~Engkau boleh menganggapku tak punya perasaan. Tapi, asal kau tau, aku meninggalkanmu dengan penuh perasaan~
***
Jleppp !Arman sungguh gila. Ia nekad menusuk kedua mata Robet agar dia bisa jatuh ke danau. Kini Arman dan Irma sudah tak bisa diselamatkan. Mereka meninggal dalam keadaan hanyut terbawa arus danau.
Robet terjatuh mengerang kesakitan. Darah terus mengucur dari kedua matanya. Tim penyidik bergegas membawanya ke mobil. Secepat mungkin kapten Richard mengendarai mobilnya ke rumah sakit. Tim penyidik juga sesekali mengusap darahnya dengan kapas. Ia terus mengerang kesakitan sampai-sampai meremas tangan mereka.
"Robet, bersabarlah. Sebentar lagi kita sampai. Kau pasti kuat," kata kapten Richard menenangkan.
Salah satu dari mereka juga
~Mengapa masih saja ada sisa rasa ketika rindu terbelenggu oleh kehadiranmu~ *** Ning Fiyyah dan Robet menggerakkan jarinya. Imaz yang baru datang ke ruang ICU, dikejutkan keterharuan Ning Dija karena akhirnya Ning Fiyyah bisa menggerakkan jarinya. Ia pun segera menekan tombol alarm guna memberitau perawat. Dalam beberapa menit kemudian, dokter datang. Ia segera memeriksa jantungnya."Bagaimana dok keadaannya sekarang?" Tanya Ning Dija tidak sabaran."Keadaannya sedikit demi sedikit mulai stabil," ungkap dokter sembari melepaskan alat stetoskopnya. "Tunggu dia sampai bisa membuka matanya.""Iya dok.""Nanti, kalau sudah siuman, kasih makan. Jangan lupa obatnya dirutinkan.""Baik, dok."
~Jika berpisah adalah cara terbaik Allah untuk menjaga kesetiaan, maka pertemukanlah kami dengan misi melibatkan Allah dalam segala apapun~ ***Orang itu menjatuhkan bawaan belanjanya ketika ada polisi di depan matanya. Ia kaget dan sudah menduga kalau polisi akan datang menghampirinya."Ada keperluan apa pak polisi?" Pekik Ayah Arman."Maaf pak mengganggu waktunya. Kedatangan kami disini mau menanyakan beberapa hal terkait masalah Arman." Kapten Richard menjelaskan maksudnya."Maaf pak. Saya sudah tidak ada urusan dengannya." Ayah Arman menolak mentah-mentah."Masalahnya pak, Arman sekarang sedang koma. Dia butuh dampingan agar bisa sadar. Karena dia, mantan polisi, pak Robet matanya terluka."
~Dicintai adalah anugerah. Mencintai adalah keikhlasan. Level tertinggi cinta adalah ikhlas melepaskan demi kebahagiaannya. Maka, bimbinglah aku untuk melupakannya~ ***Jantung Arman dan Irma berdetak normal. Mereka menggerakkan jari jemarinya. Pihak polisi yang sehari semalam menjaga mereka, mendengar detak jantung kembali normal, segera melapor ke dokter. Mereka masuk ke kamar membunyikan alarm. Sejurus kemudian, dokter datang dan segera memeriksanya lebih lanjut. Pihak polisi menunggunya di depan.Usai salat tahajud, Imaz merapikan mukenahnya. Keluar dari mushola rumah sakit sejahtera, ia sengaja menengok keadaan Robet dari balik jendela. Ia nampak tertidur pulas. Melihatnya dari jauh seperti ini, ia sudah lega apalagi keadaannya yang baik-baik saja. Cukup menengo
~Kemarin aku sudah belajar mencintaimu. Sekarang, aku mulai belajar melupakanmu dan akan terbiasa tanpamu~***"Semoga berhasil," ucap Robet kemudian."Semoga saja. Kalau begitu, sebagian hotel yang kau berikan, aku kembalikan padamu."Robet terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "kenapa tidak kau terima?""Itu caraku agar bisa melupakanmu."Robet tercengang mendengar perkataannya."Semoga saja aku bisa terbiasa tanpamu."Hati Robet bergetar. Setiap perkataan yang terlontar dari mulutnya entah dia mengutip darimana, ia merasa bulu kuduknya merinding. Ia tak bisa menafikan perasaan itu. Diam membisu membuat Imaz menatap terus wajahnya yang dipenuhi perban. Mungkin, ia sudah tak sudi mendengarkan ucapannya. Maka, tanpa pamit ia pergi meninggalkannya. Jika datang tanpa menyapa, apakah pergi juga tanpa pami
