Demi menyelamatkan sang Papa yang dijebak hingga dipenjara, Sara menerima sebuah misi gila dari mantan istri calon suami misteriusnya. Tugas Sara, menggoda suaminya, membuatnya sembuh dari impotensi, lalu pergi agar sang mantan istri bisa kembali demi ambisinya. Namun, seiring waktu, misi demi misi mendekati pria dingin itu justru membuat pernikahan palsu mereka terasa semakin nyata. Ketika semua kebenaran terkuak, Sara dihadapkan pada pilihan yang rumit—menyelamatkan Papa, atau mengkhianati pria yang mulai ia cintai?
Lihat lebih banyak"Saya nggak tahu alasan kamu ingin mati. Tapi dengarkan saya dulu!"
Persetan. Sara mengangkat satu kakinya—siap melompat dari ujung beton di atap gedung mall lima lantai. Susah-susah dia menyelinap ke atap, seorang pria asing malah memergoki upayanya mengakhiri hidup. Detik berikutnya, tubuh Sara melayang. Bukan ke depan, melainkan ke belakang. Pria itu menarik tangannya dalam satu hentakan cepat. "Aakh!" Badannya berakhir terhempas di atas tubuh pria itu. Napas mereka beradu di udara. Sial! Sara bangkit duduk dengan hati berang. Amarahnya semakin memuncak setelah menyadari pergelangan tangannya dicengkram erat. "Lepas! Kenapa kamu tarik saya? Mau kamu apa?" Pria itu bangkit duduk perlahan, nafasnya masih tak beraturan. "Nggak akan saya lepas. Saya perlu pastikan kamu nggak akan kembali melompat." Ujarnya dingin. Tatapannya tajam penuh intimidasi. Alis tebalnya menyorot dingin penuh tekanan. Tangannya mengunci erat lengan Sara, seolah tak ada cela. Sara kembali meronta, "Kamu nggak tahu apa-apa! Nggak ada gunanya saya hidup!" Jeritnya dengan tenggorokan tercekat. Namun pria berkemeja rapi itu bergeming, menatapnya lekat dan tajam. "Kamu ...." dia terdiam, matanya menelisik wajah dan penampilan Sara. " ... kamu harus ikut saya." Pria itu berdiri, tanpa melepas tangan Sara. Sara yang tercengang tak mampu berkutik lantaran tangannya dicengkeram. "Tunggu! Lepaskan dulu!" Pria semampai itu menyeret Sara menuruni tangga darurat, lalu masuk ke sebuah butik pakaian mahal di dalam mall. "Saya akan kasih kamu jalan keluar ... selain bunuh diri. Sekarang, ganti dulu pakaianmu." Ucapnya tegas lalu melepas tangan Sara. Kening Sara berkerut. Walau bingung, sesungguhnya dia penasaran dengan maksud pria ini. Dengan bantuan pelayan toko, Sara dipilihkan dress elegan yang cantik. Anehnya, pria asing itu terus-terusan mengecek arloji, seolah dikejar waktu. Di kamar ganti, Sara menunduk menatap seragam SPG yang dia kenakan sekarang. Dibentangkannya gaun putih gading yang dia terima. Matanya menilai, menebak untuk apa dia diminta memakai baju semewah ini. Gadis itu lalu mendengus dengan senyum getir. Apa dia akan dijual ke rumah bordil? Sara menghela napas. Sejujurnya, dia lelah. Berangkat kerja, dia ditindas senior-seniornya, pulang ke rumah, Paman dan Bibinya menyiksa dengan pukulan dan setumpuk pekerjaan rumah. Tubuh dan mentalnya seolah tak diberi jeda untuk istirahat. Jikal ada hal yang membuat Sara ingin bertahan hidup, itu hanyalah Papa. Sara hanya ingin Papanya yang tidak bersalah dibebaskan dari penjara. Dia hanya ingin keadilan untuk Papanya yang dijebak, dan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan atas suapan penguasa itu berakhir dihapuskan. Sayangnya, semua itu butuh uang yang sangat banyak. Begitu Sara keluar dari ruang ganti, dia menemukan pria itu sedang balik menatapnya lekat. "Pak ... " "Panggil saya Vincent. Kamu?" "Sara. Kita mau ke mana?" "Nanti kamu akan tahu." Sara semakin terheran ketika dia diajak masuk ke dalam sebuah mobil mewah. Menilai dari penampilan rapi, merek jam tangan dan