Share

2. Misi Rahasia

Author: Harucchi
last update Huling Na-update: 2025-06-12 19:21:05

["Dengar, Sara. Aku punya banyak koneksi dan kuasa. Papamu bisa bebas dengan mudah dari penjara kalau kamu bersedia lakukan sesuatu untukku. - Deana"]

Kedua mata Sara membelalak. Napasnya tercekat. Dalam hitungan hari, Deana bisa tahu bahwa Papa Sara berada di penjara. Itu sudah cukup membuktikan bahwa Deana bukan orang sembarangan.

Seorang asisten desainer mendekat dan membantu menyusun lekukan gaun Sara, kemudian sebuah pesan baru kembali masuk.

["Aku tahu pernikahan kalian palsu. Vincent hanya pernah dan masih mencintaiku. Dulu, aku diceraikan karena dia sakit hati dengan kata-kataku setelah aku tahu kalau dia impoten. Dia laki-laki gagal, padahal aku hanya butuh keturunan darinya."]

Sara menoleh ke belakang—melihat Vincent sedang berbincang akrab dengan desainer pakaian pengantin yang bekerjasama dengannya. Setelah memastikan Vincent masih sibuk, Sara mengetik pesan dengan tangan gemetar.

["Apa maumu?"]

Pesan balasan dari Deana masuk dalam hitungan detik.

["Goda dia. Buat dia sembuh, terserah dengan cara apa. Jika berhasil, beritahu aku. Aku akan merebutnya, dan kamu harus pergi. Kebebasan Papamu di tanganku. Balas pesanku dan kuanggap perjanjian kita berlangsung."]

Sepasang alis Sara bertaut curam. Deana benar-benar ular berbisa. Kalau benar Vincent mencintai Deana, betapa sakit hati pria itu jika tahu bahwa Deana hanya berambisi meneruskan generasi keluarga kaya.

Sara menoleh menatap Vincent, pandangannya sendu. Jantungnya berdebar keras selagi batinnya berperang, apa dia tega menggoda Vincent untuk kemudian meninggalkannya?

Padahal, Vincent sudah memberinya pilihan hidup lain selain mati, bahkan dengan imbalan uang yang fantastis.

Atau ... haruskah Sara mencari tahu lebih dulu cara membebaskan Papa dengan uang satu miliar yang diberikan Vincent?

"Sara?" Vincent menghampiri Sara, tampaknya ingin berdiskusi, tetapi ... Sara tidak dalam situasi mampu mencerna.

Mengabaikan seruan Vincent, Sara tergesa menuju teras depan butik. Dia menghubungi nomor telepon seorang pengacara yang pernah dia kontak dulu—tetapi komunikasi mereka tidak berlanjut karena biayanya terlalu besar. 

"Satu miliar? Saya tidak yakin, Bu. Ada banyak lapisan yang membutuhkan 'pelicin'. Terutama, karena kasus ini sudah berlalu sepuluh tahun lebih dan vonis penahanan seumur hidup sudah ketuk palu."

Sara terdiam sesaat. Dadanya seolah dijejal bongkahan batu besar, sesak.

"Baik, saya mengerti." Ucapnya dengan suara bergetar.

Setelah panggilan ditutup, Sara menunduk dengan air mata merebak. Tangannya merosot turun bagai kehilangan tenaga.

Kenapa rasanya takdir berusaha keras menjauhkan dia dari satu-satunya orang yang menyayanginya?

Air mata Sara akhirnya meluncur. Bahunya terisak pelan. Bahkan ketika dia hanya punya Papa, memeluknya pun terasa mustahil.

"Sara!"

Sara menoleh, menemukan Vincent menatapnya tajam. Buru-buru dia menyeka air mata. 

"Maaf, aku ... menghubungi seseorang dulu tadi."

Vincent menghela napas, pandangannya melunak seolah kekhawatirannya mereda. Apa dia mengira Sara hendak kabur tadi? 

Setelah membuka dan menahan pintu, pria itu menggerakkan dagu, menyuruh Sara kembali masuk. 

