Share

3. Aku menyukaimu

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-06-12 19:23:02

Ini mencurigakan.

Walau pulang terlalu larut, tetapi ... tidak ada lemparan remote TV, atau jambakkan rambut seperti yang Sara duga. Dia sampai di gudang—alias kamarnya, dengan selamat walau diiringi suara tertawaan Paman dan Bibi sepanjang langkah. 

Usai menghela napas panjang, Sara menghempaskan tasnya ke lantai. Dia beralih ke tumpukan kardus di ujung ruangan—tempat dia menyimpan pakaian, hendak mengganti pakaian tidur.

Namun, betapa terkejut Sara menemukan semua isi kardus itu kosong dan bersih. Semua pakaiannya tidak ada! 

Napasnya seketika memburu. Pikirannya melayang pada sikap Paman dan Bibi yang terlalu santai meski dia pulang terlambat. Rupanya, pakaian bersih Sara yang jadi sasaran. Ini bukan pertama kalinya.

Langkahnya tergopoh menuju tempat di mana baju Sara pernah berakhir mengenaskan. Di dalam tempat sampah? Tidak ada. Di dalam WC? Tidak ada. Sara berlari ke halaman depan, mencari-cari jejak sisa pembakaran, namun tidak juga dia temukan.

Tiba-tiba terdengar suara tawa Bibi. Bibi baru saja berdiri di ambang pintu, "Sana ke depan! Cari di luar!"

Sara mengepalkan tangan, dadanya bergemuruh. Tanpa menatap Bibi, dia berlari ke luar rumah. Pandangannya menyapu sekitar. Lalu ditemukannya beton tutup saluran got yang sedikit terangkat. Bergegas dia memindahkannya walaupun berat.

Air mata Sara seketika tumpah begitu menemukan tumpukan pakaiannya, termasuk seragam kerja yang akan dia kenakan besok berada di sana—menyatu dengan genangan hitam. 

Napas Sara lantas tertahan saat dia menemukan benda lain—robekan foto terakhir Mama, satu-satunya yang dia punya. Hancur menjadi kepingan kecil berserakan, sebagian hanyut saat dia mengangkat pakaiannya.

Bahu Sara berguncang hebat. Tangisnya pecah, suaranya mengundang perhatian warga yang berkumpul di pos tak jauh dari sana. 

Seorang Bapak berdiri sambil menggeleng pelan melihat Sara menangis memunguti pakaian yang menyatu dengan lumpur hitam satu per satu. 

Setiap malam sebelum tidur, Sara terbiasa mengajak bicara Mama melalui foto itu. Sekadar bercerita sambil mencurahkan rindu. Sekarang, tidak ada satu pun benda yang bisa mengingatkannya dengan wajah Mama.

Sara menggeram dalam tangis, tangannya berhenti sejenak, mengepal kencang di atas aspal.

Tidak. Paman dan Bibi tidak pantas hadir di pernikahannya. Mereka tidak perlu tahu kehidupan barunya. Sara tidak akan biarkan mereka mengontrolnya lagi.

Mereka memisahkan Sara dengan kenangan terakhirnya dengan Mama. Dan itu jauh lebih menyakitkan dari setiap pukulan dan sundutan rokok yang pernah dia terima.

Di antara senyap malam, di tengah isakan tangis, dalam hati Sara berjanji, dia tidak akan melupakan ini selamanya.

Setelah malam itu, Sara menjadi dingin. Tatapannya tak lagi memelas, melainkan datar dan kadang penuh kebencian yang tertahan. Air matanya seolah habis, tak lagi keluar walau cacian dan hinaan dilemparkan ke mukanya.

Pekerjaan rumah, memandikan dan menyuapi adik sepupu tetap dia jalani seperti biasa. Namun, ekspresinya selalu dingin, seolah kerasukan sesuatu.

Pukul tiga subuh pada hari pernikahannya, Sara meninggalkan undangan cetak yang bagian tanggal, waktu dan tempat dia coret dengan pulpen sampai hitam tak terbaca. Dia juga menaruh surat di atasnya.

