Share

Bab 2. Kawin Lari

last update Last Updated: 2024-11-08 09:37:47

Jeremy mengemasi barang-barang beserta pakaiannya ke dalam koper. Ia marah kepada kedua orang tuanya mengenai hubungan bersama Alka tidak direstui. Kemarin, Jeremy diberikan pilihan oleh sang ayah. Tetap memilih menikah dengan Alka tapi putus hubungan antara orang tua dan anak, atau merelakan Alka tapi mendapatkan kepercayaan mengelola perusahaan keluarga. Ia memilih untuk pergi dari rumah itu demi memperjuangkan cinta Alka.

"Mau ke mana kamu Jeremy?" tanya sang ibu saat memasuki kamar.

"Aku mau pergi, Ma," jawab Jeremy.

"Pergi ke mana?" tanya Wilda panik.

"Aku ingin menemui Alka. Walaupun Mama dan Papa tidak mau merestui kami, aku akan tetap memperjuangkanmu cintaku untuk Alka."

"Nak! tolong jangan pergi ...," mohon Wilda.

"Apa jika aku tidak pergi, Mama dan Papa akan merestuiku dengan Alka? Aku rasa tidak."

Wilda menangis melihat sang putra yang akan pergi meninggalkannya. Bagaimana tidak. Seorang anak semata wayang yang ia besarkan memilih pergi hanya untuk memperjuangkan cinta kepada gadis pujaannya.

Jeremy kemudian mengangkat koper dan segera keluar dari kamarnya. Jeremy berjalan dengan cepat menuruni tangga. Di belakang Jeremy, terdapat sang ibu yang melangkah dengan cepat. Wilda berusaha mengejar putranya dan memohon agar jangan pergi meninggalkan rumah.

"Jeremy! Nak! Tolong jangan pergiii ... Mama dan Papa minta maaf karena tak merestuimu dengan gadis pujaan. Tapi Mama dan Papa ingin memberikan yang terbaik untuk kamu." 

Jeremy tak menggubris ucapan sang Ibu. Di ruang tamu, terdapat Hasan sedang membaca koran dengan santai dan sama sekali tidak terganggu dengan interaksi Wilda dan Jeremy. Wilda melirik kesal kepada sang suami karena tidak peduli mengenai Jeremy yang akan pergi.

"Papa! Tolong lakukan sesuatu! Anak kita ingin pergi dari rumah karena kita tidak merestui hubungannya dengan Alka. Apa kamu ingin membiarkan anak kita pergi, Pa?" rengek Wilda.

"Untuk apa kita harus menghalanginya? Biarkan saja dia pergi. Anak tidak tahu diri."

Jeremy berhenti sejenak dan menurunkan kopernya. Ia menatap sejenak rumah yang akan ia tinggalkan. Sebelum pergi, Jeremy menatap orang tuanya secara bergantian.

 "Tidak apa-apa Papa dan Mama membenci aku yang lebih memilih memperjuangkan Alka. Karena menurutku, mencintai seseorang itu tidak membutuhkan alasan apapun. Dan tidak perlu memandang latar belakangnya, asal dia bisa membawa kebahagiaan untuk kita."

Hasan melipat koran dan memandang dingin putranya. "Baiklah jika itu mau kamu. Silakan pergi dari rumah ini dan perjuangkan wanita itu. Tapi ada syaratnya sebelum kamu pergi dari rumah ini."

"Syarat apa, Pa?" tanya Jeremy.

"Semua kartu yang ada padamu, tolong tinggalkan! Karena itu adalah pemberian dari Papa. Papa tidak ingin kamu menggunakan uang itu untuk membelanjakan wanita itu."

Jeremy menghela napas. "Baiklah tidak masalah. Tanpa bergantung dengan Papa, aku bisa mencari uang sendiri."

Jeremy lalu membuka tasnya lalu mengambil dompet dan mengeluarkan semua kartu ATM serta black card pemberian sang Ayah. Tanpa ragu, ia menaruh semua kartu itu di atas meja.

"Aku pamit Pa, Ma."

