Share

Bab 6

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara Yuni dan Rafael. Rafael yang duduk di kursi kemudi terlalu fokus dengan kemudinya, sedangkan Yuni yang sedang duduk di sampingnya merasa gugup, awalnya Yuni menolak untuk duduk di samping Rafael namun Ibu Tari memaksa seraya bilang Rafael bukan supir Yuni jadi dia menyuruh untuk duduk berdampingan.

"Emm.. Usia kamu berapa?" tanya Rafael tiba-tiba membuat Yuni merasa kaget.

"A-aku 16 tahun Kak." Jawab Yuni dengan menunduk, dia memanggil Rafael dengan sebutan "Kak" karena bingung panggilan apa yang harus diucapkannya.

"Ternyata kamu masih muda sekali ya, tetapi kenapa kamu memilih bekerja.?" Tanya Rafael lagi sebenarnya penasaran dengan hidup Yuni yanh begitu miris.

Yuni langsung menunduk dengan pertanyaan Rafel, sungguh sudah banyak ribuan bahkan jutaan kali orang yang heran dengan dia kenapa memilih bekerja daripada melanjutkan Sekolah alasannya yaitu karena ekonomi.

Yuni menghela nafas kasar dan mulai mengatur kata-kata untuk menjawab pertanyaan dari Rafael.

"Diusia saya yang masih muda memang seharusnya berada di Sekolah, tetapi melihat keadaan Orangtua yang pas-pasan secara ekonomi maka saya memutuskan keluar dari Sekolah untuk berkerja." Jawab Yuni dengan memandang jalanan yang mulai sepi lewat jendela mobil Rafael.

"Apa kamu masih ingin meneruskan sekolah atau bekerja,!" Timpal Rafael sambil melirik Yuni dari samping.

"Sebenarnya aku ingin Sekolah tetapi siapa yang akan mencari makan untuk kedua Orangtuaku." Lirih Yuni dengan mata yang sudah berembun.

Rafael tidak berani bertanya lagi, dia sudah cukup paham dengan kondisi keluarga Yuni.

Ingin rasanya dia membantu Yuni, namun Maminya tentu saja akan merasa curiga.

Tetapi jiwa kemanusiaan Rafael membuncah begitu saja.

"Kalau kamu sekolah lagi dan ikut kelas karyawan bagaimana?" tanya Rafael dengan hati-hati takut Yuni akan kembali tersinggung dengan pertanyaannya barusan.

Yuni langsung tertawa terbahak-bahak, dan langsung saja membuat Rafael terheran. Kenapa Yuni tertawa sampai seperti itu apakah pertanyaan Rafael ini lucu pikirnya.

"Kak Rafael menyuruhku untuk sekolah, pagi dan sore aku kan kerja di tempat Ibu Tari

Mana ada waktu aku untuk sekolah." Jawab Yuni dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau begitu bagaimana kamu memilih salah satu saja pekerjaannnya biar ada waktu untuk sekolah, dan bisa bekerja di tempat yang lebih layak daripada kerja di tempat Mami." Usul Rafael memberikan ide yang menurutnya bagus.

Namun Yuni hanya tersenyum tipis seraya berkata.

"Permasalahanku tidak sesimpel itu, aku membutuhkan uang yang cukup banyak makamya aku bekerja siang dan malam seperti ini." Jelas Yuni dengan panjang lebar.

Yuni tak habis pikir dengan pemikiran Rafael yang menurutnya begitu entengnya berbicara.

"Memangnya kamu menopang berapa orang dirumahmu?" Tanya Rafael lagi.

Mendengar pertanyaan Rafael yang terlalu blak-blakam membuat Yuni terhenyak.

"Aku tinggal bersama Ayah, Ibu dan kedua kakakku." Ucap Yuni singkat dia berpura-pura memegang handphone agar tidak ada pembicaraan lagi antara mereka berdua.

"Oh...." Ucap Rafael singkat, entah apa lagi yang harus dia bicarakan dengan Yuni agar suasana di mobil jadi tidak canggung.

Tak terasa perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit akhirnya mereka telah sampai di rumah Yuni yang sangat sederhana.

Dinding rumah yang masih menggunakan batu bata dan atap yang masih menggunakan genteng murahan serta asalnya terdapat.

Rafael memarkirkan mobilnya di tempat yang tak jauh dari halaman rumah Yuni.

Yuni keluar dari mobil tampak ketakutan, entah apa yang akan Ibunya katakan bila Yuni tiba sekarang. Dia pun mengeluarkan barangnya yang diberi oleh Bu Tari dan menaruhnya di teras rumah.