mobilnya, Vincent sepertinya berasal dari kalangan atas. Sara mengeratkan tangan pada sabuk pengaman, semakin curiga dia akan dijual sebagai pekerja seks. Vincent sendiri tidak membuka suara. Kendaraan yang dikemudikannya melaju sangat kencang, seakan dia takut terlambat menghadiri sesuatu. Tiba-tiba Vincent menyambungkan telepon menggunakan loudspeaker ponsel. "Halo, Tuan Vincent." "Semuanya masih di sana?" "Masih. Semua menunggu Tuan Vincent." "Bagus. Instruksi yang sebelumnya batal. Saya sudah menemukan orang yang tepat." "Baik, Tuan." Panggilan ditutup. Sara semakin mengerutkan kening. "Kita mau melakukan apa?" "Apapun yang saya lakukan, kamu cukup ikuti. Saya janji akan bayar mahal." Sara menatap Vincent ragu. Segenap tanya berkecamuk di kepala. Sebenarnya apa yang akan dia lakukan? Sara bisa saja kabur. Namun, diam-diam dia menaruh harapan, bahwa dia menemukan tempat lain yang lebih baik dari hidupnya yang sekarang, tanpa harus mati. Mobil yang dikendarai Vincent sampai di sebuah mansion mewah, semakin meyakinkan Sara bahwa Vincent bukan orang sembarangan. Sebelum turun, pria itu meminta Sara merapikan riasan secara singkat. Vincent lalu mengajak Sara menuju sebuah ruangan dengan meja makan besar di tengah, tampak beberapa orang sudah duduk bersiap makan. Semua tercengang dengan kehadiran Vincent bersama Sara. "Vincent? Katanya kamu lagi site visit ekspansi Aqua mall? Kamu ... sama siapa?" Seorang wanita paruh baya dengan kalung mutiara bersuara. "Kakek, Deana, Mama, ini Sara ... calon istriku." Wajah-wajah itu terperangah. Bahkan Sara sendiri membuka mulutnya tak menyangka. Ingin rasanya berteriak 'kamu gila?', tetapi Vincent memperingatkannya untuk menurut. "Akhir bulan ini kami akan menikah, secara private." Vincent menggenggam tangan Sara. Di tengah ketidaknyamanan, Sara berusaha menahan diri untuk tidak memberontak. Ini hanya sandiwara sejenak saja kan? "Lagipula, Deana juga menolak untuk rujuk. Kakek, seperti yang kakek minta, saya akan segera memiliki pernikahan yang utuh. Syarat pengalihan kepemilikan perusahaan sebentar lagi bisa saya penuhi." Seorang kakek di ujung meja tertawa pelan. "Bagus. Kakek tunggu cerita kamu tentang Sara. Kalau mempertahankan pernikahan saja kamu gagal, bagaimana bisa kamu menjaga perusahaan besar?" "Hentikan sandiwara konyolmu, Vincent! Kamu menyakiti Deana!" "Nggak apa-apa, Ma. Kami memang nggak berniat rujuk...." Seorang wanita cantik yang duduk di sana beralih menatap Sara tajam. " ... setidaknya untuk sekarang." Sara mendongak menatap Vincent ragu. Tanpa diduga, pria itu membalas tatapan Sara penuh kehangatan. Tangannya berpindah ke pundak Sara, mengusapnya lembut. Senyumnya membius pikiran Sara. Sebuah kecupan selama dua detik mendarat di puncak kepala Sara. Sepasang mata gadis itu membelalak. Sesuatu berdesir dalam dadanya. Untuk sejenak, Sara merasa seperti kembali memiliki 'rumah'. Namun gadis itu lekas tersadar, semua ini hanya kepalsuan semata. *** Setelah melewati makan siang penuh ketegangan dan pandangan sinis, Sara memohon izin menggunakan toilet. Wanita cantik yang sejak tadi dipanggil Deana lalu bangkit, "Biar kuantar." Di tengah langkah menuju toilet, perempuan itu bertanya tajam, "Kamu dipungut Vincent dari mana?" Sara menghela napas berat, memilih tidak menjawab. "Baju, tas dan sepatu kamu jomplang brand-nya. Kuakui kamu cantik. Tapi penampilan kamu kentara tambalan." "Bisa langsung ke intinya?" Sara sudah memegang kenop pintu. Namun berhenti demi menunggu jawaban Deana. "Walau kami sudah cerai, aku yakin Vincent masih mencintaiku. Kamu pasti cuma dibayar untuk sandiwara