Jeremy melangkah pergi dengan tenang sambil menyeret koper dan juga tasnya. Tujuannya ingin terbang ke Yogyakarta menemui gadis pujaan hatinya. Jeremy yakin, meskipun ia sekarang tidak memiliki apapun, Alka tidak mungkin mencampakkan. Alka bukanlah wanita yang materialistis dan gila uang.

Sedangkan Wilda sang Ibu, menangis melihat karena putra kesayangannya pergi dari rumah. Anak laki-laki itu dengan tanpa ragu dan tanpa takut mengenai ancaman sang ayah yang mengambil dan mencabut semua fasilitas yang diberikan. Wilda protes kepada sang suami yang membiarkan anak mereka pergi begitu saja.

"Kenapa kamu membiarkan anak kita pergi, Pa? Aku tidak ingin kehilangan dia. Mengapa kamu tidak melakukan sesuatu untuk menahan dia agar dia tidak pergi meninggalkan kita?"

"Kamu jangan selalu memanjakan anak itu. Sesekali dia harus diberikan pelajaran. Karena dia tidak bisa diperingatkan dan tidak bisa menuruti apa nasehat dan larangan kita sebagai orang tua, maka kita harus mengambil langkah tegas. Kita lihat apakah dia bisa hidup tanpa uang? Aku yakin bahwa Alka tidak akan mungkin menerima dia yang tidak memiliki apa-apa sekarang."

**

Alka berjalan pelan menuruni lereng gunung dengan hati-hati sambil menggendong karung besar berisi sayuran. Karung besar yang ia kaitkan dengan sehelai kain panjang yang biasa disebut jarik itu, berisi kubis yang akan dia jual kepada tengkulak. Hari ini Alka tidak kuliah karena libur. Pekerjaan Alka sebagai pegawai minimarket dikerjakan saat menjalani shift malam.

"Hati-hati kepleset Alka!" ucap wanita paruh baya yang sedang memanen daun bawang.

"Iya, Bu. Makasih." 

Jalan setapak yang dilewati oleh Alka terasa licin setelah pagi hari diguyur hujan. Jika tidak berhati-hati berjalan menuruni jalan itu, maka Alka akan terpeleset dan terjungkal. Tak hanya itu, sayuran yang ia gendong juga akan berceceran jika seandainya tidak diikat dengan kuat ujung dari karung itu.

Alka menyeka keringat yang membanjiri pelipisnya. Ia mempercepat langkah karena sebentar lagi sampai di rumah tengkulak. Setelah pulang dari rumah tengkulak, uang hasil menjual kubis ia masukkan ke kantong celana. Harga kubis sangat murah. Namun Alka tetap bersyukur meskipun hasilnya sedikit bisa menambah uang sakunya.

Ketika Alka melangkahkan kaki beberapa meter lagi sampai rumah, ia terpaku dengan sosok pria yang berdiri di depan rumahnya. Pria itu memandang sendu rumah Alka.

"Kamu?!" Alka terkejut melihat kedatangan Jeremy dihadapannya.

"Alka!" Jeremy menoleh ke belakang. Ia melepaskan tasnya, mendekat, dan memeluk Alka. Alka terkejut dan hampir saja terhuyung ke belakang. 

"Tolong jangan peluk aku. Aku bau keringat habis panen sayuran." Alka mendorong tubuh Jeremy agar tidak memeluknya. Namun pria itu tidak peduli.

Jeremy menggeleng. "Aku tidak peduli. Aku rindu kamu."

Alka akhirnya pasrah tubuhnya dipeluk erat oleh pria itu. Namun, tatapannya teralihkan dengan koper dan tas yang dibawa oleh Jeremy. Dalam hati, ia bertanya, apakah Jeremy diusir oleh kedua orang tuanya?

"Mas bawa koper dan tas, mau pergi ke mana?" tanya Alka penasaran.

Jeremy melepaskan pelukannya."Boleh aku masuk rumah? Aku lelah setelah merasakan perjalanan jauh."

"Ya sudah. Ayo masuk!" ajak Alka.

Didalam rumah, Alka menyiapkan segelas air minum dan ia berikan kepada Jeremy. Jeremy menerima gelas berisi air dan meminumnya hingga tandas. Alka kemudian menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Jeremy di ruang makan.

