Setelah Alka dan Jeremy resmi menikah, keduanya lalu pindah ke Jakarta. Mereka menyewa sebuah kontrakan yang lumayan kecil. Sebelum mereka berangkat ke Jakarta, Alka dan Jeremy terlebih dahulu bekerja ikut panen cabai selama satu minggu.
Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Jeremy dan Alka terlibat pertengkaran kecil terlebih dahulu. Sebabnya, Alka tidak mau diajak pindah ke Jakarta. Biaya hidup di Jakarta sangatlah mahal. Tidak seperti di Yogyakarta terutama tinggal di pedesaan.
Menurut data statistik pemerintah, biaya hidup di Yogyakarta adalah yang paling termurah sekitar 2,9 juta per bulan. Biaya sebesar itu, untuk mahasiswa dan pekerja yang menyewa tempat tinggal. Jika tinggal di desa, pengeluaran keuangan akan lebih murah lagi.
Keputusan untuk pindah ke Jakarta, bukanlah perkara yang mudah bagi Alka. Ia sendiri tidak tahu apakah bisa mengatur keuangan di Jakarta. Terlebih lagi Jeremy saat ini belum mendapatkan pekerjaan.
"Maaf ya, Sayang. Kita hanya bisa menyewa rumah sekecil ini. Tapi aku berjanji akan bekerja keras agar bisa membeli rumah yang lebih luas dari ini," kata Jeremy.
Alka tersenyum tulus. "Nggak apa-apa, Mas. Besar atau kecil sebuah rumah, yang terpenting kita tidak kehujanan dan kepanasan."
Jeremy tersenyum. "Terima kasih atas pengertiannya, Sayang." Alka mengangguk.
"Aku nggak tahu, bisa mengatur keuangan di sini atau tidak. Jakarta tidak sama dengan Yogyakarta. Kalau didesa, walaupun penghasilannya sedikit, kita pasti bisa menabung walau dalam waktu yang lama. Sedangkan disini, banyak orang yang masih mencari pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup karena gaji perbulannya tidak mencukupi," tutur Alka.
Jeremy menghela napas mendengar keluh kesah Alka. Pria itu sudah menebak, pasti istrinya akan berpikir demikian. Ia sedikit menyesal karena telah memaksa Alka pindah ke Jakarta. Tetapi Jeremy tetap harus melakukan itu karena ia memiliki sebuah rencana yang telah ia rancang untuk masa depannya bersama Alka.
"Aku minta maaf, Sayang. Seandainya aku memiliki pekerjaan tetap, kamu mungkin tidak akan bingung seperti ini," ujar Jeremy.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku bisa mengerti keadaan suamiku. Lagi pula jika bukan karena cita-citamu untuk masa depan kita, Mas juga tidak akan mungkin pindah ke sini kan?"
Jeremy mengangguk. "Iya, Sayang. Kamu benar."
Maksud dari Jeremy mengajak Alka pindah ke Jakarta, Jeremy ingin menemui sahabatnya yang bernama Kelvin. Ia ingin mengajak sang sahabat untuk membuka usaha bersama. Sebuah usaha yang membutuhkan modal besar, namun juga memberikan keuntungan yang besar pula.
Jeremy memiliki sebuah pemikiran yang cukup dalam. Jika suatu saat nanti ia dan Alka memiliki anak, kebutuhan akan pengeluaran semakin besar. Oleh karena itulah Jeremy berniat ingin segera keluar dari segala kesulitan yang ada saat ini.
"Oh iya, Mas." Alka memberikan sebuah buku tabungan miliknya kepada sang suami.
"Kenapa, Sayang?" Jeremy mengerutkan kening.
"Ini buku tabunganku. Mas gunakan ini untuk tambahan modal usaha," ujar Alka.
"Kenapa kamu berikan ke Mas? Maaf Mas nggak bisa pakai. Kamu simpan saja untuk keperluanmu sendiri," tolak Jeremy.
"Nggak apa-apa, Mas. Mas pakai aja ya."
Jeremy akhirnya terpaksa menerima buku tabungan milik Alka. Dalam hati ia berjanji, ketika nanti ia telah menghasilkan uang, Jeremy akan mengembalikan uang tabungan milik sang istri yang telah dikumpulkan cukup lama. Mulai saat ini, Jeremy harus memiliki tekad yang kuat untuk menjadi sukses.