sesaat. Kuperingatkan. Dia punya masalah kejantanan. Jangan berharap apapun darinya." Sara memutar bola mata, mana dia peduli. Dia toh akan dibuang setelah ini. Langkahnya lalu diayun masuk ke dalam toilet. Dari balik pintu toilet, saat dia sedang berkaca di depan wastafel, samar terdengar suara Deana. "Halo. Aku mau kamu selidiki wanita bernama Sara yang hari ini dibawa pulang Vincent. Cari tahu latar belakangnya, dan apa yang dia inginkan." Sara menyeringai tipis sebelum membuka kran wastafel. Mati. Itu yang dia inginkan. Setelah keluar, Sara tidak lagi menemukan Deana. Justru dilihatnya Vincent sedang bersandar di salah satu dinding. "Sara, ke sini sebentar." Vincent mengajaknya ke sebuah balkon dengan pemandangan kolam renang. "Sara." Pemuda itu berdiri di hadapan Sara. "Satu miliar, dan menikah dengan saya. Atau kamu memilih kembali mengakhiri hidup? Pernikahan ini hanya sebatas status. Kamu nggak perlu penuhi kewajiban sebagai istri. Kamu setuju?" Satu miliar. Sara bisa membayar pengacara mahal, membuka kembali kasus Papa, menyuap saksi yang dibungkam, dan akhirnya menjemput kebebasan Papa. Senyum, tawa, pelukan hangat Papa, semua itu ... bukan lagi mimpi? "Deal. Satu miliar."Sara meraih tangan Vincent di pundaknya, hendak melepas rengkuhan pria itu karena cengkeramannya mulai terasa menyakitkan. Jantungnya hampir meledak ketika suara serak Vincent memecah senyap."Kamu berharap apa dengan pindah ke sini?" Sara meneguk ludah. Tentu dia berharap ... agar 'Jonathan' bisa kembali bekerja. Tetapi ... di titik ini, kenapa suasananya mencekam? Seharusnya bukan seperti ini.Tok! Tok! Tok!"Tuan ...." Suara Bi Laila menyahut dari depan pintu. "Tuan, maaf, ada Tuan besar di bawah, ingin bertemu."Vincent memejamkan mata, helaan napas beratnya menerpa hangat wajah Sara. Dia bangkit, melepaskan rengkuhannya dari bahu Sara. "Aku segera turun." Sahutnya lantang. Lalu berjalan ke kamar mandi tanpa mengajak bicara Sara sepatah kata pun.Sementara itu, Sara membeku di tempat. Tersadar dia baru saja melewatkan momen penting dan krusial dalam hidupnya. Sara menepuk dahi frustasi. "Bodoh!"*Setelah berdandan rapi—rambut digelung cantik, blouse ruffle dan rok di atas lut
Sara menyemprot tipis parfum mahal yang sengaja dia beli di mall tadi. Harganya cukup membuat mulut menganga. Kata sang penjaga toko, aroma parfum ini diklaim bisa menjerat pria sampai tak mau lepas berhari-hari. Hmm ... seram juga.Sara mematut diri di depan cermin. Dia mengenakan night gown merah berbahan satin yang sempurna membentuk lekuk tubuhnya. Dia memutar sedikit bahu, memastikan punggung atasnya yang terbuka sudah terlihat menggoda. Bagian dada dengan potongan renda sederhana di area depan juga tampak manis.Sempurna. Harusnya, tidak ada laki-laki yang tidak tergoda melihatnya.Sara melangkah mundur. Kemudian menarik napas dalam-dalam. Vincent sudah masuk ke kamar setengah jam yang lalu. Sekarang pukul sepuluh malam. Sara berencana pindah ke kamar Vincent diam-diam. Kalau pria itu belum tidur, dia mau pura-pura melindur—siapa tau Vincent menggendongnya kembali ke kamar? Dengan Sara yang berpenampilan seksi, dia berharap adegan itu bisa membantu 'Jonathan' bangkit.Kalau V
