Share

6. Si Cupid Sakti?

"Lo nggak lagi bercanda, kan, Nata?" Misha reflek bertanya memastikan. Yang benar saja, Nata menjadikannya sebagai jembatan cinta antara cowok itu dengan Karin. Menurutnya kurang pantas bila dirinya ikut diminta turun tangan demi memudahkan hubungan sepasang insan yang dimabuk cinta tanpa adanya perintah Dewa Asmara.

"Emang muka gue sekarang kelihatan bercanda ya?" Nata menunjuk dirinya sendiri membuatnya senewen bukan kepalang. Andai saja cewek itu tidak pernah ceroboh dalam hal bertindak, mungkin Misha tak akan berurusan maupun terlibat masuk ke kehidupan cowok bermata teduh, tetapi minim akhlak tersebut.

"Ya nggak, sih, tapi kenapa harus gue dan bukan cupid lain?" Nata menarik napas berulang kali. Ternyata butuh ekstra kesabaran untuk memahami jalan pikiran Misha yang merupakan satu-satunya cahaya harapan supaya dirinya bisa lebih dekat dengan Karin.

"Karena cuman ada lo yang gue tau, Dodol! Kalo gue ketemu sama cupid  lain yang lebih wow, nggak mungkin gue minta tolong ke elo, Sha!" kata Nata sewot sembari membulatkan mata.

Misha terkekeh geli, cowok berparas elok bagai titisan Dewa Yunani itu kalau sedang marah terlihat amat lucu di penglihatannya macam anak kucing liar yang merasa mendapat gaham. "Ya udah, lagian kayaknya nggak ada ruginya bantuin elo. Siapa tau gue jadi ada inspirasi baru buat bahan gombalan ke cowok-cowok."

"Jadi kita deal?" Kedua orang yang beda gender itu saling menautkan tangan, tanda saling berkompromi. Nata yang mencondongkan tubuhnya langsung memutuskan memberi jarak  kendatipun mereka habis menghapus jarak yang terbentang untuk berjabat tangan.

"Kalo gue boleh tau kenapa bisa elo tiba-tiba nongol di taman waktu itu?" Misha tercengang mendengar Nata yang bertanya langsung pada intinya, seakan tak ingin memberikan ruang untuk cewek manis itu bernapas lega.

"Yah, gue kemarin abis kena amukan sama Dewa Asmara, jadi cowok yang ngaku-ngaku dewa tuh sengaja ngirim gue balik ke sekolah." Dua pipi Misha jadi berkedut mengingat mood Dewa Asmara yang memburuk karena satu alasan pasti dan berkaitan dengan gadis yang ditaksir, padahal mestinya cowok penyuka jamu pahit itu bisa mengendalikan diri—bersikap lebih profesional dan tak perlu memikirkan perasaan pribadi sampai seperti itu.

"Dia sengaja nyiksa gue, padahal gue mau nurut sama dia buat datang ke tempat yang paling gue benci," ujar Misha memegang gelas teh yang telah kosong hingga remuk tidak berbentuk membuat Nata bergidik. Cewek kalau lagi sensitif, semua yang ada di dekat dirinya pasti hancur.

Semoga nasib Nata tidaklah berakhir sama seperti gelas yang digenggam oleh Misha. "Gue turut bersukacita, eh, berdukacita sama takdir malang lo, Sha."

"Lo punya jaminan nggak kalo semisal nggak melakukan kewajiban lo, Nat?" Misha mengalihkan atensinya ke arah Nata yang tengah menatap agak lekat, sorot mata teduh yang intens. Amboi, kegantengannya menurun dari siapa sampai dirinya pun malah kesemsem? Apakah Nata menggunakan semacam jurus semar mesem atau jaran goyang dari dukun?

"Kegantengan yang kek nggak wajar." Nata menelengkan kepala saat Misha termangu dengan tatapan meredup seolah tiada binar, cowok itu sedikit panik sambil membelai surai panjang Misha sampai cewek itu terkesiap.

"Lo beneran nggak apa-apa? Lo tuh persis mayat hidup bikin gue takut." Misha mengerling bingung merespon Nata yang terlihat lumayan khawatir. Hm? Sepertinya seiring berjalannya waktu, kekuatan cupid-nya semakin terkikis. Sekarang saja Misha sudah beberapa kali hilang fokus.

Lagi pula, bukan waktu yang tepat untuk Misha mengerjai cowok yang merupakan most wanted sekolah ini, lantas berucap, "I will be okay, Nata."

Kebohongan besar yang Misha berusaha sembunyikan kini dan selamanya.

***

"Dew!" seru Misha kencang, cewek itu tengah berkacak pinggang keki ketika memandang lelah Dewa Asmara di hadapannya yang ongkang-ongkang kaki. Seolah-olah tak memiliki beban sama sekali.

Dasar tidak berperikemanusiaan, eh, berperikedewaan! Misha harus minta pada Hakim Agung untuk secepatnya menuntut Dewa Asmara yang sudah mencelakai cupid yang cute seperti dirinya! Ini tak akan bisa diampuni!