"Mas mau ketemu sama sahabatnya Mas kapan?" tanya Alka penasaran.
"Sore ini, Sayang. Sama kamu, ya."
"Iya, Mas. Semangat, ya." Alka tersenyum hangat.
Jeremy membelai lembut pipi sang istri. "Terima kasih, Sayang. Maaf untuk beberapa bulan ke depan, kita akan sedikit berhemat. Ini tidak akan lama. Aku janji."
"Iya, Mas. Aku juga akan bantu Mas buat jualan kecil-kecilan di depan rumah. Lagi pula aku juga terbiasa hidup sederhana di desa."
Meskipun saat ini Jeremy tengah tidak memiliki cukup uang untuk biaya hidup beberapa bulan ke depan, Jeremy cukup bersyukur karena sang istri telah mengerti keadaannya. Ia tidak menyesal kehilangan semua fasilitas yang telah dicabut oleh ayahnya. Beruntung sebelum sang ayah menyita semua kartu yang ia miliki, Jeremy telah mengambil beberapa persen dari uang yang tersimpan di dalam kartu itu. Jeremy gunakan uang itu untuk membeli tiket pesawat terbang ke Yogyakarta dan sisanya ia gunakan untuk hidup bersama Alka.
Saat Jeremy mengajak Alka pindah ke Jakarta, Alka menolak dengan tegas dan meminta Jeremy agar mau menetap di Yogyakarta dan bekerja sebagai buruh serabutan. Alka tidak mempermasalahkan gaji kecil, yang penting halal dan berkah. Tetapi Jeremy tidak mau melakukan pekerjaan itu.
Bukan karena Jeremy gengsi. Membayangkan bahwa ia harus bekerja keras seperti itu, Jeremy tidak sanggup. Bagaimana nanti jika Jeremy bertemu kembali dengan orang tuanya dan menjadi bahan tertawaan. Kedua orang tua Jeremy akan bertepuk tangan melihat anak mereka menderita. Itu yang Jeremy tidak mau.
"Mungkin akan banyak rintangan dan cobaan yang kita jalani. Aku mohon doa dari kamu ya, Sayang. Aku ingin menunjukkan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku bersikukuh untuk jalan hidupku. Sekaligus, aku ingin menunjukkan, tanpa mereka aku bisa sukses."
Alka mengangguk. "Iya, Mas. Insya Allah aku akan selalu doakan yang terbaik untuk suamiku."
"Terima kasih, istriku Sayang."
***
Sore hari setelah Alka dan Jeremy selesai melakukan pindahan, Jeremy mengajak sang istri untuk bertemu dengan sahabatnya, Kelvin. Jeremy mengajak Kelvin bertemu dan Kelvin setuju. Kelvin mengirimkan lokasi tempat kerjanya dan meminta Jeremy untuk datang ke sebuah kafe.
"Apa ini tempatnya, Mas?" tanya Alka ketika sampai di sebuah kafe.
"Kayanya sih ini. Aku periksa titik lokasinya juga benar. Tapi mana Kelvin?" Jeremy mengedarkan pandangan mencari sosok sang sahabat.
"Hei, bro!" seru seorang pria dari kejauhan berjalan mendekati Jeremy.
Jeremy tersenyum menyambut Kelvin. Mereka berpelukan satu sama lain. Mereka sudah sangat lama tidak bertemu sehingga sangat antusias terhadap pertemuan sore ini. Jeremy lalu memperkenalkan Alka kepada sahabatnya.
"Perkenalkan. Ini istriku," kata Jeremy.
Kelvin terbelalak. "Hah?!"
Alka mengulurkan tangan untuk menyalami pria sahabat suaminya tersebut. "Alka."
"Kelvin."
Kelvin lalu melemparkan tatapan sinis kepada Jeremy. "Wah ... Gitu ya ... Nikah, tapi sahabat sendiri nggak diundang?"
Jeremy hanya tertawa menanggapi. Kelvin lalu mengajak Jeremy untuk pergi ke ruangannya mengobrol bersama. Jeremy mengajak Alka, namun Alka menolak. Ia memilih untuk membiarkan suaminya itu mengobrol berdua saja dengan Kelvin.