~Detik perpisahan di ujung pelupuk mata. Hati bergetar mendengar ketukan palu tanda bahwa kita sudah tidak ada lagi hubungan melainkan hanya seorang teman~ *** "Keputusanku bulat bu. Aku lebih memilih cerai nikah siri." Robet menjawab tak ada toleransi lagi."Baiklah, jika itu menurutmu keputusan yang baik." Ibunya hanya bisa pasrah.Di sudut ruang ICU, Arman menatap langit-langit rumah sakit. Terpekur sendirian melawan musuh hatinya. Hati bisa damai ketika menatap lekat wajah Irma, kekasih hatinya. Ia masih tidak sadarkan diri. Ia tau, cara mencintainya salah. Tapi, perlu ia ketahui, ia rela menolak seribu wanita demi satu wanita dengan seribu cara.Knop pintu berbunyi, terdengar langkah kaki seseorang tengah membukakan pintu. Perl
~Jika bertemu untuk berpisah, maka pertemuan itu hanyalah masa lalu. Namun, jika berpisah untuk bertemu, apakah itu takdir? Jika tidak kedua-duanya, apa yang bisa diharapkan?~***Melihat mereka terus adu mulut padahal punya tujuan sama, pihak pengadilan agama berpikir kalau memang perceraian adalah jalan yang tepat untuk mereka."Sudahi pertengkaran kalian, lanjutkan kehidupan kalian masing-masing dengan yang baru." Pihak pengadilan agama melerai mereka. Mereka langsung diam.Keheningan tercipta. Pihak pengadilan agama menyerahkan surat keterangan sudah nikah siri juga pernyataan cerai nikah siri."Mohon tanda tangan."Imaz mengambil pena di sebelahnya. Menyetujui surat tersebut. Berikutnya, Robet yang menanda tangani. Ayah Robet menuntunnya. Tanda tangan yang tercantum di atas kertas dan dibubuhi materai menjadi sejarah mereka berp
~Mendekatimu, jantungku berdegup tak menentu. Menjauhimu, jantungku berdegup menentu. Tentu atau tidaknya, degupanku padamu tetap sama~***Robet menggedor pintu berkali-kali seraya terus berteriak memanggil namanya."Untuk apa Gus Robet kesini? Bukankah dia tidak mencintaiku?" Gumam Imaz tercengang.Mendengar teriakan dan gedoran dari Robet, juru kunci ruang sidang yang tadinya bersantai di belakang, merasa terganggu. Ia pun menghampiri ke arah mana suara itu berasal."Ada perlu apa pak, buk?" Tanya juru kunci yang sudah ada di hadapannya."Pak, ada wanita yang berteriak minta tolong di dalam." Robet berujar panik. Juru kunci itu mengamati wajah Robet yang kedua matanya dibalut perban dan ditutupi kaca mata hitam. Kelihatan panik tapi kedua orang tuanya biasa-biasa saja."Sungguh?""Iya, pak. Coba d
~Ku berlari, kau terdiam. Ku menangis, kau tersenyum. Ku berduka, kau bahagia. Ku pergi, kau kembali. Ku meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi. Memang itulah kehidupan hitamku yang kini membisu~ ***Pasukan kapten Richard ikut membelah jalan. Mereka melihat ktp yang ia pegang. Dengan lamat-lamat, mereka pun ikut kaget kalau ktp itu ternyata milik Imaz. Ia juga mengecek denyut nadi gadis itu, sudah tak bisa diselamatkan lagi."Jadi, Imaz yang mengalami kecelakaan?" Seloroh Rasya yang langsung menebak.Kapten Richard masih tak percaya. Maka, ia segera menelpon ambulan. Mengabarkan jika ada kecelakaan di persimpangan jalan. Tidak sampai beberapa jam, ambulan datang. Petugas berbondong-bondong menggotong seorang gadis yang wajahnya sudah tak bisa dikenali lagi, penuh dengan d