Author’s POV
Naomi memutuskan untuk tidak ikut bermain di truth or dare yang sekarang ini sedang dimainkan. Mereka menggunakan botol untuk mereka putar, yang nantinya botol tersebut akan menunjuk orang yang akan menjadi korban truth or dare. Dengan semangat, pria berkulit sawo matang itu ---- Bagas, memutar botol kaca itu dan semua mata tertuju kepada siapa yang akan ditunjuk botol tersebut,
Dan ketika putaran botol itu melambat, akhirnya orang pertama yang menjadi korban truth or dare adalah Wulan. Wulan terlihat takut jika ia harus disuruh untuk melakukan hal yang konyol. Maka dari itu, ia memilih truth. Dan karena Bagas yang memutar botolnya, Bagaslah yang akan menentukan pertanyaan yang harus di jawab olehnya,
“Diantara semua lelaki yang ada disini, kalau bisa memilih, siapa yang akan kau pilih sebagai pacarmu?” tanya Bagas dengan seru. Wulan melihat sekelilingnya, terdapat Randy, Bagas dan Adrian. Tanpa berpikir panjang, i
Author’s POVHari ini adalah hari Sabtu, saatnya untuk weekend. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang. Setelah seminggu bertemu hanya saat antar-jemput, kali ini adalah kali pertama kali keduanya berkencan bersama. Adrian sudah mantap dengan baju polonya dan jeans yang menambah kesan santai untuknya. Sementara Naomi, ia memilih memakai bomber dengan tank top hitam di dalamnya, beserta dengan celana jeans hitam yang terpadu sempurna oleh warna tank topnya.Gadis itu tidak terbiasa memakai dress. Bahkan ia sempat bertanya kepada Adrian, apakah boleh jika dirinya hanya memakai pakaian casual saat mereka bersama. Adrian menjawab jika ia tidak mempermasalahkan pakaian apapun yang dikenakan gadis itu karena ia yakin pakaian apapun yang gadis itu pakai, hal itu tidak akan melunturkan kecantikannya.Naomi keluar dari rumahnya ketika ia Adrian menghubunginya jika ia sudah berada di depan rumah gadis itu. Kali ini mereka pergi ke Seaworld Ancol. Gad
Author’s POV“Oh iya, aku selalu lupa menanyakan ini kepadamu,” ujar pria itu sebelum dia menyeruput jus mangganya,“Apa itu?”“Bagaimana dengan Bunga? Apa dia sering nge spam dirimu?” tanya pria itu sebelum dia menyelesaikan makanannya. Naomi mengingat-ingat masa dimana Bunga untuk pertama kalinya mengirim pesan kepadanya beberapa hari yang lalu. Keduanya semakin dekat karena hampir setiap malam mereka saling mengobrol.“Aku baik-baik saja kok dengan dia. Dia juga enggak nge spam aku… mungkin karena aku langsung menjawab pesannya makanya dia ngga nge spam aku,”“Mungkin kamu benar… aku selalu sibuk dengan pekerjaanku hingga aku sendiri tidak menghiraukan pesannya,” Mendengar itu, gadis itu mengibaskan tangannya,“Hei! Gak boleh seperti itu! Selagi bisa dihubungi, layani saja Bunga itu…”“Tapi kan di rumah juga aku
Naomi’s POV2 bulan kemudian… Aku terlambat! Alarm ku tidak hidup. Jika saja Adrian tidak meneleponku, sudah pasti aku akan terus menerus tidur di ranjangku. Tanpa banyak persiapan, aku berjalan dengan cepat mengambil benda-benda penting saja sebelum akhirnya aku melangkah ke luar menemui Adrian yang sudah menungguku di mobilnya.“Maaf, aku telat” ujarku sembari menutup pintu mobil pria itu. Pria bermata cokelat itu memakluminya tanpa memintaku menjelaskan semuanya dengan rinci.Tidak terasa sudah dua bulan aku bekerja di perusahaan ini. Dan dalam dua bulan ini, banyak hal yang terjadi, seperti penagih hutang kepala plontos itu tidak lagi mendatangi kami. Dalam minggu itu aku menunggu-nunggu kedatangannya bersama dengan ayahku, bahkan hingga sekarang mereka belum muncul juga. Jadinya uang-uang yang sudah terkumpulkan itu kami gunakan untuk membayar cicilan hutang kami lainnya.Aku senang m
Author’s POVTing!Lift pun terbuka, dan beberapa orang termasuk aku dan Alex. Entah mengapa ia berada di belakangku lagi. Dan karena lift ini sempit, aku terpaksa memundurkan tubuhku hingga mentok ke dada pria itu. Jantungku berdebar dengan kencang dan secara tidak sengaja aku bisa merasakan jantungnya yang berdebar-debar begitu kencang juga.Aku menelan ludahku, posisi macam apa ini?Duh! Segeralah lift itu terbuka deh!Dan tidak lama kemudian lift di lantai kami terbuka. Aku buru-buru melenggang berjalan ke kantorku supaya aku tidak melihat Alex lagi. Setelah masuk ke dalam ruangan, aku meletakkan tas ku ke mejaku. Hingga sekarang, jantungku tetap saja berdegub kencang, memikirkan pertemuan kami yang tidak berarti itu.****Aku meregangkan tubuhku yang sudah lelah seharian karena mengejar deadline. Bagiku, bekerja di kantor saja tidak akan cukup untukku menyelesaikannya dengan cepat. Aku terpaksa ‘memba