"Kamu ini! Aku ini masih kamu anggap sahabat apa nggak sih? Masa kamu nikah aku nggak diundang," protes Kelvin.
"Maaf," jawab Jeremy.
Saat ini, Kelvin dan Jeremy berada di ruang VVIP. Alka tidak ingin ikut masuk dan memilih duduk kursi kafe yang berada di luar, sambil menikmati hidangan kue dan jus jeruk yang dipesankan sang suami. Kelvin yang baru mengetahui Jeremy membawa seorang wanita yang ia sebut sebagai istrinya saat diperkenalkan oleh Jeremy tadi, terlihat kesal.
"Aku menikah di KUA. Tidak ada pesta."
"Masa sih? Kamu itu kan orang kaya. Masa iya menikah tanpa pesta meriah?"
Kelvin heran dan tidak percaya dengan ucapan Jeremy. Hampir seluruh orang di penjuru negeri tahu, bahwa keluarga Jeremy adalah keluarga kaya raya dan pebisnis. Karena tidak mungkin jika Jeremy menikah dengan sederhana.
Jeremy menghela napas. "Wanita yang sudah menjadi istriku sekarang, tidak diterima kehadirannya oleh kedua orang tuaku."
"Karena?" Kelvin mengerutkan kening.
Jeremy menceritakan secara gamblang dan jujur tanpa ada yang ditutupi satupun olehnya kepada sang sahabat. Apa yang membuatnya memilih untuk menikahi Alka. Apa yang membuatnya menolak jodoh yang telah diberikan oleh orang tua. Jeremy pun mengatakan bahwa ia kehilangan banyak aset karena disita oleh sang ayah.
"Jadi sekarang kamu tidak punya pekerjaan?" tanya Kelvin.
"Ya." Jeremy mengangguk.
"Kalau kamu tidak memiliki pekerjaan, bagaimana kamu mau menafkahi istrimu? Memangnya kamu kenyang makan cinta?"
"Aku juga sedang memikirkan pekerjaan agar bisa menafkahi istriku," jawab Jeremy.
"Minimal, kamu harus punya pekerjaan dulu jika kamu ingin menikahi gadis pujaanmu. Memangnya kamu kenyang makan cinta?"
Jeremy diam dan berusaha untuk tidak tersinggung dengan sindiran Kelvin.
"Kelvin! Maksud kedatangan aku ke sini, aku ingin meminta bantuanmu. Aku ingin membangun usaha. Aku bertekad menunjukkan kepada orang tuaku, bahwa aku bisa melangkah sukses tanpa dukungan dan bantuan dari mereka. Apa kamu bersedia?"
"Memangnya kamu punya modal?"
"Aku nggak punya modal. Tapi aku berencana mengajukan pinjaman ke bank."
Kelvin diam dan berpikir sejenak. Ia sedang memiliki rencana untuk mengembangkan usaha kafe miliknya. Tapi untuk menolak ajakan Jeremy, rasanya tidak enak hati karena dulu sahabatnya ini telah menolongnya dari kesulitan. Jeremy saat ini pasti butuh dukungan untuk bangkit
Kelvin mengetuk-ngetuk dagunya. "Memangnya kamu mau buka usaha apa?"
"Properti," jawab Jeremy.
"Properti ya. Oke. Kamu cari pinjaman ke bank, nanti kalau kurang aku jualkan tanah punyaku yang di Surabaya." Kelvin menyetujui.
"Nanti aku akan membantu kamu untuk melakukan riset pasar, dan aku bantu carikan tambahan modalnya. Kamu dulu pernah menyelamatkan kedua orang tuaku. Kamu bantu operasi orang tuaku. Hingga sampai sekarang, aku masih memiliki mereka. Tentu aku akan membantumu."
**
Seorang wanita menggunakan kacamata hitam dan berdiam diri di dalam mobil mengawasi Alka yang sedang menikmati jus jeruk di teras cafe. Terpancar sorot mata kebencian dan penuh dendam di balik kacamata hitam yang ia gunakan. Ada segumpal kemarahan yang besar di dalam dadanya.
"Jadi itu gadis yang dimaksud oleh Pak Hasan. Gadis miskin yatim piatu yang merebut Jeremy dariku."
