Keesokan harinya, Hesti pulang ke rumah dengan senyuman mengembang penuh sandiwara. Ia harus bermain sandiwara secantik mungkin agar Dimas tidak mengetahui perubahan perilakunya nanti.
Ini hari sabtu. Memang seharusnya Dimas tak pergi ke kantor.
"Assalamualaikum!" sapa Hesti yang baru saja membuka pintu rumahnya.
"Wa'alaikumsalam!" balas Dimas yang memang sedang bersantai di ruang tamu sambil menonton siaran televisi kesukaannya itu.
Hesti dengan senyuman, langsung berjalan ke arah Dimas dan mencium tangan pria itu. Ya, sandiwara menjadi istri berbakti begitu lah.
"Mas ..." panggil Hesti manja.
"Ya, ada apa, Hes?" Tatapan Dimas masih terarah ke televisi. Ia bahkan tak terlalu menggubris kedatangan Hesti.
"Besok kan hari minggu terus ada libur tahun baru, apakah kamu mau jalan-jalan?" tawar Hesti.
"Jalan kemana? Apa kamu tak lelah? Ini saja kamu baru pulang dari luar kota loh. Aku rasa lebih baik kamu istirahat saja sih di rumah." Dimas heran dengan ajakan Hesti.
"Aku kangen banget sama Mas. Kan sudah tiga hari aku gak pulang ke rumah. Jadi ... Aku ingin ajak mas jalan-jalan. Ingin mesra-mesraan sama Mas seperti pengantin baru lagi," rengek Hesti manja. Tentu saja Hesti memulai drama istri manja saat dia melihat Laila yang berada di dapur dan pastinya pelakor itu melihat Hesti dan Dimas.
Walaupun Hesti jijik, tetap harus ia lakoni untuk menang. Strategi dari Arga, mengalah untuk menang.
"Ayo lah, Mas. Kita berdua saja. Masa kamu gak kangen sama aku? Mumpung liburan nih."
"Gak ajak Laila sekalian kah? Kasihan kan dia di rumah sendirian. Bengong sendiri gitu selama liburan natal dan tahun baru."
"Yah ... Tapi aku gak beli tiket untuk Laila. Maunya honeymoon saja sama kamu, Mas." jawab Hesti manja dan merengek.
"Kamu memang membeli tiket kemana dan berapa hari?" Dimas melihat ke arah Hesti.
"Aku beli tiket ke Malaysia, Mas. Uhmm ya empat hari lah."
Memang Hesti memilih destinasi luar negeri supaya Laila tidak ikut mereka pergi. Hesti tahu kalau Laila tak punya paspor. Kalau masih di Indonesia, pasti Laila merengek ingin ikut mereka.
"Koq kamu gak tanya aku dulu sebelum kamu beli tiket?"
"Kan mau kasih kejutan, Mas. Aku dapat bonus akhir tahun nih lumayan banyak dari bos karena berhasil membantu bos memenangkan beberapa perkara di pengadilan dengan f*e cukup besar." Hesti sangat excited.
Dimas menarik nafas dalam-dalam.
"Nanti Laila sendirian di rumah." Dimas masih mencari alasan. Tak enak juga meninggalkan istri barunya di rumah sendirian.
"Lah dia kan uda besar, Mas. Sudah bisa masak sendiri, ke pasar bisa jalan kaki sendiri. Apa susahnya? Dia juga kan tidak cacat, masa harus didampingi kita terus? Ya paling kasih uang jajan saja selama empat hari kita tak ada. Ayolah ... Kan aku kangen banget sama Mas." Terdengar Hesti agak kesal dan Dimas bisa merasakan itu. "Masa mas gak ada rasa kangen dengan aku?"
Walaupun Hesti jijik karena ini bukanlah dirinya sendiri dan harus pergi bersama dengan suaminya yang berselingkuh, tapi harus ia lakoni. Trik berikut dari Arga, adu domba antara suaminya dan pelakor. Ini bermain dengan menggunakan otak, dengan tipu muslihat. Bukan dengan emosi sesaat.
Dimas masih diam, tak enak dengan Laila yang berada di dapur. Pasti saja Laila mendengar apa yang dikatakan oleh Hesti.
"Mas ... Masa mau dibatalin? Sayang loh tiketnya ... Apalagi tiket akhir tahun, kan lumayan mahal, Mas."
"Apa tak bisa di refund saja tiketnya?"
"Tidak bisa, Mas. Kena potongan besar sekali. Memangnya kenapa sih mas? Koq kayaknya gak mau liburan sama aku banget? Memangnya mas sudah gak cinta sama aku?"
"Kamu bicara apa sih, Hes?"
"Coba mas katakan sekarang sama aku. Mas itu cinta sama aku apa gak?"