"A-ampuni kami Tuan! Soal luka itu ... kejadiannya sudah lamaaaa sekali! Sekarang kami sudah tidak melukainya lagi!"Sara membeliak. Tangannya gemetar, dadanya dipenuhi gejolak amarah. Bohong! Mereka pikir, kebohongan mereka akan menyelamatkan diri mereka?Sara mengangkat wajah, menatap Vincent yang menyorot tajam Paman dan Bibi. Pandangan mereka kemudian bertemu. Sara menggeleng."Itu nggak benar. Aku masih sempat dipukul seminggu sebelum menikah." Sara menyahut dengan suara yang bergetar. Demi mendukung sandiwara, dia membenamkan kembali wajahnya ke pelukan Vincent. Berharap Paman dan Bibi menyadari bahwa Sara kini punya seseorang yang akan berdiri di sisinya. Ditahannya rasa canggung dan debaran heboh yang sejak tadi membuatnya tak nyaman. Vincent mengusap kepala Sara, pelan dan lembut."Benar begitu, Paman?" Suara bariton milik Vincent terdengar dingin menusuk. Di sisi lain, Sara termenung, merasakan hangat sentuhan jemari Vincent di sela rambutnya. Walau hanya sandiwara belaka
Vincent baru saja mengakhiri meeting dengan kolega bisnisnya di sebuah restoran bernuansa elegan. Setelah berjabat tangan dan rekan bisnisnya pergi, Eric mendekat, berbisik di telinga Vincent, "Tuan, ini hasil penyelidikan bekas luka di tubuh Nona Sara. Juga beberapa informasi tambahan." Eric mengoper sebuah tablet pada Vincent yang duduk di kursi restoran. Dia baru saja selesai meeting dan rekan bisnisnya baru pamit pulang.Vincent memeriksa tampilan layar dengan hati-hati. Keningnya berkerut dalam. Jadi, semua bekas sundutan rokok, memar-memar di punggung itu ... dari Paman dan Bibinya?Vincent membaca bagian sumber penghasilan mereka. Dia bisa menekan di bagian ini."Bisnis laundry?"Eric mengangguk dalam, "Iya, Tuan.""Sumber permodalan?""Bank YYY, Tuan. Kredit permodalan jangka panjang."Vincent mendengus sinis. Bank YYY masih dalam radar kuasanya."Hubungi pimpinan bank YYY, blokir akses pinjaman mereka. Kalau menolak, ancam cabut saham dari sana."*Begitu menyelesaikan pemba
Sara meraih tangan Vincent, berdiri perlahan. Vincent tak langsung melepas genggamannya. Membuat Sara merasakan kehangatan dan rasa aman karena dilindungi.Sesuatu yang benar-benar asing dalam hidup Sara.Seorang laki-laki berkacamata yang hadir mendampingi Vincent membungkuk sopan pada Sara."Eric, hubungi penanggung jawab tenant ritel ini. Suruh kosongkan space mereka sebelum staf-stafnya sujud di kaki istri saya. Sampai kapan pun saya nggak akan lupakan penghinaan mereka." Rahang Vincent mengeras, matanya memicing tajam ke arah Senior Sara.Pria berkacamata yang bernama Eric mengangguk. "Baik, Tuan."Sara membeliak. Ditatapnya Vincent penuh keterkejutan. Sejauh ini, Sara hanya mengetahui kalau dia menikahi orang kaya. Tetapi siapa persisnya Vincent, seberpengaruh apa posisinya, sebanyak apa kekayaannya, Sara tidak pernah tahu, tidak tertarik juga untuk mencaritahu.Namun tampaknya, dari yang Sara pahami melalui kalimat Vincent barusan, Vincent adalah seseorang yang berkuasa atas M
Sara menurunkan tangannya yang sudah selesai memasangkan dasi. "Sudah."Bagus. Hari ini Vincent tidak mengusir Sara meski dia masuk sembarangan. Ini sudah kemajuan yang cukup baik. Padahal, Sara sudah menyiapkan kata-kata jikalau dia diusir dari kamar Vincent.Ditatapnya Vincent yang mulai membuka mata dan menjauhkan tangan dari dahi. Kening beralis tebal itu berkerut tanda tak suka. Sara melihat wajah tegas itu sambil tersenyum puas. Pria itu lekas berpaling ke arah lain."Minggir. Saya mau berangkat."Sekilas, walau tak yakin, Sara melihat daun telinga Vincent memerah.Eh, apa dia tersipu?"Vin, hari ini aku juga masuk kerja. Nanti kubawakan bekal lagi, ya!"Vincent berlalu masuk ke dalam walk-in closet tanpa sepatah kata pun. Sara melipat bibirnya ke dalam, hampir saja tawanya lepas.Dari luar kelihatannya Vincent menyeramkan, misterius, dingin. Ternyata, diam-diam dia punya sisi menggemaskan.*Hari ini, seharusnya Sara masih menikmati cuti menikah, tetapi dia tetap masuk kerja—me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen