Share

5. Permintaan Nata.

"Pokoknya lo harus tanggung jawab!" Misha berteriak dengan wajah merah padam, membendung rasa malu yang luar biasa, sembari memegang erat-erat ujung jaket yang dikenakan Nata untuk menutupi seragam sekolahnya.

Hari sudah menjelang malam. Oleh sebab itu, Nata sudah mempersiapkan diri agar terhindar dari udara dingin yang berhembus menusuk pori-pori pada permukaan kulit manusia yang sensitif. Dirinya termasuk cowok yang mempunyai alergi terhadap udara dingin bahkan debu sekali pun.

Makanya tak heran kalau kapan dan di mana pun Nata selalu membawa jaket tebal kesayangan supaya tidak sembarangan bersin-bersin di tempat umum hingga pangkal hidung merah dan bola mata bening itu berkaca-kaca.

"Tanggung jawab gimana maksud lo?" tanyanya menautkan kedua alis Nata yang tebal membuat Misha semakin gemas ingin menimpuk kepala cowok itu dengan sepatu kebesarannya. Enak saja pura-pura tidak tahu supaya bisa kabur meninggalkannya!

"Tanggung jawab jelasin semua yang lo tau sewaktu gue bermonolog apa lagi?" Misha menatap Nata dengan sorot mata yang tajam, sedangkan cowok bermata teduh itu nampak membuang wajah, menyiuk gusar.

"Lo nggak waras karena ngomong sendiri dan gue serius nggak dengar apa-apa!" Misha langsung berjinjit, berusaha menyamai tinggi yang tak normal untuk seorang manusia biasa, menarik kerah baju Nata, memberi gaya mengancam agar nyali lawan bicaranya menciut.

"Lo bohong, tau!" tukas Misha sangsi membuat Nata memutar kedua bola mata malas seolah tidak terpengaruh pada aura-aura mengintimidasi yang diberikannya. Bagaimana bisa Misha menilainya berbohong atau jujur?

"Oh? Hah, ternyata image elo nggak sebagus sifat yang lo tunjukkan ke teman-teman." Nata tertawa remeh, Misha mendelik, merasa tidak senang mendengar orang yang merupakan saksi atas kecerobohannya beberapa waktu lalu. Memang cewek itu sadar betul bahwa dirinya berubah seratus delapan puluh derajat dari centil ke cewek bar-bar di depan Nata, tetapi ini, kan, demi keselamatan nyawa cupid-cupid di seluruh dunia.

"Nggak usah mengganti topik, Nata! Gue yakin banget kalo lo dengar apa yang dari tadi gue omongin!" serunya lantang. Nata menghela napas berat, menepuk-nepuk bahu Misha agar cewek manis itu tenang.

"Itu elo tau, terus kenapa nanya gitu?" Bukannya kembali tenang, justru dirinya langsung meradang akibat ulah Nata yang menjawab santai tanpa berdosa. Astaga, mengapa cowok itu hobi sekali mempermainkannya? Tidak Dewa Asmara, tidak Nata, mereka berdua sama-sama berniat menghilangkan akal sehat Misha!

"Gue mohon sama lo buat rahasiain yang lo dengar dan lihat sekarang, ya! Titik nggak pake koma!" Nata menarik napas panjang, jengah akan kelakuan absurd yang cewek manis itu sedang pamerkan padanya—eh, manis? Apa yang batinnya baru saja katakan?

"Gue nggak tau lo orangnya menjaga rahasia atau bermulut ember, gue tetep mohon buat lo tutup mulut!" Misha memberi sugesti pada dirinya sendiri, berharap pengorbanan yang dilakukan membuahkan upah besar dari Dewa Asmara yang entah akan mengabulkan atau tidak.

"Kalo gue nggak mau gimana?"

***

"Kenapa lo kelihatan lemas, sih, Mis?" Shilla menyeka peluh banyak yang mengaliri kening mulus milik Misha yang bobok di ranjang UKS saat jam mapel kimia setengah berlangsung, beruntungnya hanya ada dirinya dan hari ini Shilla yang berjaga-jaga kalau ada pasien yang datang kemari.

"Gue capek habis negoisasi, La." Shilla nampak terheran-heran tatkala Misha berkata seperti itu. Sebenarnya cewek itu melakukan apa sampai kelelahan dan berkeringat dingin?

Kronologisnya berawal dari Misha yang tiba-tiba diantarkan oleh salah satu teman sekelas yang bilang bahwa cewek itu merasa kurang fit beberapa menit berselang. Shilla belum tahu penyebab Misha terlihat lesu begini.

"Sori kalo gue jadi ngerepotin lo yang harusnya fokus ngurusin pasien yang lebih membutuhkan lo." Shilla sontak menggeleng, tak membenarkan kata-kata Misha yang kini tersenyum tipis—benar-benar lemah sampai dirinya harus memperhatikan wajah itu.

