Melihat Yuni yang menangis sesengukan di lantai Sang Ayah duduk menghampiri.
"Kamu kenapa Nak? jangan menangis di lantai, ayo bangun." Titah Pak Doni pada anaknya Yuni yang sedang menangis di lantai.Yuni segera menyeka air matanya dan memeluk sang Ayah, saat ini hanyalah Ayahnya yang mengerti dirinya."Tidak apa-apa Yah. Yuni hanya kecapean saja," ucap Yuni berbohong karena tidak mau menambah pikiran Sang Ayah apalagi barusan Yuni melihat Ayahnya makan dengan lahap dan penuh gembira karena makanan yang Yuni bawa sangat enak dan mewah menurut Ayahnya."Ya sudah kamu sekarang istrirahat, biarkan Ayah saja yang membersihkan sisa makannya." Ucap Pak Doni penuh pengertian pada Yuni, dia sebenarnya merasa iba dengan Yuni di usia yang sangat muda harus membanting tulang demi mencukupi keluarga."T-tapi, Pak" ucapku ragu, takut kalau Ayah yang melakukannya beliau akan kelelahan."Sudahlah Nak, jangan risaukan Ayahmu. Ayah sudah sehat dan kuat," jawab Ayah Yuni sambil memperlihatkan otot tubuhnya yang tidak terlalu kelihatan kepada Yuni, pikir Pak Doni akan membuat Yuni kembali tersenyum dan melupakan sedihnya.Yuni akhirnya menganguk dia tersenyum sekilas ke arah Ayahnya dan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.Memang tubuhnya terasa lelah, apalagi makanan yang harusnya dia makan malah dihabiskan oleh kedua kakaknya. Untungnya disana dia sempat mengemil roti jadi dia tidak terlalu kelaparan malam ini."Tempat terindah saat ini adalah kamar." Itulah kata yang paling tepat dirasakan oleh Yuni sekarang. Tempat yang dimana Yuni bisa melepaskan beban di hatinya, ingin rasanya dia lari dari rumah ini namun Ayahnya siapa yang akan menjaganya. Sedangkan apa yang Ibunya Yuni pikirkan adalah uang dan uang setiap harinya.Tok....Tok..Tok..Belum sempat Yuni merebahkan tubuhnya pintu kamarnya sudah kembali di ketuk entah ini siapa yang ingin bicara pada Yuni saat malam begini."Yun, kamu sudah tidur?" tanya seseorang yang Yuni yakini adalah suara dari Bu Nina Ibu Kandungnya.Yuni menghela nafas, ada apa lagi ini Ibunya datang malam-malam."Belum Bu," jawab Yuni seraya membuka pintu kamarnya.Terlihat Bu Nina yang sedang cemberut menunggu di luar kamar Yuni."Ada apa Bu, malam-malam ke kamar Yuni?" tanya Yuni dengan raut penasaran karena tidak biasanya Ibunya malam-malam membuka pintu."Ibu minta uangnya, buat beli ikan besok dan beli krim malam Ibu sudah habis soalnya." Jawab Bu Nina dengan entengnya tanpa rasa berdosa telah minta uang pada anaknya yang telah bersusah payah bekerja.Yuni lalu menganguk dan kembali mencari tasnya yang ada di atas meja. Dia mengambil dua lembar uang lima puluh ribuan dan menghampiri Sang Ibu yang sedang menunggu dengan wajah senang, karena dia akan membelikan krim wajahnya yang sudah lama habis."Ini Bu uangnya, Yuni belum gajian jadi hanya bisa kasih segitu dulu." Ucap Yuni dengan menghela nafas berat, dia tahu sebentar lagi Ibunya akan mulai marah karena melihat jumlah uang yang diberikan oleh Yuni masih kurang kalau untuk beli krim untuk Bu Nina."Aapaa?? uang segini mana cukup untuk beli krim Ibu, mana lagi buat makan hari ini. Kamu jangan bohong, pasti kamu sembunyikan uang kamu itu di dalam tasmu!" Ujar Ibu Nina dengan mata melotot hampir terlepas dari tempatnya."Maaf Bu, benar Yuni hanya punya uang tinggal segitu. Itu juga uang pemberian dari Bu Tari sewaktu aku kerja hari ini." Ucap Yuni dengan mata yang sudah berkaca-kaca kalaupun Yuni mengedipkan mata pasti air mata itu akan berjatuhan."Dasar anak tidak tahu terima kasih, Ibu ini minta uang kamu. Bukan nyawa kamu jadi jangan terlalu pelit sama Ibumu yang sudah melahirkan kamu!" hardik Bu Nina dengan