Share

10. Pelukan hangat

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-07-13 16:53:52

"A-ampuni kami Tuan! Soal luka itu ... kejadiannya sudah lamaaaa sekali! Sekarang kami sudah tidak melukainya lagi!"

Sara membeliak. Tangannya gemetar, dadanya dipenuhi gejolak amarah. Bohong! Mereka pikir, kebohongan mereka akan menyelamatkan diri mereka?

Sara mengangkat wajah, menatap Vincent yang menyorot tajam Paman dan Bibi. Pandangan mereka kemudian bertemu. Sara menggeleng.

"Itu nggak benar. Aku masih sempat dipukul seminggu sebelum menikah." Sara menyahut dengan suara yang bergetar.

Demi mendukung sandiwara, dia membenamkan kembali wajahnya ke pelukan Vincent. Berharap Paman dan Bibi menyadari bahwa Sara kini punya seseorang yang akan berdiri di sisinya. Ditahannya rasa canggung dan debaran heboh yang sejak tadi membuatnya tak nyaman.

Vincent mengusap kepala Sara, pelan dan lembut.

"Benar begitu, Paman?" Suara bariton milik Vincent terdengar dingin menusuk.

Di sisi lain, Sara termenung, merasakan hangat sentuhan jemari Vincent di sela rambutnya. Walau hanya sandiwara belaka, ternyata usapan di kepala itu ... rasanya sebegini candu. Mendadak, dia merasa seperti anak kucing yang haus belaian.

"I-itu ... bagaimana ya?" Bibi tergagap.

"Amethys Laundry, bisnis milik Paman dan Bibi. Benar?" Sahut Vincent dengan nada sinis.

Mendengar itu, Sara membelalak. Dia tidak pernah ceritakan soal bisnis Paman pada Vincent. Vincent menyelidikinya sendiri? Untuk apa?

"Saya bisa melumpuhkan Amethys Laundry semudah jentikan jari." Vincent menatap Paman dan Bibi dengan tatapan setajam ujung belati, lalu melajutkan, "Perlu bukti?"

Sara melepas pelukannya, tangannya sedikit gemetar.

Sejujurnya, Sara masih merasa asing dengan ancaman-ancaman Vincent yang terlampau mencekam. Dia ini ... hanya membual demi menakuti Paman atau benar-benar serius mampu melakukan itu semua?

Sara menatap Paman dan Bibi. Mereka mendelik penuh ketakutan. Melihat Paman dan Bibi yang biasanya ganas, seketika menciut di depan Vincent, tampaknya sosok Vincent memang seluar biasa itu.

"Jangan! Jangan lakukan itu! Kami akan lakukan apa pun asalkan—"

"Kartu milik Sara, sisa uang di rekeningnya. Kembalikan semua sekarang."

"Ta-tapi ...."

Vincent memiringkan kepala, sebelah alisnya naik. Ekspresinya datar, namun aura intimidatifnya ... ternyata telah membekukan situasi di sekitar. Sara baru saja tersadar bahwa mereka telah jadi tontonan.

Paman dan Bibi akhirnya meletakkan kantong belanja mereka. Sebuah kartu dikeluarkan Bibi dari dalam dompet miliknya. Sara mengambilnya, seketika merasa lega.

"Kita pergi sekarang." Vincent menggenggam tangan Sara.

Detik itu, sambil berjalan di sisi Vincent, diam-diam Sara mengembangkan senyum. Lega, puas, hangat, rasanya menyatu di dada.

Tak jauh dari sana, Sara meminta izin pada Vincent pergi ke toilet untuk memperbaiki riasan. Saat akan kembali, dia malah tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Vincent dan Eric.

"Apa Tuan yakin akan menjadikan Nona Sara asisten pribadi?"

"Nggak ada cara lain." Vincent terlihat menghela napas berat. "Dia ceroboh, impulsif, lancang, kekanakan." Vincent mendengus sekilas lalu menggeleng dengan raut tak suka, "Saya nggak bisa biarkan dia keliaran sendiri. Reputasi saya jadi taruhan."