"Bilang sama gue, siapa atau apa yang bikin elo uring-uringan?" Misha tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia mengedarkan pandangan ke arah lain dan kembali membisu, bibirnya kelu.

Ini yang kesekian kali, Misha terus-menerus membujuk Nata agar mau menuruti kesepakatan yang dia buat, tetapi tidak pernah disetujui cowok itu sampai sekarang. Mestinya Misha sudah merasa aman, padahal dirinya sudah mempertahankan sesuatu yang memang perlu disembunyikan hingga waktu yang tidak dapat ditentukan.

Rasa optimis yang ditanamkan Marsha dan Reynand sejak kecil sudah tidak mempan lagi ketika Misha berhadapan dengan Nata, semuanya luntur tersapu badai ketakutan yang menguasai hati.

Baru kali ini, Misha ingin menyerah.

Warga cupid bergantung pada Misha dan cewek itu tentu tak mau melepas semua kepercayaan yang dia terima. Tak ada setitik pun niat untuk berani mengecewakan mereka semua. Misha juga tak ingin kehilangan senyuman yang biasanya terlihat ketika sedang berkunjung ke Kerajaan Awan yang letaknya tergulung oleh mega berarak secara bergilir kadang-kadang.

Nata Alfathan sungguh keterlaluan mengerjai cewek seperti Misha yang notabenenya makhluk lemah yang tengah terkurung dalam satu situasi menyemakkan. Apa sulitnya untuk bermurah hati mengasihi dirinya yang gelarnya hampir dicabut dan ditendang oleh Dewa Asmara?

"Shill, gue harus gimana?" Misha yang membenamkan wajah ke bantal kini bertanya dengan suara parau, khas seseorang yang tengah berputus asa.

Shilla yang ditanyai bingung ingin membalas bagaimana, takutnya jika Misha bisa saja menggila dibanding saat ini. Selama beberapa minggu mengenal sekaligus memantau perkembangan berbagai karakternya, Shilla mengetahui sedikit tentang cara mengatasi tingkah ajaib dari Misha, cewek manis yang menjelma sebagai sahabat terdekatnya karena kecocokan antara satu dengan yang lain.

"Kayaknya lo butuh rileks. Gue buatin lo teh hangat supaya kerja otak nggak makin panas, oke?" Misha mau tidak mau hanya menganggukkan jemala. Dia amat butuh berpikir jernih, sebab cewek itu mesti berusaha lebih keras meluluhkan Nata yang kepala batu.

"Oke, deh, Mis. Tungguin bentar, ya," pamit Shilla sebelum akhirnya segera melangkah keluar, mencari bahan utama yakni teh celup, gelas plastik kosong, gula, dan dispenser berisikan air dengan temperatur rendah atau tinggi, demi menghangatkan teh yang akan dibuat sebentar lagi.

Karena sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama, Misha yang bosan memilih duduk seraya menatap langit-langit kamar UKS warna putih polos yang ditempatinya kini. Pikiran cewek itu berkelana entah ke mana.

"Nih, teh hangatnya buat elo." Misha menerima gelas berisi teh tanpa ada niatan untuk menengok pada siapa yang memberikan itu padanya. Kok, rasanya aneh Shilla membuat segelas teh hangat hanya dalam lima menit?

"Shilla, nggak kayak bi—lho, Nata?" Misha hampir terjengkang dari kasur tatkala melihat kehadiran Nata yang melempar tatapan datar, tanpa ada ekspresi sebagai respon atas tanda tanya besar di benaknya.

"Ngapain lo mendadak ke sini?" Nata terdiam sejenak, sebelum mengucap sesuatu yang mengundang rasa ingin tahu lebih banyak Misha, tetapi kalau melirik sekilas gelagatnya sepertinya cewek itu sudah tahu duluan. Kena juga kau!

Ketika Misha hendak menyeruput teh yang masih mengepulkan asap samar, Nata malah menyambar gelas balik membuatnya mencebik dongkol. Jangankan minum, menyentuh bibir gelas saja belum sempat. "Gue setuju buat rahasiain yang lo bilang saat itu!"

Misha membelalakkan mata skeptis. Apakah Nata berubah pikiran dan mau menjalin kesepakatan dengan dirinya? Sebuah kemajuan yang sangat bagus, rupanya usahanya selama itu tidak menjadi percuma.

"Gue senang kalo lo setuju, tapi bisa nggak lo biarin orang yang sakit buat minum teh hangat?" Nata meringis saat menyadari gelas yang dia pegang. Misha merasa tertekan karena belum dapat meminum setetes dari gelas teh yang diberikan cowok itu.

"Gue setuju dengan syarat, mumpung lo satu-satunya cupid yang gue temui, lo harus bantuin gue biar bisa berjodoh sama Karin Theona. Lo tau dia, kan?" Misha yang belum kelar menenggak teh spontan menyembur ke arah Nata, alhasil seluruh pakaian milik cowok bermata teduh itu jadi basah kuyup.

Entahlah, Misha harus senang atau sedih pada permintaan pertama Nata. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status