir dari mertuanya, ucapan Dimas dan kelakuan Dimas bersama dengan Laila. Terlalu mudah rasanya kalau mereka hanya bercerai.

Hesti yang akan banyak dirugikan oleh perceraian ini.

"Aku ingin membuatnya hancur berkeping-keping sampai miskin. Baru setelah itu, aku ceraikan dia."

"Waduh ... koq jadi gaya psikopat begitu sih, Hes. Aku ngeri."

"Ar ... kamu kan pengacara. Bisa bantu aku kah?"

"Bayar gak?" goda Arga.

"Bayar!"

"Haha ... mau dibantu apa?" Arga pun terkekeh geli sendiri mendengar jawaban Hesti yang sangat ketus.

"Pindahkan aset semua ke atas nama aku?"

"Hmm ... kamu ada surat pisah harta sebelum menikah?"

Hesti menggelengkan kepalanya.

"Artinya nanti tetap kalau ke nama kamu tuh ... jadinya harta gono-gini. Harta yang kamu miliki setelah menikah, tetap akan dibagi rata."

Hesti diam sebentar, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Arga. Ia bahkan lupa tentang hukum di Indonesia tentang harta gono-gini dan hukum tentang pisah harta.

Mungkin saat menikah dulu dengan Dimas, dia terlalu buru-buru dan berpikir kalau pernikahannya akan menjadi selamanya. Bukan seperti sekarang ini.

Hesti pikir, pernikahan mereka akan terjadi karena saling mencintai satu sama lain. Tapi ternyata Hesti salah besar.

"Uhm .. Rumahku ... "

"Bukannya masih cicil? Masih lama kan cicilannya?"

Hesti mengangguk pelan. Setelah tiga tahun menikah dan mengontrak rumah, akhirnya mereka bisa membeli rumah dengan cara cicil. Tentu saja DP rumah dari Hesti lebih besar daripada Dimas.

Selama itu pula Hesti dan Dimas memutuskan untuk tak punya anak dulu sebelum keadaan ekonomi stabil. Eh malah Dimas selingkuh di saat mereka sudah mulai stabil.

"Daripada sibuk pindahkan aset dan berujung tetap tidak untung di kamu, kenapa kamu tak membuat hidup mereka sengsara dulu? Bermain yang cantik begitu? Atau kalau kamu sudah sangat kesal kepadanya dan tak mau mempermainkan mereka, ya sudah, kamu bisa jual rumah yang kamu tempati itu. Nanti hasilnya bagi dua dengan suami kamu."

Hesti diam lagi.

"Kalau begitu, Aku ingin menjebak dan menyengsarakan mereka, Ar." Hesti membulatkan tekad.

"Tapi, apakah kamu bisa menguatkan hati agar bisa bermain secara profesional dengan sandiwara dua orang yang ada di rumah kamu itu?" Arga memastikan hati dari Hesti.

"Aku akan mencobanya! Semoga aku bisa dan kuat, Ar."

"Aku punya ide untuk bermain dengan dua orang jahat itu." Arga tersenyum, ia memiliki ide yang cukup licik untuk menyengsarakan dua orang jahat itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 55 - Ari Kasihan Deh Kamu!

    "Pak ... " panggil petugas administrasi rumah sakit yang membuyarkan lamunan Dimas."Uhm ... apakah orang yang bernama Ari itu sudah siuman?" Dimas mengalihkan pertanyaan."Sudah, Pak.""Bagaimana kalau saya temui dia dulu? Baru setelahnya akan dibicarakan bagaimana pembayarannya.""Sebaiknya jangan lama-lama ya. Bu Laila butuh pertolongan cepat.""Bisa dilakukan dulu apa yang harus dilakukan untuk penanganan kecelakaankah? Memangnya tak punya belas kasihan, Bu?" ejek Dimas.Hal itu membuat petugas administrasi tak mau banyak bicara. Bahkan Dimas sekarang meninggalkan wanita itu dan berjalan ke arah bilik perawatan Ari. Ternyata Ari sudah siuman."Hai Pak Ari." sapa Dimas dengan penuh senyuman. "Anda siapa ya?""Ah saya lupa untuk memperkenalkan diri. Saya adalah Dimas." tanpa Dimas mau mengatakan bahwa dirinya adalah suami dari Laila. Dimas punya rencana sendiri."Dimas? Sepertinya pernah dengar." jawab Ari yang mencoba mengingat-ingat karena ia pernah mendengar nama itu."Iya, saya

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 54 - Karma kah?

    "Apa kamu mengenalnya?" tanya Arga."Aku ingin melihat wajahnya dulu untuk memastikan." tukas Dimas yang tak ingin berburuk sangka. Nama Ari begitu banyak. Mungkin bukan yang ia kenal.Arga mengangguk. Lalu, ia mengantarkan Dimas ke bilik Ari. Pria itu menderita patah kaki yang tertimpa oleh motor, tapi tidak mengalami hal parah lainnya seperti yang dialami oleh Laila.Wajah Dimas begitu pucat saat melihat Ari, pria yang belum siuman itu. "Apakah anda kenal, Pak Dimas?" tanya Arga dengan sopan."Iya. Dia itu manager minimarket, tempat Laila membuka warung."Arga mengangguk-angguk saja. Entah kenapa, dia merasa ada sedikit kepuasan di dalam hatinya karena bisa jadi Laila selingkuh. Namun, ia tak berani menuduh.Arga tak mau membuat Dimas untuk berasumsi. Biar Dimas sendiri saja yang bertanya kepada Ari dan Laila. Itu bukan urusan dari Arga."Kalau begitu, aku dan Hesti permisi dulu ya, Pak Dimas. Ada pekerjaan lain di kantor.""Te-terima kasih, Pak.""Sama-sama."Arga segera menjemput

