Mengapa semuanya pada lari? Misha bertanya-tanya dalam batin saat ikut memutuskan berlari bersama yang lain menyamakan langkah manusia-manusia macam orang kesurupan saja. "Grace, sebenarnya ada apa?"
"Gue nggak tau juga. Jangan tanyain ke gue!" Grace balas berteriak seraya membelah kerumunan orang-orang dengan menarik tangan Misha yang sepertinya kelelahan karena terus-menerus berlari tanpa henti. Cewek manis itu menengok ke arah belakang yang rupanya menampakkan sebilah pisau yang siap memotong lehernya menjadi dua bagian. Astaga, harusnya Dewa Kematian tetap di zona nyaman yaitu kuburan atau pemakaman!
"G-gue kenal orang ini! Lepasin elah!" Cewek yang berdandan seperti tante-tante girang itu melotot seolah tidak percaya ketika Misha menepis tangan yang saling bertautan dari tadi. Huft, beruntung dirinya bisa segera lepas.
Misha mengalihkan atensi yang kini sepenuhnya menatap Dewa Kematian yang tengah menyeringai kepadanya. Kenapa, sih, dewa yang satu ini hobi
"Papa, Mama. Acha udah dapet kabar burung dari mantan teman sekolah lamaku, kalo 'dia' udah kembali. Apa ini adalah kabar bagus?" tanyanya. Marsha dan Rey tersentak, mematung kaget saat mendengarnya membuat kepala Misha dipenuhi tanda tanya besar. Sebenarnya siapa 'dia' yang sang kakak maksud?"Kamu serius? Dari kapan?" Mengapa Marsha menunjukkan air muka yang penuh kelegaan seperti itu? Argh, lagi-lagi ada saja yang membuat cewek itu merasa penasaran, tetapi karena ini sepertinya pembicaraan sensitif jadi dirinya akan berusaha bungkam."Berdasarkan informasi temenku, dia sedang tinggal di daerah ibu kota. Dan memilih mengontrak di sebuah kost-kostan murah sejak tiga tahun lalu." Misha semakin tidak mengerti pada alur pembahasan yang entah akan dibawa ke arah mana, intinya yang pasti sekarang dirinya merasa lapar. Tangannya sudah gatal mengambil beberapa kudapan yang terletak di atas meja, semua itu terlihat amat menggugah selera."Kenapa baru tau sekarang?" Ach
"Shilla, kok, punya teman cakep kayak gini? Kenapa nggak bilang?" Sorotan mata sejuta makna itu menjurus tepat membuat tubuh Misha dilanda syok berkesinambungan.Sekarang apa yang harus dilakukan? Mata Misha berpendar gelisah, binar yang semula muncul ketika bercakap dengan Shilla seketika meredup. Dia menatap gadis itu dengan senyuman ramah, tetapi semua tindakannya itu adalah sesuatu yang semu. Bukankah sudah waktunya kabur?Namun, kedua kaki Misha seolah-olah membeku—tak bisa digerakkan sama sekali. Pikiran pun seketika menjadi kosong. Dirinya tak tahu bagaimana cara menjaga ekspresi terkejut sebab melupa sejenak, teralihkan dengan kehadiran Karin yang berkeliaran di sekitar Misha dan Shilla kini."Iya, gue belum sempat ngenalin dia sama lo karena akhir-akhir ini jadwal lo pasti padat banget." Shilla berucap sambil menggaruk pipi dengan bibir mengeluarkan kekehan pelan. Karin manggut-manggut dengan mata yang tak lepas menatap wajah Misha yang sudah para
"Hah?"Sialan. Mengapa Dewa Asmara tidak langsung bergerak cepat? Misha menghela napas panjang, mengumpul sisa-sisa kesabaran yang lesap ditelan oleh inti bumi."Lo nggak apa-apa, Sha?" Karin yang merasa khawatir mengguncang tubuh Misha berulang kali membuat cewek itu terkesiap, lamunannya membuyar."Oh, iya-iya." Misha asal mengangguk-anggukkan kepala demi tak menatap mata Karin yang mengerling cemas melihat kondisi teman barunya. Akh, andai cewek itu langsung enyah dari pandangan ketiganya pasti langsung menggemparkan satu sekolah.Ctak.Suara jentikan jari yang paling Misha sesali karena setelah itu, gadis itu tiba-tiba terlempar, menghantam lantai yang dingin. Seharusnya Dewa Asmara kalau menggunakan kekuatan sihirnya kira-kira, dong, tempatnya!