"Jadi Mas pergi meninggalkan orang tua untuk menemui aku. Mas yakin tetap ingin menikahi aku meskipun orang tua Mas tidak setuju?" 

Jeremy mengangguk. "Iya, Sayang. Aku sungguh sangat mencintai kamu. Tidak ingin kehilangan kamu."

Alka menampilkan senyuman dengan perasaan yang campur aduk. Bohong jika dia tidak bahagia melihat Jeremy yang bertekad memperjuangkan dirinya. Namun disatu sisi, Alka merasa bersalah telah membuat orang tua dan anak saling menjauh.

"Kamu tahu seperti apa latar belakangku, Mas. Aku hanya anak petani dan anak orang miskin. Beda jauh dengan kamu."

"Aku tidak peduli. Aku rela kehilangan segalanya asal jangan kehilanganmu," tegas Jeremy.

Alka menghela napas. "Tolong pikirkan lagi ... Jangan keputusan Mas sekarang akan membuatmu menyesal kemudian hari."

"Apa kamu pikir, aku tidak memikirkan risiko sebelum mengambil keputusan?"

Jeremy menatap wajah Alka dengan lekat. Alka diam menunggu Jeremy yang masih ingin melanjutkan ucapannya. 

"Tentu saja aku tahu keputusan apa yang harus aku pilih, dan apa risikonya. Apapun keputusan yang aku ambil, aku harus siap menerima hasilnya walaupun mengecewakanku. Aku tidak pernah menyesali apa yang terjadi. Karena itu semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa."

Alka diam dan tidak tahu harus berbicara apa. Jeremy yang menatap Alka dengan kediamannya, membuat pria itu mengerutkan kening. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh Alka?

"Kenapa kamu diam, Alka? Apakah kamu keberatan dengan keputusanku ini? Apa kamu tidak ingin menghargai pengorbananku demi kamu?"

Alka terkejut dengan pertanyaan Jeremy. "Bu-bukan begitu maksudku."

Alka terkejut dengan Jeremy yang berpikiran bahwa ia tidak menghargai pengorbanan pria itu. Alka berusaha mencari kata untuk menjelaskan agar Jeremy tidak salah paham.

"Aku ingin kita segera menikah. Nanti sore kita ke KUA untuk menikah secara sah menurut hukum dan negara." Jeremy mengambil keputusan yang mengejutkan Alka.

Alka melebarkan matanya. "Menikah? Secepat ini?!"

                          ********

"Sah!" Suara para saksi dan wali hakim serempak menjawab penghulu yang memimpin ijab qobul.

Jeremy dan Alka melaksanakan pernikahan di KUA malam itu juga. Setelah Jeremy datang menemui Alka, ia langsung meminta surat pengantar dari kepala desa tempat tinggal Alka untuk menikah. Jeremy menghadiahkan sebuah mahar cincin berlian yang ia beli jauh sebelum ia mengajak Alka ke rumah orang tuanya.

Sebelumnya, Jeremy dan Alka sedikit berdebat untuk melaksanakan pernikahan ini. Alka mengatakan kepada Jeremy untuk tidak terburu-buru menikah. Tapi pria itu salah paham dan mengira Alka mempermainkan perasaan Jeremy. Akhirnya, Alka setuju dengan ajakan Jeremy untuk melakukan prosesi pernikahan di KUA.

Setelah prosesi ijab qobul selesai, dan doa bersama di lakukan, Jeremy dan Alka berdiri di taman belakang gedung KUA. 

"Alhamdulillah akhirnya kita resmi menjadi suami istri. Aku berjanji akan melakukan apapun demi membahagiakan kamu," ucap Jeremy menatap dalam netra Alka.

"Aku tidak meminta yang muluk-muluk, Mas. Cukup Mas setia dan tidak pernah menghianati aku."

"Aku tidak akan pernah menodai sumpah janji pernikahan kita. Ingatlah dan tolong kamu pegang kata-kataku ini."

Alka mengangguk. "Aku percaya, Mas."

Diantara mereka berdua, saling mengucapkan janji saling setia dan tidak akan meninggalkan satu sama lain. Bulan purnama malam itu bersinar cukup terang. Bintang-bintang berhamburan menambah keindahan pemandangan alam diwaktu malam. Dan itu semua menjadi saksi bisu Alka dan Jeremy mengucapkan janji.