"Ci-cinta dong."
"Gak ada wanita lain kan di hati mas yang menggantikan aku?" Hesti sangat sengaja.
"E-enggak. Kamu satu-satunya koq, Hes."
"Koq panggilnya Hes sih? Biasanya juga sayang apa darling." protes Hesti mencebikkan bibirnya.
"Iya, maaf ya Sayang. Mas terlalu lelah. Jadi otaknya agak error."
"Iya, aku maafkan koq. Jadi ... kita pergi dong ke Malaysia? Liburan berdua tanpa ada orang lain."
"Iya ... Iya." Dimas kalah.
"Yey!" Hesti langsung bersorak kesenangan dan memeluk erat Dimas.
Sementara di dapur, Laila kesela setengah mati.
'Mas Dimas itu bagaimana sih? Katanya cuma cinta sama aku, tapi koq malah bilang cinta sama Mbak Hesti sih? Terus mau honeymoon lagi sama Mbak Hesti. Ish ... Mas Dimas bohongin aku!' protes Laila di dalam hatinya.
"Ya udah, aku lapar. Hehe ... Aku mau cari makanan ke dapur ah."
Hesti pun meninggalkan Dimas sendirian dan berjalan ke arah dapur.
Laila yang mendengar Hesti akan masuk ke dapur, langsung berubah ekspresi menjadi biasa saja. Tak mungkin terlihat wajah kesal karena Hesti akan berlibur bersama dengan Dimas. Laila masih harus bermain sandiwara karenanya. Sebelum Dimas mengatakan kepada Hesti kalau Dimas itu sudah memperistri Laila juga.
"Hai, La." sapa Hesti dengan santainya kepada Laila.
"Eh Mbak Hesti sudah pulang." Laila pura-pura tersenyum dan ramah. Hesti bisa melihat itu.
"Kamu masak apa, La?"
"Masak sop ayam mbak. Terus tempe dan tahu."
"Oh ya? Wah enak nih ada masakan KAMPUNG! Senangnya mbak kalau ada kamu,"
"Kenapa tuh, Mbak?"
"Ya, anak kita.""Tidak! Kamu berbohong!" Arga menggelengkan kepalanya.Erika mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto seorang anak laki-laki kepada Arga."Apakah kamu merasa kalau foto Raka seperti kamu saat masih kecil?"Arga terdiam."Kenapa? Masih tidak percaya?"Arga masih diam."Kamu bisa koq melakukan test DNA. Feel free!" balas Erika penuh percaya diri.Arga menarik nafas dalam-dalam."Kenapa kamu tak pernah mengatakannya kepadaku?" tanya Arga dengan suaranya yang bergetar hebat."Hmm ... aku baru tahu kalau aku hamil saat sudah sampai ke Australia." jawab Erika dengan santai.Pikiran Arga kacau."Jadi ... apakah kamu tak mau mengakui anakmu sendiri?"Arga diam seribu bahasa. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Pikirannya benar-benar kacau."Kenapa kamu tak bicara?""Apa yang harus aku katakan?" balas Arga."Menikahi aku segera? Membina hubungan kelu
Arga dan Hesti tiba di kantor seperti biasa, sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Meskipun ada ketegangan kecil di antara mereka sejak beberapa hari terakhir, mereka tetap berusaha profesional. Saat jam makan siang tiba, Arga mengajak Hesti ke sebuah kafe diseberang kantor mereka, berharap bisa mencairkan suasana."Kamu mau pesan apa?" tanya Arga sambil membuka menu."Yang biasa saja, latte dan spaghetti carbonara," jawab Hesti dengan senyum kecil.Percakapan mereka mengalir ringan, sampai tiba-tiba…"Arga! Hesti!"Suara itu membuat mereka berdua menoleh ke arah pintu masuk. Erika, mantan pacar Arga yang toxic, berdiri di sana dengan senyum lebar. Wajah Hesti langsung berubah, sementara Arga terlihat kaget. Mereka sama sekali tak senang dengan kedatangan Erika.Tanpa permisi, Erika langsung duduk di samping Arga dan mencium pipinya. "Maaf, aku telat datang!"Hesti hampir menjatuhkan garpunya. Arga buru-buru menjauh. "Erika, apa yang kamu lakukan?!"Erika hanya tertawa. "Aku cuma mau