"Paman, Bibi, undangan ini kutinggalkan untuk memberi kabar bahwa aku menikah—bukan untuk mengundang kalian. Tidak perlu repot datang."

Dia letakkan itu di meja ruang tengah. Tanpa menyisakan penyesalan apapun, dia menenteng barang bawaannya melangkah keluar menghampiri mobil milik asisten Vincent yang sudah menunggu di depan.

***

"Paman dan Bibimu berhalangan hadir?" Vincent berseru tajam. Seingatnya, Sara hanya mengajukan sedikit nama tamu undangan dari pihaknya. "Lalu keluargamu yang lain? Tidak ada yang hadir?"

Sara mengangguk, "Aku mengundang teman-teman kerjaku, kok."

Vincent mengintip ke aula venue sesaat. "Dua orang itu?" Tanyanya ragu. 

Sara ikut menoleh ke Venue. Pandangannya gusar. "Iya."

Vincent menghela napas berat. Akan sangat mencurigakan di mata Mama dan Kakek kalau perempuan yang dia nikahi tidak didampingi keluarga seorang pun saat ikrar janji.

Sebenarnya, kenapa sampai tidak ada seorang keluarga pun yang hadir di pernikahan gadis ini? Padahal usianya baru dua puluh dua. Masih muda. Kemungkinan besar ini pernikahan pertamanya.

Terlalu ganjil. Dan lagi, dia pernah hampir bunuh diri. Mungkin saja yang Vincent cegah kemarin bukan upayanya yang pertama. Ada apa dengan kehidupan gadis ini sebenarnya?

Sialnya, Vincent belum sempat membaca seksama hasil pemeriksaan latar belakang Sara yang diselidiki anak buahnya. Kenapa baru sekarang dia sadar hal sepenting itu? Sekarang—ketika sesaat lagi acara pernikahannya dimulai?

Mama dan Kakek sudah di kursi. Sementara bagian tamu mempelai wanita hanya diisi dua orang. Setelah melihat jam tangan, dengan tatapan dingin, Vincent mengangkat ponsel, menghubungi asistennya.

"15 orang untuk mengisi kursi keluarga mempelai wanita. Cari sekarang." Titahnya.

Pernikahan diselenggarakan khidmat. Keluarga palsu Sara hadir sebelum pemberkatan berlangsung. Semuanya berjalan lancar. 

Wanita itu—Sara, meneteskan air mata ketika pendeta menyatakan mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri. 

Setelah itu, Vincent menyalami beberapa rekan dekatnya. Semua berkata bahwa istrinya sungguh memesona. Jujur, Vincent berpendapat sama. Di mata Vincent, pesona Sara dengan rambut hitam bergelombang dan bibirnya yang ranum memang menghipnotis. 

Karena itu, dia sampai memastikan bahwa 'Sara orangnya' ketika dia mencari wanita yang mau menjadi istri bayaran. Setidaknya kecantikan Sara mampu meyakinkan keluarganya kalau Vincent sudah berpaling dari Deana.

Namun, sebatas itu. Dia hanya berpikir Sara cantik. Bukan artinya dia jatuh hati. Setelah pengkhianatan Deana, dia menutup rapat pintu hatinya. Luka hatinya masih terlampau perih untuk membuka ruang bagi hati yang lain.

Malam harinya, dia menemukan tas besar milik Sara tergeletak di kamarnya dalam kondisi terbuka. Beberapa pakaian wanita itu tumpah dan membentang di karpet. Sebagian besar sudah kusam—seperti terlalu sering dicuci-pakai. 

Vincent membuka aplikasi perbankan di ponsel. Mengirim lima puluh juta rupiah ke rekening Sara. Gadis itu perlu memperbaiki penampilan supaya lebih layak bersanding di sisinya.