keras pada Yuni.Sang Ayah yang sedang mencuci piring di dapur langsung berlari untuk menuju anak perempuan yang paling disayangnya meskipun kakinya terasa sakit akibat cedera yang mengakibatkan dirinya harus di PHK.Saat melihat istrinya sedang menunjuk-nunjuk muka anaknya beliau pun langsung berteriak pada istrinya."Nina, kamu bisa tidak sehari gak marahin Yuni. Kasihan dia sudah pulang kerja sampai di rumah malah kamu marahin." Umpat Pak Doni pada istrinya."Diam kamu dasar lelaki tidak berguna, semua ini bukan urusanmu." Balas Ibu Nina sambil beranjak maju ke hadapan suaminya.Kedua Kakak Yuni yang sedang menonton televisi pun melihat pertengkaran tanpa mau membela karena memang mereka senang jika Yuni dimarahin oleh Ibunya."Biarpun sekarang aku tidak berguna mencarikan kamu uang tapi dulu saat aku masih bekerja bukankah kamu juga merasakannya." Ucap Pak Doni menatap marah pada istrinya itu yang selalu tidak mau bersyukur."Halah, lihat sekarang kamu sudah tidak ada gunanya. Kalaupun dulu kamu berikan aku uang tetapi nyatanya hidup kita tetap saja miskin." Teriak Bu Nina membalas ucapan suaminya."Sudah Yah, jangan hiraukan Ibu. Buatku Ayah adalah pahlawan untukku" Ucap Yuni seraya memeluk sang Ayah yang sudah berlinang air mata, dia tidak terima mendengar Ibunya menghina Sang Ayah."Ternyata kalian berdua memang tidak berguna, ngapaen kamu kesini. Aku sedang meminta pada anakmu ini malah dia menyembunyikan uangnya, tidak mau memberikannya padaku. Aku ini yang sudah melahirkan kamu, mana balas budinya pada Ibumu ini.Yuni yang sedang menangis bersama Sang Ayah langsung mengusap airmatanya dan menjawab omongan Ibunya."Bener Bu, Yuni sudah tidak ada uang lagi. Itu uang satu-satunya yang Yuni punya." Ucap Yuni berbohong sebenarnya dia menyembunyikan uang untuk biaya berobat Ayahnya yang sakit kakinya."Bohong kamu sini Ibu liat tas kamu!" Bentak Ibu Nina sambil melangkah masuk ke kamar Yuni dan membongkar semua isi tasnya dan isi didalam tas Yuni pun berhamburan keluar. Seketika itupun Ibunya Yuni tersenyum girang karena ada beberapa lembar uang lima puluh ribuan yang berserakan di lantai. Ibunya Yuni langsung memunguti uang itu dan melemparkan tas nya Yuni kelantai."Dengar jangan coba-coba kamu menyembuyikan uang dariku, karena tidak akan berhasil.""Ibu, itu uang untuk biaya berobat Ayah. Tolong jangan diambil." Teriak Yuni seraya memohon dan bersujud di depan Ibunya agar uangnya itu tidak diambil, karena Yuni ingin mengajak berobat Ayahnya agak bisa berjalan dengan normal. Ayahnya selama ini berjalan dengan pincang, karena itu Yuni merasa iba dan dia menabung sedikit demi sedikit uang untuk membawa Sang Ayah ke Dokter."Diam kamu, Ayahmu biarkan saja jalannya pincang sampai mati. Yang harus kamu bahagiakan itu Ibu karena aku yang melahirkan kamu!" sentak Ibu Nina sambil berjalan meninggalkan kamar Yuni dengan hati yang senang karena sudah mendapatkan uang yang di inginkannya.Melihat tasnya yang berserakan di lantai membuat Yuni lemas tak berdaya, dia tak menyangka uang yang selama ini dia kumpulkan raib tak bersisa karena diambil paksa oleh Ibunya."Nak, kamu sebaiknya istirahat tidak usah menyesali yang sudah terjadi." Ucap Sang Ayah menenangkan hati Yuni yang sedih."Ayah, maafkan Yuni tidak bisa membawa berobat Ayah. Uang itu untuk biaya berobat Ayah yang selama ini Yuni kumpulkan." Timpal Yuni kembali terisak karena dia merasa menyesali dirinya yang begitu bodoh tidak menyimpan uangnya dengan baik hingga bisa diketahui oleh Ibunya."Tidak usah bersedih lagi, Ayah tidak apa-apa. Berobat bisa kapan saja, yang terpenting kamu selalu sehat buat Ayah." Ujar Sang Ayah yang sebenarnya menaruh amarah pada istrinya yang selalu pilih kasih pada Yuni. Dia selalu memeras tenaga Yuni untuk mendapatkan uang, sedangkan kedua kakaknya dibiarkan malas-malasan dirumah.Yuni mengangguk menuruti keinginan Ayahnya untuk beristirahat. Selepas kepergian Pak Doni dari kamar