"Kak, sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Maaf sudah merepotkan, hati-hati dijalan." Ucap Yuni sambil celingkukan ke arah belakang takut Ibunya tiba-tiba muncul dan memarahinya.

"Oh, ya sama-sama. Terima kasih kembali sudah memasakkan makanan untuk teman-temanku." Timpal Rafael sambil tersenyum manis ke arah Yuni.

Yuni yang melihat senyuman dari Rafael sejenak terhipnotis oleh ketampanan Rafael, namun cepat-cepat Yuni kembali sadar karena Rafael adalah anak dari majikannya.

Rafael pun membalikkan badannya dan berjalan ke arah mobilnya dan dia pun masuk ke dalam mobil. Yuni menunggu Rafael sampai pergi dari rumahnya karena jangan ibunya tahu kalau Yuni diantar oleh laki-laki malam hari.

Deru mobil Rafael pun menyala dan dia meninggalkan pekarangan rumah Yuni dengan melambaikan tangan sejenak ke arah Yuni.

Yuni menarik nafas lega, karena akhirnya Rafael tidak tahu kemarahan Ibu Yuni saat nanti Yuni masuk ke dalam rumah.

Membuka pintu rumah dengan pelan Yuni melangkahkan kakinya dengan mengendap-endap karena takut langkahnya akan mermbangunkan seisi rumah apalagi rumah sudah dalam keadaan gelap, namun Yuni dikejutkan dengan lampu ruang tengah yang tiba-tiba menyala. Ibunya berdiri dengan sorot mata tajam melihat ke arahnya.

" Dari mana saja kamu?" bentak Ibu Nina kepada anaknya Yuni dengan berkacak pinggang.

"A-aku habis pulang kerja Bu," jawab Yuni dengan wajah ketakutan melihat ke arah ibunya, kalau begini Yuni tidak akan selamat pikir Yuni dari dalam hati.

"Kamu habis keluyuran paling, jam segini baru pulang!" teriak Bu Nina dengan geram melihat ke arah Yuni. Entah mengapa dia merasa membenci Yuni menurut Bu Nina, Yuni adalah biang sial. Ayahnya kecelakaan sewaktu bekerja adalah kesialan buat Bu Nina dari Yuni karena telah melahirkannya.

"Tidak Bu, Yuni tidak berbohong. Coba tanyakan langsung ke Ibu Tari, justru aku diajak kerja paruh waktu di rumahnya untuk mencari tambahan." Jelas Yuni sambil penuh kesabaran menjelaskan ke Ibunya yang berdiri ddi depannya seperti ingin memakannya hidup-hidup.

"Ya sudah, mana beras yang Ibu minta. Terus ini kita belum makan, cepat masak nasi." Titah Bu Nina dengan tidak punya perasaan kepada Yuni, padahal Yuni sudah merasa lelah bekerja seharian.

"Padahal disini banyak orang, Kak Radit dan Kak Gino ngapaen saja seharian di rumah? Apakah tidak ada yang bisa mereka kerjakan." Ucap Yuni di dalam hati, dia tidak berani berkata langsung seperti itu karena pasti Ibunya membela mereka berdua dengan jawaban "kamu ini wanita satu-satunya harusnya melayani Orangtua dan kedua kakakmu!" itulah selalu kata-kata yang diucapkan oleh Orangtuanya terutama Sang Ibu.

Yuni hanya menghembuskan nafas kasar saat melihat lantai yang kotor dan cucian piring yang bertumpuk di tempat cucian. Urusan mencari uang dia yang harus mencari bahkan urusan pekerjaan rumah juga Yuni yang mengerjakan semuanya.

Yuni segera menyelesaikan pekerjaan mencuci serta menyapu lantai rumah. Lalu Yuni menanak nasi untuk anggota keluarganya. Setelah nasinya matang Yuni segera memanggil Ayahnya untuk makan, karena Sang Ibu sedang duduk manis di meja makan dengan memainkan gawainya.

"Kamu gila ya, Yun. Kedua kakak kamu kenapa kamu tidak panggil mereka juga ingin makan." Teriak Bu NIna menyuruh untuk memanggil kedua kakaknya.

Dengan langkah malas Yuni pun memanggil mereka berdua dan dengan lahapnya mereka makan tanpa menyisakan satu apapun kecuali piring kosong. Yuni pun segera mengambil untuk bersiap untuk makan namun betapa kagetnya apa yang dilihat di depannya. Semua lauk yang Yuni bawa telah habis tak bersisa.

Yuni pun terduduk lemas di lantai seraya menahan tangis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status