Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara Yuni dan Rafael. Rafael yang duduk di kursi kemudi terlalu fokus dengan kemudinya, sedangkan Yuni yang sedang duduk di sampingnya merasa gugup, awalnya Yuni menolak untuk duduk di samping Rafael namun Ibu Tari memaksa seraya bilang Rafael bukan supir Yuni jadi dia menyuruh untuk duduk berdampingan.
"Emm.. Usia kamu berapa?" tanya Rafael tiba-tiba membuat Yuni merasa kaget."A-aku 16 tahun Kak." Jawab Yuni dengan menunduk, dia memanggil Rafael dengan sebutan "Kak" karena bingung panggilan apa yang harus diucapkannya."Ternyata kamu masih muda sekali ya, tetapi kenapa kamu memilih bekerja.?" Tanya Rafael lagi sebenarnya penasaran dengan hidup Yuni yanh begitu miris.Yuni langsung menunduk dengan pertanyaan Rafel, sungguh sudah banyak ribuan bahkan jutaan kali orang yang heran dengan dia kenapa memilih bekerja daripada melanjutkan Sekolah alasannya yaitu karena ekonomi.Yuni menghela nafas kasar dan mulai mengatur kata-kata untuk menjawab pertanyaan dari Rafael."Diusia saya yang masih muda memang seharusnya berada di Sekolah, tetapi melihat keadaan Orangtua yang pas-pasan secara ekonomi maka saya memutuskan keluar dari Sekolah untuk berkerja." Jawab Yuni dengan memandang jalanan yang mulai sepi lewat jendela mobil Rafael."Apa kamu masih ingin meneruskan sekolah atau bekerja,!" Timpal Rafael sambil melirik Yuni dari samping."Sebenarnya aku ingin Sekolah tetapi siapa yang akan mencari makan untuk kedua Orangtuaku." Lirih Yuni dengan mata yang sudah berembun.Rafael tidak berani bertanya lagi, dia sudah cukup paham dengan kondisi keluarga Yuni.Ingin rasanya dia membantu Yuni, namun Maminya tentu saja akan merasa curiga.Tetapi jiwa kemanusiaan Rafael membuncah begitu saja."Kalau kamu sekolah lagi dan ikut kelas karyawan bagaimana?" tanya Rafael dengan hati-hati takut Yuni akan kembali tersinggung dengan pertanyaannya barusan.Yuni langsung tertawa terbahak-bahak, dan langsung saja membuat Rafael terheran. Kenapa Yuni tertawa sampai seperti itu apakah pertanyaan Rafael ini lucu pikirnya."Kak Rafael menyuruhku untuk sekolah, pagi dan sore aku kan kerja di tempat Ibu TariMana ada waktu aku untuk sekolah." Jawab Yuni dengan menggeleng-gelengkan kepalanya."Kalau begitu bagaimana kamu memilih salah satu saja pekerjaannnya biar ada waktu untuk sekolah, dan bisa bekerja di tempat yang lebih layak daripada kerja di tempat Mami." Usul Rafael memberikan ide yang menurutnya bagus.Namun Yuni hanya tersenyum tipis seraya berkata."Permasalahanku tidak sesimpel itu, aku membutuhkan uang yang cukup banyak makamya aku bekerja siang dan malam seperti ini." Jelas Yuni dengan panjang lebar.Yuni tak habis pikir dengan pemikiran Rafael yang menurutnya begitu entengnya berbicara."Memangnya kamu menopang berapa orang dirumahmu?" Tanya Rafael lagi.Mendengar pertanyaan Rafael yang terlalu blak-blakam membuat Yuni terhenyak."Aku tinggal bersama Ayah, Ibu dan kedua kakakku." Ucap Yuni singkat dia berpura-pura memegang handphone agar tidak ada pembicaraan lagi antara mereka berdua."Oh...." Ucap Rafael singkat, entah apa lagi yang harus dia bicarakan dengan Yuni agar suasana di mobil jadi tidak canggung.Tak terasa perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit akhirnya mereka telah sampai di rumah Yuni yang sangat sederhana.Dinding rumah yang masih menggunakan batu bata dan atap yang masih menggunakan genteng murahan serta asalnya terdapat.Rafael memarkirkan mobilnya di tempat yang tak jauh dari halaman rumah Yuni.Yuni keluar dari mobil tampak ketakutan, entah apa yang akan Ibunya katakan bila Yuni tiba sekarang. Dia pun mengeluarkan barangnya yang diberi oleh Bu Tari dan menaruhnya di teras rumah."Kak, sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Maaf sudah merepotkan, hati-hati dijalan." Ucap Yuni sambil celingkukan ke