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 53 - Kecelakaan Laila

    Hesti sangat kaget karena ternyata yang mengalami kecelakaan adalah Laila dengan seorang pria.Laila sudah pingsan karena kepalanya terbentur ke trotoar. Sementara pria yang mengendarai motor itu kakinya terjepit motor. Sungguh mengerikan. Apalagi terlihat bagian belakang mobil Arga juga cukup hancur."Tolong!" tukas pria itu karena kakinya terjepit oleh motor.Arga segera membantu pria itu untuk mengangkat motor yang menimpa kakinya."Tolong!" tukas pria itu dengan wajah yang sangat terlihat kesakitan.Arga segera menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat. Ia tak berani membantu langsung orang yang kecelakaan karena takutnya saat mengangkat pria itu, bisa terjadi patah tulang atau kejadian yang tak bisa diperkirakan oleh Dimas.Tak lama kemudian, ambulans pun datang. Laila dan pria itu dibawa ke rumah sakit, sementara motor pria itu diamankan oleh pihak kepolisian."Hes," panggil Arga karena melihat Hesti terus tertegun."I-iya, kenapa?" Hesti kaget atas panggilan Arga yang membuy

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 52 - Ajakan Rujuk Dimas

    "Maksudnya?""Seperti yang kamu dengar, Hes. Bisa gak kalau kita batal cerai?" pinta Dimas.Sontak membuat Hesti membulatkan kedua matanya. Begitu juga dengan Arga. Namun, pria itu masih menahan diri untuk tak berkata-kata kasar kepada Dimas."Kamu lagi sakit ya?" ejek Hesti."Gak. Aku gak sakit, Hes. Aku sangat serius. Aku menyesal sekali dengan apa yang sudah aku lakukan." ujar Dimas yang berusaha mengambil tangan Hesti, tapi Hesti langsung menarik tangannya hingga tak bisa digenggam oleh Dimas."Gak deh. Terima kasih atas tawaran kamu. Tekad aku udah bulat untuk menghentikan semua ini. Aku harap ... kamu gak perlu untuk membuat persidangan menjadi semakin lama. Lagipula, kamu sudah punya wanita lain. Bagaimana dengan Laila? Bukankah kamu sangat mencintainya?" ejek Hesti lagi."Tak bisakah kamu hidup berbarengan dengan Laila?""Haha .... dasar laki-laki egois. Kamu sudah sangat tahu kalau aku gak suka dimadu! Jadi, tak mungkin aku mau hidup berdampingan dengan pelakor itu. Apalagi d

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 51 - Dimas Yang Membingungkan

    "Uhm ... Gak dulu deh Tante. Kan masih banyak wanita lain yang pas banget untuk Arga." jawab Hesti yang menolak halus akan tawaran dari Marni."Tante rasa ya, Arga tuh suka banget loh sama kamu. Plis jangan tolak." tukas Marni dengan sungguh-sungguh.Hesti menggaruk tengguknya yang tak gatal itu."Gimana ya, Tante. Aku juga masih belum bisa berpikir untuk punya pria yang lain. Aku masih belum bisa menyingkirkan trauma sih." "Tante mengerti. Tapi, gak apa. Kalau Arga dan kamu berjodoh, pasti kalian bisa bersama.""Tante, aku boleh tanya sesuatu?""Apa tuh, Hes?""Kenapa tante tiba-tiba bicara begini sama aku ya?" Hesti sendiri penasaran. "Apa tante gak malu kalau aku misalkan jadian sama Arga?""Malu? Kenapa tante harus malu?" Marni heran."Ya ... satu, aku lebih jauh miskin daripada Arga. Kedua, aku tuh janda loh, Tan. Padahal masih banyak gadis di luar sana yang lebih baik dari aku loh." jelas Hesti."Kalau hati sudah bicara, gak akan ada pikiran untuk yang seperti kamu katakan, Hes

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 50 - Masalah Uang Jadi Ribut

    Kring!Ponsel Dimas tiba-tiba saja berbunyi. Pria itu menjawabnya."Kenapa Rat?" "Mas, ini kapan ibu mau dibawa ke Jakarta?""Rat, kayaknya ibu di kampung saja dulu.""Tapi, aku gak bisa loh, Mas. Aku kan harus sekolah.""Hmm ... mbak yang membantu kamu itu?""Dia minta gaji besar buat menjaga ibu, Mas.""Berapa?""Dua juta.""Hadeh, di kampung saja minta bayaran mahal sekali sih."Bahkan gaji Dimas saja sudah sama dengan mbak di kampung. Belum lagi dengan uang sekolah dan kebutuhan dari adiknya. Darimana Dimas bisa mendapatkan uang sebanyak itu?Tak mungkin juga ia harus menggerus tabungannya, sisa dari jual rumah."Begitulah, Mas.""Uhm ... memangnya kamu gak bisa cari yang lebih murah gitu?""Mas ... ini nungguin ibu dua puluh empat jam loh.""Rat, mas juga gajinya kecil sekarang. Belum closing juga untuk motor. Mas tuh uang nya sekarat sekarang. Tolong ngertiin dong.""Ya terus mas maunya gimana? Aku harus putus sekolah untuk menjaga ibu gitu?""Gak gitu juga, La. Bukan gitu maks

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status