"Ya ampun, kamu habis menangis? Pasti terharu ya karena sudah mulai fitting gaun. Tapi, Vin ... sungguh kuakui calon istrimu cantik sekali! Pantas kamu terpikat!" Pria gemulai berambut cepak itu mengikik seraya menepuk pundak Vincent. Vincent hanya tersenyum kecil.

Ketika Vincent dan desainer itu kembali sibuk berbincang, Sara mengetik di ponsel dengan tangan gemetar.

["Baik, kalau aku berhasil, penuhi janjimu, Deana."]

Kedua mata Sara dipejamkan kuat-kuat. Setelah menghembuskan napas berat, dipandanginya Vincent dengan tatapan pedih. Tak disangka, pria itu menatapnya balik, Sara bergegas menatap ke arah lain dengan gelisah.

Langit sudah gelap ketika mereka bertolak dari butik untuk pulang. Di dalam mobil, Vincent dan Sara hanya saling diam. Hingga kemudian suara berat Vincent memecah hening.

"Kamu bilang tinggal dengan Paman dan Bibi? Dimana orang tuamu?"

"Mamaku sudah meninggal saat aku usia sepuluh. Papaku ...." Sara tercekat. 

Kalau dia ceritakan soal Papanya yang dipenjara, apa Vincent bisa menerima? Apa status itu menggoyangkan reputasi Vincent? Bagaimana kalau pernikahan mereka batal? Satu miliar dan kesempatan membebaskan Papa lenyap.

" ... TKI di luar negeri." 

Sara melirik kaku ke sekitar, berharap dustanya tak kentara terbaca.

Dilihatnya, Vincent mengangguk tipis sambil serius mengemudi. Pria dengan tatapan elang itu tampaknya percaya. Kelegaan menyusup bersama rasa bersalah di hati Sara.

Beberapa saat kemudian, mereka hampir sampai di kediaman Paman dan Bibi Sara. Sara meminta Vincent berhenti di depan tikungan yang membatasi perkampungan dan jalan raya. Dia tidak mau Paman dan Bibi tahu kalau dia pulang diantar pria. 

Terlambat pulang ke rumah saja sudah masuk pelanggaran besar, apalagi bila mereka mengira Sara berkencan?

Bagi mereka, Sara bukanlah keluarga. Lebih seperti budak yang diperas uangnya dan diambil tenaganya. Membangkang artinya siap dipukul. Kabur artinya siap dikejar. Melawan artinya siap diancam. 

Setiap detik waktu yang Sara punya harus bermanfaat bagi mereka—mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus sepupunya yang berusia empat tahun, dua tahun dan bayi, atau di hari libur menyetrika di kios laundry yang mereka miliki. 

Karena itu, Sara tidak punya waktu untuk berteman atau menjalin hubungan cinta. Semua mengejeknya sombong, sok cantik, jual mahal. Padahal, dia hanya sedang 'menyelamatkan diri' dari neraka di rumah.

"Kamu yakin saya nggak perlu mampir dan mengenalkan diri?" Vincent menarik persneling, lalu menoleh dengan kening mengernyit.

"Jangan! Nggak perlu. Aku akan sampaikan sendiri ke mereka." Sara menatap Vincent lekat, penuh permohonan.

Pria itu akhirnya mengangguk dengan sebelah alis terangkat. Dia membiarkan Sara turun dan berjalan menjauh masuk ke dalam gang yang tidak begitu sempit.

Begitu sampai, Sara berdiri ragu di depan pintu rumah. Dadanya naik turun, napasnya seakan tertahan di tenggorokan. Bunyi derit pintu bagai pemicu detak jantungnya menggebu.

"Nah, pulang juga ini anak! Dari mana kamu? Biasanya shift pagi, sore-sore sudah pulang, ini kenapa jam sembilan malam baru sampai rumah?" Bentak Bibi Sara, melengking hingga terdengar ke luar.

Wanita itu duduk di sofa, sedang menonton TV dengan kaki diangkat ke meja. Pamannya duduk di karpet sedang menopang botol dot si bungsu yang tengah menyusu. Keduanya menatap Sara nyalang, seolah Sara dikuliti hidup-hidup.