"Tapi ... nanti Nyonya pasti akan marah, Tuan."

"Saya yang urus."

Sara mengepalkan tangan. Dia berdiri di balik dinding.

Jadi ... di mata Vincent, dia hanya sosok memusingkan yang perlu diawasi?

Baik.

Lihatlah Vincent. Kamu yang akan menyesal sudah menilai rendah Sara Anastasia! Terimalah godaan Sara yang akan membuatmu menggelepar seperti ikan kehabisan oksigen!

Bersiaplah sembuh dari kelainan anehmu dalam hitungan hari Vincent!

Awas saja! Kalau sampai dia tergoda, sembuh dan memohon-mohon Sara memberikan tubuhnya, Sara akan melemparkan heels lima sentinya ke wajah pria angkuh itu!

Dan Sara, akan melenggang dengan anggunnya keluar dari rumah, menghampiri Papa yang akan dibebaskan dari penjara.

Adalah kesempatan yang bagus dia dipekerjakan sebagai asisten pribadi. Dia jadi punya banyak peluang untuk melancarkan aksinya. Sara tidak akan melewatkan kesempatan ini sia-sia.

*

Pukul lima sore ketika mobil yang dikendarai supir pribadi Vincent mendarat di depan teras mansion milik Vincent.

"Kamu nggak makan malam di rumah?" Tanya Sara yang bersiap turun dari mobil.

"Nggak bisa. Dinner meeting dengan klien." Vincent menjawab tenang sambil memainkan tablet, tanpa menatap Sara.

Mode 'es batu' Vincent sudah kembali. Padahal baru beberapa saat lalu pria ini mengelus rambut Sara begitu hangatnya. Rasanya masih sulit dipercaya kalau mereka adalah orang yang sama.

Sara mengangkat bahu, lalu melangkah turun dari mobil. Beberapa pelayan dengan sigap membawakan tas belanja Sara dari dalam bagasi, mengantarnya ke kamar Sara sesuai instruksinya.

Setelah membiarkan sedan mewah itu menghilang di balik pagar raksasa, Sara masuk ke dalam. Di ruang tamu yang megah itu, dia menatap langit-langit yang tinggi.

Lampu gantung yang beberapa hari lalu menjadi petaka, rupanya sudah diganti. Kali ini lebih sederhana. Materialnya pun sudah bukan lagi kaca. Melainkan baja yang dibentuk artistik melengkung menyerupai spiral.

Sara menatap dinding bagian tengah ruangan. Sebuah pigura besar terpajang di sana—dan Sara, baru menyadarinya sekarang.

Itu foto pernikahan Vincent dengan Deana.

Sara berdiri di depan pigura besar itu, sambil dalam hati menaruh rasa iri. Bukan cemburu karena menginginkan posisi Deana. Melainkan, rasa iri karena dicintai sedalam itu oleh seorang pria.

Seandainya Sara sanggup bertanya pada Deana, seperti apa rasanya dicintai sedalam itu—sampai, ketika sudah bercerai pun, foto penuh kenangan ini tetap dipajang seakan Vincent menolak lupa?

"Anu ... Nyonya." Bi Laila datang mendekat, "jangan dimasukan ke hati. Sebentar lagi, Tuan pasti akan berubah pikiran dan mengganti foto ini dengan foto pernikahannya dengan Nyonya."

Sara menoleh, mengulas senyum tulus. "Terima kasih, Bi. Aku nggak masalah, kok."

Karena ... nantinya pun, Deana akan kembali ke rumah ini. Sara hanyalah pengganti sementara. Menjadi nyonya keluarga konglomerat sama sekali tidak pernah masuk dalam impiannya. Dia hanya ingin kasih sayang yang tulus.

Dan Papa ... adalah satu-satunya orang di dunia ini yang mampu memberikannya.

Iya. Demi Papa, Vincent harus segera sembuh. Mendadak semangat Sara kembali berkobar. Sara kembali memikirkan apa yang bisa dia lakukan malam ini untuk menggoda Vincent?

Tunggu ... bagaimana kalau, pura-pura melindur di malam hari, lalu ... pindah ke ranjang Vincent?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   35. Gara-gara DVD Player

    Sara beranjak bangkit dan mencoba mengejar untuk memeriksa siapa sosok di balik kamera itu. Namun rumah megah ini mendadak sunyi. Tak ada jejak siapa pun di sekitar. Satu hal yang Sara yakini, ada seseorang yang ditugaskan untuk mengawasi Sara di rumah ini. Siapa yang memberi instruksi? Sara mencurigai beberapa pihak. Deana, atau seseorang di keluarga Vincent—Ibu mertuanya atau mungkin Kakek. Jika dipikir, pertemuan terakhir Sara dengan sang Ibu mertua adalah di hari pernikahannya. Hingga saat itu, Sara yakin wanita paruh baya yang kerap dipanggil Nyonya Martha itu masih belum sepenuhnya menerima Sara. Vincent juga tak pernah membahas beliau. Dan, tak ada tanda-tanda Nyonya Martha berencana menemui Sara. Tampaknya ada sesuatu di balik itu. Sara harus menanyakan hal ini pada Vincent. Walau sebenarnya Sara tak ingin mengambil pusing. Karena toh dia hanya sementara di rumah ini. Tetapi, bagaimana jika misinya membutuhkan waktu lebih lama? Jangan-jangan pihak yang tak me

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   34. Kecupan di kening

    "Kenapa? Karena aku menciummu? Karena aku tidur denganmu?” pekik Sara, lekas membuat Vincent memejamkan mata kuat-kuat. Tangannya mengusap wajah, tampak frustasi.Bi Laila dan seorang pelayan lain yang sedang berada di dapur berjalan keluar ruangan dengan kepala menunduk, berpura-pura tak mendengar ucapan Sara yang barusan lolos tanpa filter.Sementara itu, Eric di ambang pintu bergeser kikuk, memindahkan tubuhnya agar berada di ruangan sebelah.Vincent membuka mulut, tampak akan memprotes ucapan Sara, namun wanita itu lebih dulu memotongnya,“Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang?”“Dengar. Aku nggak suka, kamu bertemu banyak orang. Nggak ada yang bisa jamin kamu nggak akan bertemu kembali dengan orang-orang seperti Yuta.” Vincent menatapnya tajam, penuh tekanan. “Paham?”Sara semakin mengernyit, menunjukkan penolakan keras, “Kamu mau mengurungku di rumah?”“Kamu bisa kembali latihan bermain gitar.” ucap Vincent memberi solusi.Iya, mungkin benar. Tetapi Sara kini kehilangan momen

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   33. Dipecat

    Vincent merebahkan kepalanya yang penat di atas bantal. Matanya dipejamkan kuat-kuat. Tangannya memijit pelan pelipis.‘Kamu boleh tidur di kamarku.’Kalimat yang dia ucapkan tadi itu terus terngiang di kepala. Bagai mimpi buruk yang mencekik kewarasannya. Dia sendiri menyesali kebodohannya yang belakangan ini begitu mudah takluk pada pesona Sara. Segala yang ada pada wanita itu, entah sejak kapan menggoyahkan pertahanannya hingga luluh lantak.Suara yang kadang terdengar manja, tatapan mata yang berbinar indah, bibir yang ranum …Dan sentuhan hangat yang menari lembut di bibirnya ….Semua berkelebat liar di kepala Vincent. Mengacaukan debar jantungnya hingga tanpa sadar tangannya mencengkeram rambutnya kuat. Pria itu menghela napas berat. Sejujurnya, dia menikahi Sara tanpa diiringi niat untuk ‘hadir’ sebagai suaminya. Jangankan menjadi suami, menikah kembali pun dia tak berminat.Namun kini … apa hatinya mulai goyah? Sekarang … apa yang dia inginkan?“Vin ….” Vincent membuka mata