"Dewa, gue pengin mengajukan protes ke elo!" Dewa Asmara dengan senang hati mempersilakan Misha berkoar-koar di panggung berukuran sedang yang telah disediakan sekretarisnya. Nampak cowok yang mengenakan bermahkota yang terbuat dari emas murni itu menikmati tiap-tiap kata yang dilontarkan cupid cakep, meski terdapat umpatan dan caci-maki yang tertuju padanya.

Untuk beberapa saat, akhirnya Misha menghentikan kicauan panjang kali lebarnya karena dirasa sudah tidak akan mempan kepada Dewa Asmara. Cewek itu mendaratkan bokongnya ke satu-satunya bangku yang ada di sana.

"Lo udah capek ngomel nggak, Miss?" Telanjur haus akibat kebanyakan mengoceh, Misha melakukan telepati kepada sekretaris Dewa Asmara yang tengah berdiri tidak begitu jauh dari jangkauan, menyuruh membawakan segelas air putih sesegera mungkin.

"Ya." Singkat, padat, dan jelas. Dewa Asmara tertawa kecil mengetahui saat wajah Misha memancarkan pundung. Tak ada kecanggungan yang biasanya tercipta di suasana kerja, karena dua orang ini tidak terlalu mementingkan status maupun jabatan antarbawahan dan atasan. Mereka selayaknya teman yang menjalin persahabatan dalam kurun waktu yang lama.

"Jangan ngambek, Mis. Gue iseng aja tendang lo balik ke sekolah biar guru-guru curiga kalo lo itu nggak beneran sakit!" Dewa Asmara mengaduh kala terkena serangan yang mampu bikin lawan lumpuh dari arah Misha. Inilah sisi menakutkannya dan para cupid yang dibekali tambahan sejak dulu berupa kekuatan lain apabila dirinya terancam. Sebenarnya itu tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.

Akan tetapi, kalau pelakunya Misha. Dewa Asmara masih dapat memberi toleransi atas namanya jika terdapat rumor-rumor aneh yang beredar di sekitar kediamannya dan pergaulan cupid-cupid di luaran sana. "Gue tau kalo lo ngerasa nggak terima karena gue serampangan, tapi tolong jangan bikin masalah."

Misha langsung bersedekap cuek, lalu membuang wajah ke segala penjuru rumah kediaman Dewa Asmara. "Saya nggak mau tau, pokoknya Dewa harus ngasih saya kompensasi atas kerugian yang saya terima."

"Itu biar gue ngurusin belakangan aja. Kita harus membicarakan hal yang lebih gawat, Misha Khanza Mahreen." Cewek manis itu reflek mengangkat sebelah alis ketika nama lengkapnya disebut, perhatiannya tersedot oleh perkataan Dewa Asmara yang beralih memandang dirinya serius.

Ada apa gerangan?

Dewa Asmara kini memperbaiki posisi duduknya, lantas berdeham singkat. "Gue dapet kabar kalo calon cupid sakti yang beberapa tahun ditunggu udah muncul. Wahyu Dewa Semesta nggak pernah meleset."

Misha terdiam menyimak penjelasan dari Dewa Asmara. Ini adalah topik yang pernah menggemparkan dunia cupid saat dirinya masih jadi cupid junior, kuil suci milik Kerajaan Awan mendapat wahyu dari Dewa Semesta yang sangat jarang turun berkunjung ke bumi Pertiwi kecuali kondisi yang sungguh darurat.

Kuil suci bertugas mendikte wahyu yang diserahkan Dewa Semesta pada satu perwakilan dari pendeta tingkat tinggi yang menetap, kemudian orang yang menjadi perwakilan kuil suci itu akan menyebarkan berita penting ke seluruh negeri cupid, perusahaan surat kabar yang dikelola dewa lain saja dibuat kewalahan. Ya, cukup bikin Misha pusing saat disuruh menghafal tugas-tugas pihak yang bersangkutan dengan tugas cupid.

"Eh, calon cupid sakti yang selalu dicari apa udah ketemu?" Raut wajah Dewa Asmara tertekuk, menggeleng lesu.

"Sayangnya dia belum ditemukan, Mis." Kedua pundak Misha merosot kecewa mendengar pernyataan dari Dewa Asmara. Mengapa orang misteri itu sulit dideteksi? Membuat siapapun ingin mati penasaran saja.

"Ugh, jejak aura berwarna merah muda familier yang dia tinggalkan terakhir kali yang bisa kami semua lacak cuman dikit banget dan malah hampir nggak terasa!" Dewa Asmara mengerang frustrasi. Misha hanya dapat menunduk sedih, bersimpati karena takdir belum berpihak pada mereka.

Dirinya juga tidak tahu harus berbuat seperti apa untuk menolong perkara calon cupid sakti yang Dewa Asmara bicarakan, tugas tiga bulanan Misha bahkan belum rampung. Bagaimana caranya dia dapat membantu, bukan?

"Tapi ada sisi baiknya, gue sama yang lain udah dapat nama calon cupid sakti yang dicari selama berminggu-minggu, Sha." Nama? Misha menatap Dewa Asmara dengan rasa ingin tahu.

"Wah, emang namanya siapa?"

"Ehm, Karin ... Karin Theona."

Jantung Misha mencelos.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status