Alex’s POVSelama dua bulan ini, aku terus mengerjakan pekerjaanku dengan gila. Aku tidak menyangka akan berakhir menjadi seorang yang workaholic hanya karena ingin melupakan seseoorang yang selalu aku cintai. Selama ini, aku tidak menerima kabar apapun darinya dan setiap hari aku hanya memandang kosong pesan terakhir yang aku terima darinya.Dan setiap harinya aku hanya bisa menatap lirih foto masa-masa kebersamaan kami dahulu. Aku memang sudah menetapkan diriku untuk menyerah namun tidak untuk hatiku. Pikiran dan hatiku terus berbentrokkan dan ini menyiksaku.Setiap kali aku melihatnya, ia tampak semakin cantik dan semakin cerah. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Adrian? Ah entahlah… aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap kepadanya jika ia berada di sekitarku. Setiap hari aku melihatnya, aku selalu merasa berdebar-debar. Hanya dia yang bisa membuatku merasa seperti remaja ABG labil yang baru saja jatuh cinta.
Author’s POV“Kau terlihat sungguh berantakan…” ujar Darius ketika ia melihatku sedari tadi terus memeriksa berkas-berkas yang ada di depanku. Mendengar Darius berkata demikian, tanpa ku sadari aku mengangkat kepalaku dan menatap lurus ke Darius yang masih berdiri di hadapanku,“Benarkah?” tanyaku sekedar hanya basa basi kepadanya.Darius mengangguk,”Apakah ada sesuatu yang terjadi?” tanya Darius---sekretarisku yang sudah kuanggap sebagai teman bagiku. Aku berpikir keras, apakah aku perlu menceritakan apa yang terjadi kepadanya atau tidak. Sejujurnya aku memang tidak memiliki tempat untuk curhat karena aku selalu menyembunyikannya dan menyimpan masalahku untukku sendiri.Kali ini, aku memutuskan untuk mengikuti kata hatiku yang terus memanggilku untuk menceritakan hal ini kepada Darius.Baiklah... akan aku coba ceritakan kepadanya. Namun, ketika aku mulai berpikir untuk berkata
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya, terlihat olehnya sebuah gubuk yang sepertinya terletak di hutan. Mulut gadis itu disumpel, begitu juga dengan tangan dan kakinya yang diikat di ranjang. Ia menatap takut sebilah pisau kecil yang sedang dipegang oleh Adit. Air mata ketakutan terus gadis itu alirkan dari matanya. Ia tidak tahu apa yang bisa ia lakukan di tengah situasi seperti ini,Tidak ada yang bisa menyelamatkannya jika ia berada di hutan seperti ini. Namun dengan keadaannya yang sekarang, lepas dari ikatan ini saja sudah cukup untuknya. Tanpa ia duga, Adit bergerak untuk membuka sumpelan mulut gadis itu, membuat gadis itu langsung berkata-kata kepadanya, memohon untuk melepaskan dirinya,“Kumohon, jangan lakukan ini...” ujar gadis itu dengan takut. Perkataan itu tidak berefek apapun kepada pria itu karena ia sudah hilang akalnya.“Aku tidak bisa... aku harus melakukannya denganmu,” ujarnya sembari m
Author’s POVAlex membawa Naomi ke rumahnya. Tidak lupa, ia memberikan gadis itu pakaiannya yang tentunya kebesaran untuk tubuh gadis itu yang mungil. Tidak hanya itu aja, dia juga mengobati luka gadis itu dan memberikan plester untuk menutupi tulang pipinya yang sedikit membiru. Sementara Alex mengerjakan itu, gadis itu masih menatap kosong sekitarnya.Gadis itu menolak untuk pulang ke rumahnya karena ia tidak siap mental untuk menemui sang ayah. Ia juga tidak ingin menghubungi Adrian dan memilih untuk tetap bersama dengan Alex karena ia tidak ingin sesiapapun tahu kondisinya saat ini selain Alex, pria yang sudah menyelamatkannya.Jika saja Alex tidak membantunya, ia tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya. Sekarang situasi berbalik, kali ini, gadis itu yang berhutang nyawa kepada pria yang dahulunya pernah menghancurkan hidupnya itu. Mata gadis itu kosong, seakan tidak ada kehidupan apapun yang ada dibalik mata inda