arah belakang takut Ibunya tiba-tiba muncul dan memarahinya."Oh, ya sama-sama. Terima kasih kembali sudah memasakkan makanan untuk teman-temanku." Timpal Rafael sambil tersenyum manis ke arah Yuni.Yuni yang melihat senyuman dari Rafael sejenak terhipnotis oleh ketampanan Rafael, namun cepat-cepat Yuni kembali sadar karena Rafael adalah anak dari majikannya.Rafael pun membalikkan badannya dan berjalan ke arah mobilnya dan dia pun masuk ke dalam mobil. Yuni menunggu Rafael sampai pergi dari rumahnya karena jangan ibunya tahu kalau Yuni diantar oleh laki-laki malam hari.Deru mobil Rafael pun menyala dan dia meninggalkan pekarangan rumah Yuni dengan melambaikan tangan sejenak ke arah Yuni.Yuni menarik nafas lega, karena akhirnya Rafael tidak tahu kemarahan Ibu Yuni saat nanti Yuni masuk ke dalam rumah.Membuka pintu rumah dengan pelan Yuni melangkahkan kakinya dengan mengendap-endap karena takut langkahnya akan mermbangunkan seisi rumah apalagi rumah sudah dalam keadaan gelap, namun Yuni dikejutkan dengan lampu ruang tengah yang tiba-tiba menyala. Ibunya berdiri dengan sorot mata tajam melihat ke arahnya." Dari mana saja kamu?" bentak Ibu Nina kepada anaknya Yuni dengan berkacak pinggang."A-aku habis pulang kerja Bu," jawab Yuni dengan wajah ketakutan melihat ke arah ibunya, kalau begini Yuni tidak akan selamat pikir Yuni dari dalam hati."Kamu habis keluyuran paling, jam segini baru pulang!" teriak Bu Nina dengan geram melihat ke arah Yuni. Entah mengapa dia merasa membenci Yuni menurut Bu Nina, Yuni adalah biang sial. Ayahnya kecelakaan sewaktu bekerja adalah kesialan buat Bu Nina dari Yuni karena telah melahirkannya."Tidak Bu, Yuni tidak berbohong. Coba tanyakan langsung ke Ibu Tari, justru aku diajak kerja paruh waktu di rumahnya untuk mencari tambahan." Jelas Yuni sambil penuh kesabaran menjelaskan ke Ibunya yang berdiri ddi depannya seperti ingin memakannya hidup-hidup."Ya sudah, mana beras yang Ibu minta. Terus ini kita belum makan, cepat masak nasi." Titah Bu Nina dengan tidak punya perasaan kepada Yuni, padahal Yuni sudah merasa lelah bekerja seharian."Padahal disini banyak orang, Kak Radit dan Kak Gino ngapaen saja seharian di rumah? Apakah tidak ada yang bisa mereka kerjakan." Ucap Yuni di dalam hati, dia tidak berani berkata langsung seperti itu karena pasti Ibunya membela mereka berdua dengan jawaban "kamu ini wanita satu-satunya harusnya melayani Orangtua dan kedua kakakmu!" itulah selalu kata-kata yang diucapkan oleh Orangtuanya terutama Sang Ibu.Yuni hanya menghembuskan nafas kasar saat melihat lantai yang kotor dan cucian piring yang bertumpuk di tempat cucian. Urusan mencari uang dia yang harus mencari bahkan urusan pekerjaan rumah juga Yuni yang mengerjakan semuanya.Yuni segera menyelesaikan pekerjaan mencuci serta menyapu lantai rumah. Lalu Yuni menanak nasi untuk anggota keluarganya. Setelah nasinya matang Yuni segera memanggil Ayahnya untuk makan, karena Sang Ibu sedang duduk manis di meja makan dengan memainkan gawainya."Kamu gila ya, Yun. Kedua kakak kamu kenapa kamu tidak panggil mereka juga ingin makan." Teriak Bu NIna menyuruh untuk memanggil kedua kakaknya.Dengan langkah malas Yuni pun memanggil mereka berdua dan dengan lahapnya mereka makan tanpa menyisakan satu apapun kecuali piring kosong. Yuni pun segera mengambil untuk bersiap untuk makan namun betapa kagetnya apa yang dilihat di depannya. Semua lauk yang Yuni bawa telah habis tak bersisa.Yuni pun terduduk lemas di lantai seraya menahan tangis.Melihat Yuni yang menangis sesengukan di lantai Sang Ayah duduk menghampiri."Kamu kenapa Nak? jangan menangis di lantai, ayo bangun." Titah Pak Doni pada anaknya Yuni yang sedang menangis di lantai.Yuni segera menyeka air matanya dan memeluk sang Ayah, saat ini hanyalah Ayahnya yang mengerti dirinya."Tidak apa-apa Yah. Yuni hanya kecapean