Misha balik mengerjap, masih agak ragu.Namun jauh dari lubuk hati, Misha sudah tidak sabar untuk melempar wajah sok Dewa Asmara memakai bubuk berisi Kapulaga yang sudah dihaluskan, namanya ajang balas dendam sampai mata cowok burik tersebut perih dan memerah! Baru Misha sedikit puas. Ya, baru sedikit saja, hahaha!"Thank you,La. Lo yang terbaik deh, hehe." Misha cengengesan membuat Shilla mengembuskan napas sekilas. Baguslah, cewek berwajah tegas itu berhasil mengembalikan senyum di iras ayunya."Sha, lo pasti udah tau kapan harus berhenti, 'kan?" Sepertinya ada satu hal yang aneh? Kenapa Shilla berkata dengan nada yang menyimpan makna tersirat seakan tahu sesuatu? Ataukah ini hanya perasaan Misha saja?"Maksud lo apa,
Tibalah dirinya di kamar menghadap cermin dengan bantuan sihir Dewa Asmara sembari merapikan rambut yang cukup berantakan akibat tiupan angin."Nah, udah. Lanjutkan bualan lo yang barusan."Misha cekikikan saat Dewa Asmara mengembuskan napas kasar seakan menahan gemas.Yeah,siapa suruh membuat cewek itubad moodparah?"Nggak mau tau, lo harus menyamar biar nggak ketahuan sama dia! Ikutin Nata yang bakal ngedate sama Karin, oke?"Misha langsung mendengkus, menguatkan diri agar tidak bunuh diri karena telanjur depresot. Lagian kan, yang harusnya mati adalah Dewa Asmara, bukan dirinya!"Nyamar gimana, hah? Masa sih, gue harus nutupin kecantikan gue yang udah ada sejak lahir?!"Tanpa sadar Dewa Asmara melengo
"Mama, Papa! Lihatlah, aku sudah jadi cupid." Seorang gadis yang belum genap berumur empat belas tahun itu nampak terburu-buru mendatangi kamar orang tuanya di lantai bawah. Dia berseru gembira, menggedor-gedor pintu dengan gerakan bersemangat.Sepasang netra berwarna jelaga yang diwariskan oleh papanya itu berpendar kaget tatkala Abrisam Reynand—sang papa berjalan menghampirinya dengan penampilan yang belum fresh, rambut cokelat yang acak-acakan, serta bekas lipstik terjamah di setiap bagian kemeja kerjanya, tidak bersama Marsha, mamanya."Kenapa nyari Papa, Nak?" Gadis kecil itu tercengang sembari mengerjap polos, dirinya perlahan menyusuri penampilan papanya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Rey betul-betul berantakan dari segi fisik."Pa! Misha tebak kalo Mama binal sekali di kamar, ya?" Reynand langsung mendelik tajam mendengar ucapan frontal yang terlontar dari mulut putri kecilnya. Sejak kapan anak
Buat seluruh kapasitas otak Misha Khanza Mahreen, dua-tiga tugas lebih yang diberikan sekolah bukanlah apa-apa alias sesuatu yang tidak perlu begitu dicemaskan jika dibandingkan sebuah tugas dari Dewa Asmara. Mengapa demikian?Dewa Asmara yang Misha kenal tidak segan memberikan tugas-tugas rumit yang tak biasa seperti saat memberi pengarahan pada cupid-cupid junior maupun senior yang lain. So, dirinya dapat dikategorikan spesial atau istimewa dalam tanda kutip.Hanya di depan Misha-lah Dewa Asmara membuka topeng dinginnya dengan leluasa, dapat langsung meluapkan segala emosinya, atau bisa disebut lebih terbuka pada Misha. Tak perlu mengkhawatirkan kritikan dari lisan orang-orang yang membencinya yang tak memercayai adanya cinta di dunia ini.Yah, bisa dibilang Misha dan Dewa Asmara berhubungan baik, mereka kompak hampir di setiap hal. Dewa yang pengertian dan dirinya yang pintar menyesuaikan diri.Sama-sama saling melengkapi, tetapi kada
Misha bersungut-sungut, melangkah dengan tempo cepat untuk melewati pos satpam yang berlokasi tepat di balik gerbang sekolah—memikirkan perkataan dari Dewa Asmara yang terngiang-ngiang di jemala. Entah kenapa, Misha menjadi cewek yang sensitif setelah hari itu di mana dia mendapatkan kemalangan karena tugas yang menurutnya terlampau gampang dan sepele.Namun, hal yang patut Misha syukuri dan banggakan adalah dapat bagian di keringanan yang diperoleh cuma-cuma—selama menjalani tugas yakni mencari arti cinta sesungguhnya, maka Misha diliburkan selama tiga bulan dari tugas-tugas cupid yang biasanya diberikan beruntun akan diberhentikan untuk sementara waktu.Tiada ada salahnya mencari makna cinta pada umumnya, kan? Semua orang yang pernah merasakan manis dan pahitnya cinta rata-rata pasti bisa menjawabnya. Misha hanya perlu mengamati kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari atau turun tangan langsung ke lapangan kalau semisal keadaan betul-betul me