"Tapi ... Mas? ..." Alka menatap wajah pria yang kini telah resmi menjadi suaminya.

"Ya?" Jeremy tersenyum, "apa, Sayang?"

Alka terlihat ragu untuk berbicara. Takut ucapannya menyinggung Jeremy. Berusaha mengumpulkan keberanian, akhirnya ia bertanya ...

"Semua uang yang kamu miliki, telah diambil seluruhnya oleh orang tua kamu. Apa kamu punya uang untuk biaya hidup kita beberapa bulan ke depan ...?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 170. Akhir Cerita Bahagia (TAMAT)

    Alka menurunkan kaki jenjangnya, tepat di sebuah lobby hotel tempat untuk bertemu dengan sang suami tercinta. Setelah ia pulang dari butik Wilda tadi, Jeremy mengirimkan alamat hotel yang akan mereka datangi bersama. Mereka berdua akan menghadiri acara pernikahan kolega bisnis Jeremy. Alka sudah mempersiapkan diri berdandan secantik mungkin agar terlihat pantas mendampingi suaminya seorang CEO yang sangat dihormati di negeri ini. Langkah kakinya mulai berjalan menyusuri lorong lobby hotel. Dari kejauhan, Alka sudah melihat keberadaan sang suami yang tengah berbicara dengan salah seorang temannya. Kemungkinan, Jeremy berada di luar tempat pesta karena sambil menunggu kedatangan dirinya. "Mas Jeremy!" panggil Alka seraya melambaikan tangannya. Jeremy menoleh ke sumber suara. Teman yang bersama dengan Jeremy mengobrol, menggangguk hormat dan mengundurkan diri setelah melihat kedatangan Alka. Jeremy tak memperhatikan temannya yang menjauh. Karena pria itu terpana melihat kedatangan s

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 169. Gaun Pesta

    Malam nanti, Alka akan menghadiri pesta pertemuan dengan para investor asing mendampingi sang suami. Untuk menunjang penampilannya agar terlihat cantik dan pantas, ia menemui terlebih dahulu Wilda untuk berkonsultasi mengenai busana yang dikenakan. Karena setiap akan melakukan pertemuan, Wilda kerap datang ke rumah untuk memilihkan busana yang akan dikenakan oleh menantunya. Wanita cantik itu melangkahkan kaki memasuki butik sang ibu mertua. Senyuman menghiasi wajahnya. Wilda sudah dari beberapa hari lalu menunggu kedatangannya kemari."Mama," panggil Alka.Ia tersenyum menatap Ibu mertuanya. Wilda terlihat sedang sibuk dengan salah satu karyawan nya. Ketika melihat kedatangan menantu, Wilda tersenyum lebar dan menyambut hangat. "Akhirnya kamu datang setelah aku tunggu-tunggu dari kemarin." Wilda mendekati Alka.Wilda sudah menunggu kedatangan Alka dari beberapa hari lalu, namun Alka belum bisa mewujudkannya. Kebetulan hari ini ia memiliki waktu senggang sebentar sebelum bertemu den

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 168. Kejutan Berupa Hadiah

    Alka sibuk mengatur nafasnya yang terengah-engah setelah aktivitas pergulatan panas yang ia lakukan bersama sang suami. Ia masih mencoba meresapi sisa-sisa kenikmatan setelah apa yang mereka lakukan bersama. Jeremy berbaring di sampingnya sambil memeluk erat pinggangnya."Mas ... " panggil Alka pada suaminya."Hm ..." Jeremy bergumam.Alka merasakan tenggorokan kering. Ia ingin meminta tolong kepada Jeremy untuk mengambil air minum. Biasanya Alka selalu membawa air minum sebelum masuk ke kamar. Tapi, ia melupakan hal itu."Besok pagi kamu ikut aku ya?" Jeremy mengangkat wajahnya dan mengecup kening Alka. "Aku mau mengajak kamu ke suatu tempat.""Apa jauh dari sini?" tanya Alka setengah berbisik.Jeremy menggeleng. "Tidak. Di dekat sini."Jeremy tersenyum memandang Alka sambil mengusap lembut surai panjang hitam milik sang istri. Ia telah menyiapkan sebuah hadiah yang akan menjadi kejutan esok hari. Sebuah kejutan yang telah ia siapkan beberapa waktu lalu. Dan ia harap, Alka menyukai h