"Ternyata tampangnya biasa-biasa saja selain miskin. Aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Jeremy memilih wanita itu daripada aku."
Melihat Alka sendirian tanpa ditemani oleh siapapun, wanita itu berniat untuk menemui gadis itu. Ia merasa kalah saing dengan Alka yang menurutnya tidak memiliki keistimewaan apapun namun bisa memiliki Jeremy. Sedangkan dia sendiri yang merasa bagai orang yang memiliki segalanya tidak bisa memiliki Jeremy. Setelah lama berpikir, ia akhirnya turun dari mobil, dan mendekati Alka
"Halo Alka!" sapa wanita itu seraya mendekat.
"Ya?" Alka mengerutkan kening melihat wanita yang menemuinya dengan tatapan aneh, "maaf? anda siapa?"
"Perkenalkan! Aku Diana. Calon istri dari pria yang sekarang menjadi suamimu, yang telah dipilih oleh kedua orang tua Jeremy," ucapnya penuh percaya diri.
"Apa?!" Alka terkejut.
"Jadi ini ... wanita pilihan kedua orang tua Jeremy. Mau apa dia mendatangiku? Apakah dia menemuiku atau permintaan dari mertuaku?" batin Alka.
Alka menurunkan kaki jenjangnya, tepat di sebuah lobby hotel tempat untuk bertemu dengan sang suami tercinta. Setelah ia pulang dari butik Wilda tadi, Jeremy mengirimkan alamat hotel yang akan mereka datangi bersama. Mereka berdua akan menghadiri acara pernikahan kolega bisnis Jeremy. Alka sudah mempersiapkan diri berdandan secantik mungkin agar terlihat pantas mendampingi suaminya seorang CEO yang sangat dihormati di negeri ini. Langkah kakinya mulai berjalan menyusuri lorong lobby hotel. Dari kejauhan, Alka sudah melihat keberadaan sang suami yang tengah berbicara dengan salah seorang temannya. Kemungkinan, Jeremy berada di luar tempat pesta karena sambil menunggu kedatangan dirinya. "Mas Jeremy!" panggil Alka seraya melambaikan tangannya. Jeremy menoleh ke sumber suara. Teman yang bersama dengan Jeremy mengobrol, menggangguk hormat dan mengundurkan diri setelah melihat kedatangan Alka. Jeremy tak memperhatikan temannya yang menjauh. Karena pria itu terpana melihat kedatangan s
Malam nanti, Alka akan menghadiri pesta pertemuan dengan para investor asing mendampingi sang suami. Untuk menunjang penampilannya agar terlihat cantik dan pantas, ia menemui terlebih dahulu Wilda untuk berkonsultasi mengenai busana yang dikenakan. Karena setiap akan melakukan pertemuan, Wilda kerap datang ke rumah untuk memilihkan busana yang akan dikenakan oleh menantunya. Wanita cantik itu melangkahkan kaki memasuki butik sang ibu mertua. Senyuman menghiasi wajahnya. Wilda sudah dari beberapa hari lalu menunggu kedatangannya kemari."Mama," panggil Alka.Ia tersenyum menatap Ibu mertuanya. Wilda terlihat sedang sibuk dengan salah satu karyawan nya. Ketika melihat kedatangan menantu, Wilda tersenyum lebar dan menyambut hangat. "Akhirnya kamu datang setelah aku tunggu-tunggu dari kemarin." Wilda mendekati Alka.Wilda sudah menunggu kedatangan Alka dari beberapa hari lalu, namun Alka belum bisa mewujudkannya. Kebetulan hari ini ia memiliki waktu senggang sebentar sebelum bertemu den