Mengedarkan pandangan, pemuda itu mendapati suara gemericik air terdengar di kamar mandi. Tampaknya Sara menggunakan kamar mandi yang ada di kamarnya. Dia harus ingatkan Sara bahwa kamar mereka akan terpisah. Pria itu memutuskan duduk di sisi ranjang sambil menunggu.

Serta merta, sosok yang dia tunggu datang. Mengenakan kimono handuk, Sara berjalan tenang, lantas tersentak saat menemukan Vincent menatapnya tajam dari sudut kasur.

"Papamu bukan tenaga kerja di luar negeri. Tapi seorang narapidana." Katanya dengan suara dingin. 

Dia sudah membaca informasi tentang Sara usai acara pernikahan berakhir. 

Sara berbohong, dan dia benci pendusta.

"Maaf ...." Sara menggigit bibir, wajahnya sedikit menunduk. "Kalau kamu tahu Papaku adalah tahanan, aku takut kamu membatalkan pernikahannya." Ucapnya dengan suara sedikit gemetar.

Vincent mematung. Jujur, menatap penampilan Sara sehabis mandi membuat Vincent terdiam panjang, sibuk menenangkan pikirannya agar tetap waras. 

Usai memejamkan mata kuat-kuat, Vincent menghela napas berat, "Kenapa? Kenapa kamu takut pernikahannya batal? Memangnya kamu tidak jadi ingin mati?"

"Bukan begitu! Aku ...." Sara menatap ragu sekitar, tangannya saling bertaut.

Sementara itu, Vincent memiringkan wajah dengan kening mengkerut, sebelah alisnya naik.

"A-aku terlanjur menyukaimu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   5. Satu Pelukan Satu Hari

    "SARA!" Vincent sontak bangkit dari lantai, menghampiri Sara yang kini terkapar dengan kerangka lampu gantung menimpa punggungnya. Pecahan dan serpihan lampu kaca bertebaran di mana-mana. Jantungnya berdebar hebat selagi dia menyingkirkan kerangka lampu dan pecahan kaca dari atas punggung Sara hingga kemudian ....Sekujur tubuh Vincent rasanya menegang. Sara terpejam. Cairan merah menggenang, perlahan meluas dari balik lengan Sara. Dengan napas memburu, Vincent mengangkat Sara ke pangkuannya."Sara kamu dengar saya?"Kepala gadis itu terkulai, dadanya penuh noda merah. Tak mendapati respon apapun dari Sara, Vincent merasa darahnya berhenti mengalir.Beberapa pelayan dan asisten Vincent datang mendekat."Saya panggilkan ambulan, ya Pak?" Seorang asisten Vincent yang berjas rapi menyahut panik.Vincent menoleh cepat. Matanya merah dan nyalang, "Nggak sempat! Siapkan mobil. Sekarang!" ***Vincent duduk di sebuah sofa kamar rawat VVIP. Tangannya ditangkupkan di depan dahi selagi matan

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   4. Tragedi

    "A-aku terlanjur menyukaimu!"Vincent menatap Sara dalam hening selama beberapa detik. Benaknya sibuk menebak, motif apa yang sedang disembunyikan perempuan ini.Karena sungguh, pengalamannya dengan Deana membuat Vincent tidak ingin lagi mudah percaya dengan ucapan wanita. Apalagi, Sara sudah berbohong soal Papanya. Bukan mustahil akan ada kebohongan lain setelahnya.Vincent meloloskan dengusan sinis. Dia bangkit dan melangkah mendekati Sara. Gadis itu sedikit mundur, tampak mencoba berdiri kokoh walau gemetar."Kamu pikir saya percaya?" Vincent menunduk menatap Sara, matanya memicing.Sara mengedip beberapa kali, terlihat ragu sebelum menjawab, "Memangnya aneh kalau ... aku menyukaimu?" Ucapnya pelan.Vincent melengos. Takjub gadis ini keras kepala dengan argumennya.Tentu saja dia merasa tidak masuk akal dengan pengakuan gadis ini. Sikap Sara sejak pertama bertemu sama sekali tidak menunjukkan kalau dia menyukai Vincent—tidak ada gelagat malu-malu maupun gugup, yang ada tatapan putu