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 167. Wisuda Virtual

    "Selamat, Sayang ..." Jeremy tersenyum lebar melihat istrinya menggunakan toga "Terima kasih,Mas," ucap Alka. Hari ini, Alka melakukan wisuda virtual bersama para dosen pembimbing tempat ia menimba ilmu Polandia. Seharusnya ia melakukan wisuda beberapa bulan sebelum melahirkan. Namun suaminya menyarankan agar ia melakukan itu setelah bayi mereka lahir. Dan pada akhirnya, Alka dan Jeremy kehilangan anak mereka. Dan kini saatnya, Alka telah dinyatakan lulus dari ujian skripsinya. Alka menjalani ujian melalui proses yang sangat berat. Selain banyaknya masalah yang terjadi dalam rumah tangganya, serta masalah-masalah yang lain, ia harus sambil melewati pengobatan kemoterapi penyakit tumornya. Tetapi, ia bersyukur karena saat ini penyakit tumornya sudah dioperasi dan ia sedang menjalani tahap pemulihan. Seulas senyum tak pernah luntur dari bibir manis Alka. Meskipun perayaan wisudanya tidak seperti yang ia harapkan, tapi ia sangat bersyukur dengan apa yang ia dapatkan saat ini. Impi

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 166. Mencoba Menerima

    "Mama ...." sapa Alka pada ibu mertuanya. Alka baru saja sampai di areal permakaman. Ia mendekati sang ibu mertua yang tengah duduk di samping makam kedua putranya. Wilda yang tengah khusyuk berdoa, mengangkat wajahnya dan bangkit dari tempat dia duduk."Kamu ke sini sama siapa? Jeremy tidak mengantarmu?" Wilda memperhatikan Alka yang datang sendirian tanpa suaminya. "Mas Jeremy ada rapat penting. Aku diantar sopir," jawab Alka. "Ya sudah. Ayo sini! kita berdoa bersama-sama," ajak Wilda. Alka melangkah mendekati makam putranya dan mengambil posisi untuk berjongkok di samping Wilda. Sebelum ia merendahkan tubuhnya, ia mengucapkan salam terlebih dahulu. Dan ketika Alka hampir berjongkok, Wilda menarik tubuh menantunya."Kamu jangan duduk di situ." Wilda bangkit dari kursi plastik dan meminta Alka menempati kursi tersebut."Duduk di kursi. Kamu belum lama operasi caesar. Nanti jahitan mu bisa terbuka," tegur Wilda. Alka tidak menolak dan juga tidak menjawab ucapan mertuanya. Ia lebi

  • Mertuaku Penghancur Rumah Tanggaku    Bab 165. Sang Ibu Terlibat

    "Makan dulu dan minum obatnya," kata Jeremy. Alka tak menolak ketika piringnya diisi makanan dan lauk oleh sang suami. Mereka berdua sarapan bersama sebelum Jeremy berangkat kerja. Perlahan, hubungan keduanya mulai menghangat setelah Alka cukup lama mendiamkan Jeremy. Jeremy dengan begitu perhatian menyisihkan duri ikan untuk sang istri. Alka menyuap makanan ke mulutnya dengan perlahan. Sesekali, ia melirik sang suami yang makan dengan lahap. Jeremy memperhatikan istrinya yang makan dengan lambat. Karena Alka terlihat malas makan, Jeremy akhirnya memutuskan untuk menghentikan makannya sejenak. Pria itu memilih untuk menyuapi istrinya. "Mungkin sampai saat ini, selera di lidahmu terasa tidak enak. Tapi bukankah perut harus diisi?" Alka tak bicara dan tak menolak disuapi oleh Jeremy. Ia merasa bahagia karena memiliki suami yang sangat mencintainya sepenuh hati. Bahkan Jeremy rela melakukan apapun demi kebahagiaannya. Jeremy menyuapi istrinya hingga nasi di piring habis tak tersi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status