Alka sibuk mengatur nafasnya yang terengah-engah setelah aktivitas pergulatan panas yang ia lakukan bersama sang suami. Ia masih mencoba meresapi sisa-sisa kenikmatan setelah apa yang mereka lakukan bersama. Jeremy berbaring di sampingnya sambil memeluk erat pinggangnya."Mas ... " panggil Alka pada suaminya."Hm ..." Jeremy bergumam.Alka merasakan tenggorokan kering. Ia ingin meminta tolong kepada Jeremy untuk mengambil air minum. Biasanya Alka selalu membawa air minum sebelum masuk ke kamar. Tapi, ia melupakan hal itu."Besok pagi kamu ikut aku ya?" Jeremy mengangkat wajahnya dan mengecup kening Alka. "Aku mau mengajak kamu ke suatu tempat.""Apa jauh dari sini?" tanya Alka setengah berbisik.Jeremy menggeleng. "Tidak. Di dekat sini."Jeremy tersenyum memandang Alka sambil mengusap lembut surai panjang hitam milik sang istri. Ia telah menyiapkan sebuah hadiah yang akan menjadi kejutan esok hari. Sebuah kejutan yang telah ia siapkan beberapa waktu lalu. Dan ia harap, Alka menyukai h
"Selamat, Sayang ..." Jeremy tersenyum lebar melihat istrinya menggunakan toga "Terima kasih,Mas," ucap Alka. Hari ini, Alka melakukan wisuda virtual bersama para dosen pembimbing tempat ia menimba ilmu Polandia. Seharusnya ia melakukan wisuda beberapa bulan sebelum melahirkan. Namun suaminya menyarankan agar ia melakukan itu setelah bayi mereka lahir. Dan pada akhirnya, Alka dan Jeremy kehilangan anak mereka. Dan kini saatnya, Alka telah dinyatakan lulus dari ujian skripsinya. Alka menjalani ujian melalui proses yang sangat berat. Selain banyaknya masalah yang terjadi dalam rumah tangganya, serta masalah-masalah yang lain, ia harus sambil melewati pengobatan kemoterapi penyakit tumornya. Tetapi, ia bersyukur karena saat ini penyakit tumornya sudah dioperasi dan ia sedang menjalani tahap pemulihan. Seulas senyum tak pernah luntur dari bibir manis Alka. Meskipun perayaan wisudanya tidak seperti yang ia harapkan, tapi ia sangat bersyukur dengan apa yang ia dapatkan saat ini. Impi
"Mama ...." sapa Alka pada ibu mertuanya. Alka baru saja sampai di areal permakaman. Ia mendekati sang ibu mertua yang tengah duduk di samping makam kedua putranya. Wilda yang tengah khusyuk berdoa, mengangkat wajahnya dan bangkit dari tempat dia duduk."Kamu ke sini sama siapa? Jeremy tidak mengantarmu?" Wilda memperhatikan Alka yang datang sendirian tanpa suaminya. "Mas Jeremy ada rapat penting. Aku diantar sopir," jawab Alka. "Ya sudah. Ayo sini! kita berdoa bersama-sama," ajak Wilda. Alka melangkah mendekati makam putranya dan mengambil posisi untuk berjongkok di samping Wilda. Sebelum ia merendahkan tubuhnya, ia mengucapkan salam terlebih dahulu. Dan ketika Alka hampir berjongkok, Wilda menarik tubuh menantunya."Kamu jangan duduk di situ." Wilda bangkit dari kursi plastik dan meminta Alka menempati kursi tersebut."Duduk di kursi. Kamu belum lama operasi caesar. Nanti jahitan mu bisa terbuka," tegur Wilda. Alka tidak menolak dan juga tidak menjawab ucapan mertuanya. Ia lebi
"Makan dulu dan minum obatnya," kata Jeremy. Alka tak menolak ketika piringnya diisi makanan dan lauk oleh sang suami. Mereka berdua sarapan bersama sebelum Jeremy berangkat kerja. Perlahan, hubungan keduanya mulai menghangat setelah Alka cukup lama mendiamkan Jeremy. Jeremy dengan begitu perhatian menyisihkan duri ikan untuk sang istri. Alka menyuap makanan ke mulutnya dengan perlahan. Sesekali, ia melirik sang suami yang makan dengan lahap. Jeremy memperhatikan istrinya yang makan dengan lambat. Karena Alka terlihat malas makan, Jeremy akhirnya memutuskan untuk menghentikan makannya sejenak. Pria itu memilih untuk menyuapi istrinya. "Mungkin sampai saat ini, selera di lidahmu terasa tidak enak. Tapi bukankah perut harus diisi?" Alka tak bicara dan tak menolak disuapi oleh Jeremy. Ia merasa bahagia karena memiliki suami yang sangat mencintainya sepenuh hati. Bahkan Jeremy rela melakukan apapun demi kebahagiaannya. Jeremy menyuapi istrinya hingga nasi di piring habis tak tersi