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   32. Kamu boleh tidur di kamarku

    “I-itu ….” Sara membelalak ketika Vincent mengernyit menatap layar ponsel Sara. Buru-buru direbutnya benda pipih itu dari tangan Vincent. Namun, pria itu menahannya.“Itu cuma spam! Bukan pembelian!” Sara berseru panik. Tangannya mencoba merampas ponsel yang dicengkeram erat oleh Vincent. “Lepas! Berikan ponselku!” pekiknya seraya mendelik kesal.“Kalau hanya spam, lantas kenapa kamu sepanik ini?” Vincent menatap Sara lekat, guratan curiga menggantung di wajahnya. Pria itu semakin mendekat, membuat Sara refleks menjauh.“Ada yang kamu sembunyikan?” desaknya dengan suara rendah.Sara meneguk ludah. Ini gawat. Kalau sampai Vincent berhasil mengakses ponsel Sara, bukan hanya pembelian barang-barang mesum itu, tetapi juga pesan rahasianya dengan Deana yang bisa terbongkar.Sara menarik paksa ponselnya dalam satu sentakan cepat. Namun, gerakan itu membuat Vincent yang memegang ponsel ikut tertarik. “Aakkkh!”Bagai dihisap gravitasi, tubuh Sara miring ke belakang, kepalanya nyaris terjere

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   31. Ketahuan?

    Penerangan di ruangan itu redup, hanya mengandalkan lampu dinding kecil di dua sudut. Sehingga tidak terlalu jelas apa yang berada di sekitar. Sara menelan ludah, ragu untuk masuk. Namun rasa ingin tahunya menang. Langkahnya diayun perlahan seiring daun pintu berderit. Suasana gelap memaksa Sara meraba dinding, mencari saklar. Ketika cahaya lampu menerangi sekitar, Sara membelalak. Ruangan itu diisi beberapa alat musik. Ada gitar klasik, grand piano, biola, juga ada buku partitur dan lemari kaca besar berisi beragam piala dan piagam. Sara berkeliling. Tangannya menyentuh perlahan pintu kaca yang melapisi beragam piala. Dibacanya sebuah ukiran teks pada salah satu piala yang ukurannya paling besar dan elegan. Juara satu kompetisi piano Internasional. Vincent Suryadinata. Senyum Sara mengembang tipis. Tak disangka Vincent menyukai musik. Sara pun begitu. Hanya saja, impian dan minat itu harus padam sejak Sara meninggalkan rumahnya yang dijual, lalu pindah dan hidup ber

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   30. Menyusun strategi

    Langit sudah gelap saat Sara berjalan keluar menuju balkon kamar. Udara dingin malam menusuk kulitnya yang terbalut gaun malam berlapis kimono panjang.Terbayang kalimat dokter saat siang tadi dia temui setelah waktu jenguknya habis.“Secara garis besar, perkembangan kondisi pasien cukup baik. Jika progresnya terus sebaik ini, sepertinya paling cepat malam ini sudah bisa pindah ke kamar rawat biasa. Semoga saja.”Bagai bongkahan batu besar dipindahkan dari dada, kelegaan merayapi Sara.Walau demikian, Sara yakin, ini perbuatan Deana. Entah dengan cara apa—mungkin menyuap melalui perpanjangan tangannya di dalam lingkungan internal Lapas, membuat skenario keji, hingga Papa berakhir mengalami kekerasan dari rekan satu sel. Atau mungkin dengan cara keji lainnya?Merasakan udara dingin yang kian membuatnya menggigil, Sara memutuskan kembali ke kamar. Langkahnya diayun pelan seraya menutup pintu balkon. Diliriknya jam digital di atas nakas. Pukul sembilan malam. Sudah selarut ini dan Vince

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status