saja," ucap Yuni berbohong karena tidak mau menambah pikiran Sang Ayah apalagi barusan Yuni melihat Ayahnya makan dengan lahap dan penuh gembira karena makanan yang Yuni bawa sangat enak dan mewah menurut Ayahnya."Ya sudah kamu sekarang istrirahat, biarkan Ayah saja yang membersihkan sisa makannya." Ucap Pak Doni penuh pengertian pada Yuni, dia sebenarnya merasa iba dengan Yuni di usia yang sangat muda harus membanting tulang demi mencukupi keluarga."T-tapi, Pak" ucapku ragu, takut kalau Ayah yang melakukannya beliau akan kelelahan."Sudahlah Nak, jangan risaukan Ayahmu. Ayah sudah sehat dan kuat," jawab Ayah Yuni sambil memperlihatkan otot tubu
Melihat tasnya yang berserakan di lantai membuat Yuni lemas tak berdaya, dia tak menyangka uang yang selama ini dia kumpulkan raib tak bersisa karena diambil paksa oleh Ibunya."Nak, kamu sebaiknya istirahat tidak usah menyesali yang sudah terjadi." Ucap Sang Ayah menenangkan hati Yuni yang sedih."Ayah, maafkan Yuni tidak bisa membawa berobat Ayah. Uang itu untuk biaya berobat Ayah yang selama ini Yuni kumpulkan." Timpal Yuni kembali terisak karena dia merasa menyesali dirinya yang begitu bodoh tidak menyimpan uangnya dengan baik hingga bisa diketahui oleh Ibunya."Tidak usah bersedih lagi, Ayah tidak apa-apa. Berobat bisa kapan saja, yang terpenting kamu selalu sehat buat Ayah." Ujar Sang Ayah yang sebenarnya menaruh amarah pada istrinya yang selalu pilih kasih pada Yuni. Dia selalu memeras tenaga Yuni untuk mendapatkan uang, sedangkan kedua kakaknya dibiarkan malas-malasan dirumah.Yuni mengangguk menuruti keinginan Ayahnya untuk beristirahat. Selepas kepergian Pak Doni dari kamar
Yuni berangkat kerja pagi ini dengan hati yang sedih dia tidak bernafsu untuk makan pagi kali ini."Yun, kamu makan yang banyak. Apalagi kamu kerja di dua tempat pasti lelah." Ujar Sang Ayah yan sedang mengunyah makan dengan lahap di atas meja makan.Sementara Ibu Nina sedang berada di kamar bersama kedua anaknya."Iya Pak, Yuni cuma belum nafsu makan mungkin nanti makannya pas ada ditoko." Jawab Yuni dengan wajah menunduk ke arah makanan nya.Pak Doni tidak melanjutkan untuk menyuruh Yuni untuk makan, dia tahu Yuni sedang bersedih jadi dia memilih untuk diam.Tak lama kemudian Gio keluar dari kamar Ibunya dengan wajah yang masam."Gio, kamu kenapa mukanya kaya ditekuk begitu?" Tanya Pak Doni pada Gio yang sedang melangkah ke kamarnya untuk kembali tertidur. Gio tidak menjawab pertanyaan dari Bapaknya, dia hanya melirik sekilas dan kembali melangkah ke depan.Pak Doni hanya menggelengkan wajahnya melihat tingkah Gio dan Radit yang begitu manja dan malas bekerja. Mereka mewarisi sikap
Yuni langsung tersadar kala pria itu menepuk bahu Yuni pelan."Ehhh..." teriak Yuni terperanjat tidak siap karena pria itu membuatnya kaget."Kamu tidak apa-apa? kalau ada yang sakit saya akan bawa kamu ke Rumah sakit?" tanya pria itu ingin mengobati Yuni jikalau dia ada luka saat jatuh tadi."Tidak usah, saya baik-baik saja. Maaf ya Tuan saya terburu-buru hingga tidak melihat ada orang di depan saya." Jawab Yuni seraya menunduk karena dia merasa bersalah.Pria itu menatap tajam ke arah Yuni, tersungging senyum yang hanya pria itu yang tahu."Tuan Andrew... Apakah anda tidak apa-apa?" Tiba-tiba saja seseorang pria yang juga memakai jas datang memeriksa pria yang ternyata bernama Andrew."Saya tidak apa-apa, hanya nona ini terlihat terluka." Tunjuk Andrew yang melihat Yuni berdiri dengan luka lecet di tangannya.Yuni yang sadar dirinya diperhatikan, langsung tidak enak karena dirinya yang bersalah."Maaf Tuan, saya tidak apa-apa. Justru saya yang merasa bersalah." Ucap Yuni yang mengig