Arga menatap dalam ke arah mata Hesti, wanita yang dari dulu ia cintai diam-diam. Matanya berbinar, seolah ingin mengungkapkan segala rahasia yang selama ini terpendam."Arga, aku masih nggak ngerti… Dulu, kenapa kamu terlihat sangat depresi saat Erika pindah ke Australia? Aku ingat, kamu sampai nggak mau keluar kamar selama berminggu-minggu." Hesti masih sangat penasaran tentang kisah Arga dan Erika yang sampai saat ini masih belum ia dapatkan jawabannya. Arga menghela napas, jari-jarinya memainkan kemudi di hadapannya. "Aku sebenarnya bukan depresi, Hes. Justru… aku bersyukur. Wanita toxic seperti Erika akhirnya pergi dari hidupku. Ya ... beberapa hari berdiam diri. Anggap saja sedang melakukan RESET di hidup aku." tukas Arga pelan."Toxic? Maksud kamu gimana?" Hesti mengernyitkan dahi. Wanita itu masih tidak mengerti arah pembicaraan dari Arga.Arga menatap lurus ke arah Hesti, wajahnya serius."Selama ini, Erika sangat manipulatif. Dia membuatku kesepian, menjauhkanku dari semua
Suara bel apartemen berbunyi berulang kali, bersemangat. Hesti, yang baru saja bangun dengan rambut sedikit acak-acakan, bergegas membuka pintu. "Arga? Pagi-pagi sudah di sini?" Hesti tersenyum lebar dan mata berbinar. "Aku bawakan sarapan! Aku masak sarapan sehat untuk kita berdua." ucap Arga dengan gugup tapi bersemangat. Lalu ia mengangkat box berisi sarapan untuk mereka berdua. Hesti tertawa geli dan mengizinkan Arga masuk ke dalam unit apartemennya. Mereka duduk di meja makan kecil, menikmati sarapan hangat bersama. Hesti memperhatikan mata Arga yang agak hitam lalu tersenyum. "Kok matamu hitam gini? Kayak habis begadang seminggu." Arga menggaruk kepala yang tak gatal dan ekspresinya sangat malu-malu. "Aku… nggak bisa tidur semalam. Terlalu senang. Masih nggak percaya kamu akhirnya mau jadi pacarku." ujar Arga yang begitu jujur dan spontan. Hesti tertawa terbahak-bahak, lalu menunduk, pipinya memerah. "Aku juga… semalam bolak-balik di kasur. Deg-degan terus mikirin hubunga
Setelah mendapatkan kabar dari Arga, Hesti pun segera menghubungi Dimas. Ia harus memberitahu kabar baik ini kepada Dimas. "Halo, Dimas.""I-iya, Hes. Ada apa?""Dimas, ada kabar baik! Steven, temannya Arga mau pesan motor sebanyak 20 unit!" tukas Hesti yang sangat bersemangat. "Serius?! Wah, itu kabar bagus banget! Terima kasih banyak, Hesti! Kamu benar-benar membantuku!" ucap Dimas yang sangat bahagia karena akhirnya ada yang mau membeli motornya sebanyak itu. "Bukan aku, kok. Arga yang bantu ngurus ini. Aku cuma ngasih tahu aja ke kamu. Nanti Steven akan menghubungi kamu untuk lebih lanjutnya" "Oh, Arga ya? Kalau gitu, tolong sampaikan terima kasihku padanya. Aku sangat berhutang budi padanya.""Siap, nanti aku bilang ke Arga."Hesti pun segera menutup sambungan teleponnya dengan Dimas. *Rumah sakit"Dimas… ada apa? Kenapa kamu tadi tersenyum bahagia?" tanya Nani lemah sekaligus penasaran karena anaknya tersenyum sangat lebar. Padahal sebelumnya, Dimas seperti sudah bermuram
Arga tersenyum nakal kepada Hesti yang terlihat penasaran akan syaratnya."Kenapa kamu senyum aneh begitu sih, Ar?" protes Hesti."Uhmm ... syaratnya tuh kamu nikah sama aku. Setidaknya ... pacaran dulu.""Gila aja. Masa Steven mencampuri urusan pribadi orang lain sih?" protes Hesti."Dih ... beneran koq. Dia bilang ... Kalau kamu mau pacaran sama aku, Steven langsung beli 20 unit motor itu. Murah banget ‘kan syaratnya?" jawab Arga yang terlihat tak ada keraguan sama sekali.Hesti memandang Arga dengan sangat serius dan membuat Arga grogi sendiri. Lalu tiba-tiba wanita itu tertawa terbahak-bahak, sampai matanya berkaca-kaca."Arga, kamu ini… selalu saja ada akal-akalannya! Kacau banget sih!"Arga mengerutkan kening, wajahnya serius."Aku nggak bercanda, Hes. Aku serius. Aku mau kamu jadi istriku. Setidaknya pacaran dulu sampai kamu siap untuk menikah dengan aku. Memang wajahku gak keliatan serius banget ya sama kamu?"Tawa Hesti perlahan mereda. Dia menatap Arga, mencari tanda-tanda