Sara mematung. Matanya mengerjap. Dengan tangan gemetar dia membuka suara,

"Paman, Bibi, ... aku akan menikah akhir bulan ini."

Mereka tertegun sebentar, lalu terbahak bersama. 

"Mimpi kamu? Berkhayal jangan ketinggian! Pacar nggak punya, teman ngga ada, kamu mau menikah sama tembok?" 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   12. Honeymoon?

    Sara meraih tangan Vincent di pundaknya, hendak melepas rengkuhan pria itu karena cengkeramannya mulai terasa menyakitkan. Jantungnya hampir meledak ketika suara serak Vincent memecah senyap."Kamu berharap apa dengan pindah ke sini?" Sara meneguk ludah. Tentu dia berharap ... agar 'Jonathan' bisa kembali bekerja. Tetapi ... di titik ini, kenapa suasananya mencekam? Seharusnya bukan seperti ini.Tok! Tok! Tok!"Tuan ...." Suara Bi Laila menyahut dari depan pintu. "Tuan, maaf, ada Tuan besar di bawah, ingin bertemu."Vincent memejamkan mata, helaan napas beratnya menerpa hangat wajah Sara. Dia bangkit, melepaskan rengkuhannya dari bahu Sara. "Aku segera turun." Sahutnya lantang. Lalu berjalan ke kamar mandi tanpa mengajak bicara Sara sepatah kata pun.Sementara itu, Sara membeku di tempat. Tersadar dia baru saja melewatkan momen penting dan krusial dalam hidupnya. Sara menepuk dahi frustasi. "Bodoh!"*Setelah berdandan rapi—rambut digelung cantik, blouse ruffle dan rok di atas lut

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   11. Seranjang

    Sara menyemprot tipis parfum mahal yang sengaja dia beli di mall tadi. Harganya cukup membuat mulut menganga. Kata sang penjaga toko, aroma parfum ini diklaim bisa menjerat pria sampai tak mau lepas berhari-hari. Hmm ... seram juga.Sara mematut diri di depan cermin. Dia mengenakan night gown merah berbahan satin yang sempurna membentuk lekuk tubuhnya. Dia memutar sedikit bahu, memastikan punggung atasnya yang terbuka sudah terlihat menggoda. Bagian dada dengan potongan renda sederhana di area depan juga tampak manis.Sempurna. Harusnya, tidak ada laki-laki yang tidak tergoda melihatnya.Sara melangkah mundur. Kemudian menarik napas dalam-dalam. Vincent sudah masuk ke kamar setengah jam yang lalu. Sekarang pukul sepuluh malam. Sara berencana pindah ke kamar Vincent diam-diam. Kalau pria itu belum tidur, dia mau pura-pura melindur—siapa tau Vincent menggendongnya kembali ke kamar? Dengan Sara yang berpenampilan seksi, dia berharap adegan itu bisa membantu 'Jonathan' bangkit.Kalau V

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   10. Pelukan hangat

    "A-ampuni kami Tuan! Soal luka itu ... kejadiannya sudah lamaaaa sekali! Sekarang kami sudah tidak melukainya lagi!"Sara membeliak. Tangannya gemetar, dadanya dipenuhi gejolak amarah. Bohong! Mereka pikir, kebohongan mereka akan menyelamatkan diri mereka?Sara mengangkat wajah, menatap Vincent yang menyorot tajam Paman dan Bibi. Pandangan mereka kemudian bertemu. Sara menggeleng."Itu nggak benar. Aku masih sempat dipukul seminggu sebelum menikah." Sara menyahut dengan suara yang bergetar. Demi mendukung sandiwara, dia membenamkan kembali wajahnya ke pelukan Vincent. Berharap Paman dan Bibi menyadari bahwa Sara kini punya seseorang yang akan berdiri di sisinya. Ditahannya rasa canggung dan debaran heboh yang sejak tadi membuatnya tak nyaman. Vincent mengusap kepala Sara, pelan dan lembut."Benar begitu, Paman?" Suara bariton milik Vincent terdengar dingin menusuk. Di sisi lain, Sara termenung, merasakan hangat sentuhan jemari Vincent di sela rambutnya. Walau hanya sandiwara belaka