Yuni berangkat kerja pagi ini dengan hati yang sedih dia tidak bernafsu untuk makan pagi kali ini."Yun, kamu makan yang banyak. Apalagi kamu kerja di dua tempat pasti lelah." Ujar Sang Ayah yan sedang mengunyah makan dengan lahap di atas meja makan.Sementara Ibu Nina sedang berada di kamar bersama kedua anaknya."Iya Pak, Yuni cuma belum nafsu makan mungkin nanti makannya pas ada ditoko." Jawab Yuni dengan wajah menunduk ke arah makanan nya.Pak Doni tidak melanjutkan untuk menyuruh Yuni untuk makan, dia tahu Yuni sedang bersedih jadi dia memilih untuk diam.Tak lama kemudian Gio keluar dari kamar Ibunya dengan wajah yang masam."Gio, kamu kenapa mukanya kaya ditekuk begitu?" Tanya Pak Doni pada Gio yang sedang melangkah ke kamarnya untuk kembali tertidur. Gio tidak menjawab pertanyaan dari Bapaknya, dia hanya melirik sekilas dan kembali melangkah ke depan.Pak Doni hanya menggelengkan wajahnya melihat tingkah Gio dan Radit yang begitu manja dan malas bekerja. Mereka mewarisi sikap
Yuni langsung tersadar kala pria itu menepuk bahu Yuni pelan."Ehhh..." teriak Yuni terperanjat tidak siap karena pria itu membuatnya kaget."Kamu tidak apa-apa? kalau ada yang sakit saya akan bawa kamu ke Rumah sakit?" tanya pria itu ingin mengobati Yuni jikalau dia ada luka saat jatuh tadi."Tidak usah, saya baik-baik saja. Maaf ya Tuan saya terburu-buru hingga tidak melihat ada orang di depan saya." Jawab Yuni seraya menunduk karena dia merasa bersalah.Pria itu menatap tajam ke arah Yuni, tersungging senyum yang hanya pria itu yang tahu."Tuan Andrew... Apakah anda tidak apa-apa?" Tiba-tiba saja seseorang pria yang juga memakai jas datang memeriksa pria yang ternyata bernama Andrew."Saya tidak apa-apa, hanya nona ini terlihat terluka." Tunjuk Andrew yang melihat Yuni berdiri dengan luka lecet di tangannya.Yuni yang sadar dirinya diperhatikan, langsung tidak enak karena dirinya yang bersalah."Maaf Tuan, saya tidak apa-apa. Justru saya yang merasa bersalah." Ucap Yuni yang mengig
"Mereka semalam pergi ke Rumah sakit Neng. Gak tau Ibu siapa yang sakit." Jawab Ibu itu yang sontak membuat Yuni merasa kaget.Yuni nampak kaget mendengar penuturan Ibu itu, dia tidak menyangka sakit yang diderita Erin serius hingga harus dilarikan ke Rumah Sakit."Kalau begitu terima kasih ya Bu infonya, maaf membuat Ibu terganggu karena saya memanggil nama Erin berulang kali." Ucap Yuni menundukkan kepalanya dengan hormat dan bersalaman dengan Ibu itu."Sama-sama Neng, tidak apa-apa." Jawab Ibu itu seraya tersenyum dan membalas jabat tangan Yuni.Yuni lalu beranjak meninggalkan rumah Yuni dengan langkah yang gontai, sahabat yang sangat baik itu sedang sakit yang cukup serius dan Yuni tidak tahu entah penyakit apa yang dideritanya.Dia mencoba beberapa kali menelepon Erin namun teleponnya tidak aktif, Yuni pun melangkah ke Tokonya kembali tanpa mendapatkan informasi apapun dan hanya mendapat berita Erin dilarikan di Rumah Sakit.Sesampainya di Toko, Yuni kembali bekerja dan Siska men