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   3. Aku menyukaimu

    Ini mencurigakan.Walau pulang terlalu larut, tetapi ... tidak ada lemparan remote TV, atau jambakkan rambut seperti yang Sara duga. Dia sampai di gudang—alias kamarnya, dengan selamat walau diiringi suara tertawaan Paman dan Bibi sepanjang langkah. Usai menghela napas panjang, Sara menghempaskan tasnya ke lantai. Dia beralih ke tumpukan kardus di ujung ruangan—tempat dia menyimpan pakaian, hendak mengganti pakaian tidur.Namun, betapa terkejut Sara menemukan semua isi kardus itu kosong dan bersih. Semua pakaiannya tidak ada! Napasnya seketika memburu. Pikirannya melayang pada sikap Paman dan Bibi yang terlalu santai meski dia pulang terlambat. Rupanya, pakaian bersih Sara yang jadi sasaran. Ini bukan pertama kalinya.Langkahnya tergopoh menuju tempat di mana baju Sara pernah berakhir mengenaskan. Di dalam tempat sampah? Tidak ada. Di dalam WC? Tidak ada. Sara berlari ke halaman depan, mencari-cari jejak sisa pembakaran, namun tidak juga dia temukan.Tiba-tiba terdengar suara tawa B

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   2. Misi Rahasia

    ["Dengar, Sara. Aku punya banyak koneksi dan kuasa. Papamu bisa bebas dengan mudah dari penjara kalau kamu bersedia lakukan sesuatu untukku. - Deana"]Kedua mata Sara membelalak. Napasnya tercekat. Dalam hitungan hari, Deana bisa tahu bahwa Papa Sara berada di penjara. Itu sudah cukup membuktikan bahwa Deana bukan orang sembarangan.Seorang asisten desainer mendekat dan membantu menyusun lekukan gaun Sara, kemudian sebuah pesan baru kembali masuk.["Aku tahu pernikahan kalian palsu. Vincent hanya pernah dan masih mencintaiku. Dulu, aku diceraikan karena dia sakit hati dengan kata-kataku setelah aku tahu kalau dia impoten. Dia laki-laki gagal, padahal aku hanya butuh keturunan darinya."]Sara menoleh ke belakang—melihat Vincent sedang berbincang akrab dengan desainer pakaian pengantin yang bekerjasama dengannya. Setelah memastikan Vincent masih sibuk, Sara mengetik pesan dengan tangan gemetar.["Apa maumu?"]Pesan balasan dari Deana masuk dalam hitungan detik.["Goda dia. Buat dia semb

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   1. Pria Misterius

    "Saya nggak tahu alasan kamu ingin mati. Tapi dengarkan saya dulu!" Persetan. Sara mengangkat satu kakinya—siap melompat dari ujung beton di atap gedung mall lima lantai. Susah-susah dia menyelinap ke atap, seorang pria asing malah memergoki upayanya mengakhiri hidup.Detik berikutnya, tubuh Sara melayang. Bukan ke depan, melainkan ke belakang. Pria itu menarik tangannya dalam satu hentakan cepat."Aakh!" Badannya berakhir terhempas di atas tubuh pria itu. Napas mereka beradu di udara.Sial! Sara bangkit duduk dengan hati berang. Amarahnya semakin memuncak setelah menyadari pergelangan tangannya dicengkram erat."Lepas! Kenapa kamu tarik saya? Mau kamu apa?" Pria itu bangkit duduk perlahan, nafasnya masih tak beraturan. "Nggak akan saya lepas. Saya perlu pastikan kamu nggak akan kembali melompat." Ujarnya dingin. Tatapannya tajam penuh intimidasi. Alis tebalnya menyorot dingin penuh tekanan. Tangannya mengunci erat lengan Sara, seolah tak ada cela.Sara kembali meronta, "Kamu nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status