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   9. Pura-pura manja

    Vincent baru saja mengakhiri meeting dengan kolega bisnisnya di sebuah restoran bernuansa elegan. Setelah berjabat tangan dan rekan bisnisnya pergi, Eric mendekat, berbisik di telinga Vincent, "Tuan, ini hasil penyelidikan bekas luka di tubuh Nona Sara. Juga beberapa informasi tambahan." Eric mengoper sebuah tablet pada Vincent yang duduk di kursi restoran. Dia baru saja selesai meeting dan rekan bisnisnya baru pamit pulang.Vincent memeriksa tampilan layar dengan hati-hati. Keningnya berkerut dalam. Jadi, semua bekas sundutan rokok, memar-memar di punggung itu ... dari Paman dan Bibinya?Vincent membaca bagian sumber penghasilan mereka. Dia bisa menekan di bagian ini."Bisnis laundry?"Eric mengangguk dalam, "Iya, Tuan.""Sumber permodalan?""Bank YYY, Tuan. Kredit permodalan jangka panjang."Vincent mendengus sinis. Bank YYY masih dalam radar kuasanya."Hubungi pimpinan bank YYY, blokir akses pinjaman mereka. Kalau menolak, ancam cabut saham dari sana."*Begitu menyelesaikan pemba

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   8. Jadi Asisten Pribadi Vincent?

    Sara meraih tangan Vincent, berdiri perlahan. Vincent tak langsung melepas genggamannya. Membuat Sara merasakan kehangatan dan rasa aman karena dilindungi.Sesuatu yang benar-benar asing dalam hidup Sara.Seorang laki-laki berkacamata yang hadir mendampingi Vincent membungkuk sopan pada Sara."Eric, hubungi penanggung jawab tenant ritel ini. Suruh kosongkan space mereka sebelum staf-stafnya sujud di kaki istri saya. Sampai kapan pun saya nggak akan lupakan penghinaan mereka." Rahang Vincent mengeras, matanya memicing tajam ke arah Senior Sara.Pria berkacamata yang bernama Eric mengangguk. "Baik, Tuan."Sara membeliak. Ditatapnya Vincent penuh keterkejutan. Sejauh ini, Sara hanya mengetahui kalau dia menikahi orang kaya. Tetapi siapa persisnya Vincent, seberpengaruh apa posisinya, sebanyak apa kekayaannya, Sara tidak pernah tahu, tidak tertarik juga untuk mencaritahu.Namun tampaknya, dari yang Sara pahami melalui kalimat Vincent barusan, Vincent adalah seseorang yang berkuasa atas M

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   7. Vincent tersipu?

    Sara menurunkan tangannya yang sudah selesai memasangkan dasi. "Sudah."Bagus. Hari ini Vincent tidak mengusir Sara meski dia masuk sembarangan. Ini sudah kemajuan yang cukup baik. Padahal, Sara sudah menyiapkan kata-kata jikalau dia diusir dari kamar Vincent.Ditatapnya Vincent yang mulai membuka mata dan menjauhkan tangan dari dahi. Kening beralis tebal itu berkerut tanda tak suka. Sara melihat wajah tegas itu sambil tersenyum puas. Pria itu lekas berpaling ke arah lain."Minggir. Saya mau berangkat."Sekilas, walau tak yakin, Sara melihat daun telinga Vincent memerah.Eh, apa dia tersipu?"Vin, hari ini aku juga masuk kerja. Nanti kubawakan bekal lagi, ya!"Vincent berlalu masuk ke dalam walk-in closet tanpa sepatah kata pun. Sara melipat bibirnya ke dalam, hampir saja tawanya lepas.Dari luar kelihatannya Vincent menyeramkan, misterius, dingin. Ternyata, diam-diam dia punya sisi menggemaskan.*Hari ini, seharusnya Sara masih menikmati cuti menikah, tetapi dia tetap masuk kerja—me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status