Yuni melangkahkan kakinya menuju rumah saat dia kembali dari Rumah Bu Tari untuk bekerja. Dia merasa kesepian karena tidak mendapatkan sahabatnya sedang terbaring sakit di Rumah Sakit. Bahkan Yuni ditempat kerja dia sempat bertengkar dengan Siska."Huft... Aku bosan sekali hari ini, aku tidak ingin pulang cepat rasanya." Ujar Yuni berkata di dalam hatinya.Yuni pun duduk di bangku taman sambil minum es teh yang telah dibelinya. Dia ingin menghilangkan penatnya pekerjaan dan masalah di rumahnya.Dia termenung di bawah pohon yang dibawahnya terdapat kursi yang dibuat dari semen dan beton. Dia memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dan orang yang sedang berkunjung di taman malam ini.Ditemani cahaya rembulan yang sangat sinarnya sangat terang malam ini, Yuni melihat ada seorang anak kecil berlarian bersama kedua Orangtuanya. Hati Yuni merasa sedih karena dia tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh Ibu dan Kakaknya biarpun Yuni selalu banting tulang untuk mereka.Anak kecil itu beg
Yuni segera membersihkan dirinya saatnya dirinya telah sampai dirumah, suasana rumah tampak lenggang. Ayahnya sudah tertidur dan kedua kakaknya sedang berada di kamar, mereka tengah bermain game melalui gawainya.Yuni mencari-cari keberadaan Sang Ibu yang tidak berada dikamarnya, kemana Ibunya pergi Yuni tidak mengetahuinya.Ada terbesit rasa khawatir apalagi jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam namun tidak ada tanda-tanda Ibunya akan pulang."Kemana sebenarnya perginya Ibu." Ucap Yuni didalam hatinya, meskipun Ibunya tidak pernah berkata lembut padanya tetapi tetap saja Yuni menyayangi Ibunya melebihi apapun juga.Yuni beranjak dari kamar menuju ruang tamu untuk melihat apakah Ibunya sudah datang atau belum."Nak, kamu sedang apa disitu?" tanya seseorang yang ternyata Pak Doni, ayah Yuni itu tampak heran dengan tingkah Yuni yang tidak langsung tidur dikamarnya namun duduk di ruang tamu. Apa yang sedang dikerjakan oleh Yuni, Ayahnya begitu penasaran."Eee... Ini Yah, aku lagi men
Setelah kejadian semalam, yang Yuni tengah memergoki Ibunya diantar pulang dengan Pria lain. Yuni dan Ibunya tidak saling menyapa, bahkan cenderung perang dingin.Ibunya mengancam akan meninggalkan rumah jika Yuni memberitahukannya pada Ayahnya. Dan Yuni juga tidak bermaksud untuk mengatakan pada Ayahnya karena khawatir Ayahnya akan jatuh sakit dan kepikiran, jadinya Yuni menyimpan rahasianya sendiri.Pagi ini Yuni tengah mempersiapkan sarapan untuk Ayahnya, biasanya dia akan membuatkannya untuk Ibunya juga. Namun karena melihat Ibunya berselingkuh Yuni tidak mau membuatkan Ibunya sarapan."Punya Ibu kok tidak ada," ucap Bu Nina berkata pada Yuni.Yuni yang mendengar Ibunya berkata padanya hanya melengos pergi. Dia sama sekali muak untuk berbicara pada Orang yang telah melahirkannya itu.Yuni menghampiri kamar Ayahnya untuk membangunkannya dan menyuruhnya untuk sarapan. Dia mengetuk pintu kamar Ayahnya berulang kali namun tidak ada sahutan dari dalam. Yuni merasa khawatir dan membuka
Aku melangkahkan kakiku menuju arah Parkiran Rumah Sakit, sebenarnya ada rasa iba harus meninggalkan Ayah di Rumah Sakit bersama kedua kakakku. Semoga saja mereka benar - benar sudah berubah, dan lebih menyayangi Ayah. Aku sebenarnya bingung darimana uang sebanyak itu harus aku dapatkan, namun demi kesembuhan Ayah akan aku usahakan.Karena pikiranku yang kosong dan tidak ada pilihan lain karena jika harus meminjam uang sebanyak itu pada Ibu Tari, aku merasa tidak enak. Wanita itu telah banyak berjasa di dalam hidupku dan keluargaku.Akhirnya angkutan umum yang aku tunggu berhenti tepat dihadapanku, lalu aku masuk ke dalam angkutan umum itu dengan duduk di kursi depan agar bisa mencari alamat yang aku cari."Nengnya mau kemana?" Tanya supir yang tengah menyetir kepadaku."Ke jalan Evakuasi Pak, turun di Agency Kartika." Jawabku tanpa menoleh ke arah wajahnya.Si supir nampak memperhatikanku dan seraya tersenyum."Nengnya mau lamar jadi apa disana? jadi Office girl?" tanya si Supir itu