"Mereka semalam pergi ke Rumah sakit Neng. Gak tau Ibu siapa yang sakit." Jawab Ibu itu yang sontak membuat Yuni merasa kaget.Yuni nampak kaget mendengar penuturan Ibu itu, dia tidak menyangka sakit yang diderita Erin serius hingga harus dilarikan ke Rumah Sakit."Kalau begitu terima kasih ya Bu infonya, maaf membuat Ibu terganggu karena saya memanggil nama Erin berulang kali." Ucap Yuni menundukkan kepalanya dengan hormat dan bersalaman dengan Ibu itu."Sama-sama Neng, tidak apa-apa." Jawab Ibu itu seraya tersenyum dan membalas jabat tangan Yuni.Yuni lalu beranjak meninggalkan rumah Yuni dengan langkah yang gontai, sahabat yang sangat baik itu sedang sakit yang cukup serius dan Yuni tidak tahu entah penyakit apa yang dideritanya.Dia mencoba beberapa kali menelepon Erin namun teleponnya tidak aktif, Yuni pun melangkah ke Tokonya kembali tanpa mendapatkan informasi apapun dan hanya mendapat berita Erin dilarikan di Rumah Sakit.Sesampainya di Toko, Yuni kembali bekerja dan Siska men
Yuni melangkahkan kakinya menuju rumah saat dia kembali dari Rumah Bu Tari untuk bekerja. Dia merasa kesepian karena tidak mendapatkan sahabatnya sedang terbaring sakit di Rumah Sakit. Bahkan Yuni ditempat kerja dia sempat bertengkar dengan Siska."Huft... Aku bosan sekali hari ini, aku tidak ingin pulang cepat rasanya." Ujar Yuni berkata di dalam hatinya.Yuni pun duduk di bangku taman sambil minum es teh yang telah dibelinya. Dia ingin menghilangkan penatnya pekerjaan dan masalah di rumahnya.Dia termenung di bawah pohon yang dibawahnya terdapat kursi yang dibuat dari semen dan beton. Dia memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dan orang yang sedang berkunjung di taman malam ini.Ditemani cahaya rembulan yang sangat sinarnya sangat terang malam ini, Yuni melihat ada seorang anak kecil berlarian bersama kedua Orangtuanya. Hati Yuni merasa sedih karena dia tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh Ibu dan Kakaknya biarpun Yuni selalu banting tulang untuk mereka.Anak kecil itu beg
Yuni segera membersihkan dirinya saatnya dirinya telah sampai dirumah, suasana rumah tampak lenggang. Ayahnya sudah tertidur dan kedua kakaknya sedang berada di kamar, mereka tengah bermain game melalui gawainya.Yuni mencari-cari keberadaan Sang Ibu yang tidak berada dikamarnya, kemana Ibunya pergi Yuni tidak mengetahuinya.Ada terbesit rasa khawatir apalagi jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam namun tidak ada tanda-tanda Ibunya akan pulang."Kemana sebenarnya perginya Ibu." Ucap Yuni didalam hatinya, meskipun Ibunya tidak pernah berkata lembut padanya tetapi tetap saja Yuni menyayangi Ibunya melebihi apapun juga.Yuni beranjak dari kamar menuju ruang tamu untuk melihat apakah Ibunya sudah datang atau belum."Nak, kamu sedang apa disitu?" tanya seseorang yang ternyata Pak Doni, ayah Yuni itu tampak heran dengan tingkah Yuni yang tidak langsung tidur dikamarnya namun duduk di ruang tamu. Apa yang sedang dikerjakan oleh Yuni, Ayahnya begitu penasaran."Eee... Ini Yah, aku lagi men
Setelah kejadian semalam, yang Yuni tengah memergoki Ibunya diantar pulang dengan Pria lain. Yuni dan Ibunya tidak saling menyapa, bahkan cenderung perang dingin.Ibunya mengancam akan meninggalkan rumah jika Yuni memberitahukannya pada Ayahnya. Dan Yuni juga tidak bermaksud untuk mengatakan pada Ayahnya karena khawatir Ayahnya akan jatuh sakit dan kepikiran, jadinya Yuni menyimpan rahasianya sendiri.Pagi ini Yuni tengah mempersiapkan sarapan untuk Ayahnya, biasanya dia akan membuatkannya untuk Ibunya juga. Namun karena melihat Ibunya berselingkuh Yuni tidak mau membuatkan Ibunya sarapan."Punya Ibu kok tidak ada," ucap Bu Nina berkata pada Yuni.Yuni yang mendengar Ibunya berkata padanya hanya melengos pergi. Dia sama sekali muak untuk berbicara pada Orang yang telah melahirkannya itu.Yuni menghampiri kamar Ayahnya untuk membangunkannya dan menyuruhnya untuk sarapan. Dia mengetuk pintu kamar Ayahnya berulang kali namun tidak ada sahutan dari dalam. Yuni merasa khawatir dan membuka