Rintik hujan masih membasahi bumi hingga langit menggelap. Tiga bulan telah berlalu pasca berpulangnya Mila ke pulukan Ilahi. Selama itu juga aku tak tampak mas Wira membuka tokonya. Bahkan dia tak pernah berkirim pesan sekedar menayakan kabar Dimas. Pesan yang kukurin juga tak pernah dia balas. Begitupun dengan Gina, tak biasanya gadis itu mengabaikan pesanku. Ada apa dengan mas Wira? Mungkinkah sangat terpukul dengan kepergian Mila? Entahlah.[Assalamualaikum mas] Pesanku untuk mas Wira, aku hanya ingin tahu bagaimana mana kabar ayah dari anakku. Walaupun Dimas juga sudah jarang merengek untuk sekedar berbincang dengan papanya. Terlebih ketika dia ikut Maya ke rumah omanya, sudah dua minggu ini Maya pulang, karena sekolah sudah mulai aktif belajar.Sudah hampir satu jam, pesanku hanya terkirim saja. Belum ada tanda-tanda mas Wira membacanya.[Walaikumsalam Nay, kamu sama Dimas sehat?] Tanyanya.[Alhamdulillah sehat mas, mas sendiri gimana? Kok beberapa kali aku lewat depan toko gak
Suasana tegang menyelimuti pertemuan pagi ini, ketika kugantung kata-kata terakhirku, sejenak aku jeda ucapanku dan menghela nafas panjang, kupandangi wajah polos Dimas yang duduk disebelah Maya, dia mengangguk seolah mengisyaratkan bahwa dia mendukung setiap keputusanku. "Kak Yuda dan keluarga, maaf, Kanaya tidak bisa menolak pinangan kak Yuda, setelah sumua hal baik yang telah kak Yuda lakukan untuk Kanaya." Lanjutku, sambil mengusah kedua mataku yang berembun."Alhamdulillah." Jawab mereka berbarengan."Kami sudah cemas, jika nak Kanaya akan menolak kami." Sahut ibu kak Yuda.Aku tersenyum tipis, lagi-lagi aku melirik Dimas, dia tampak bahagia. Semoga ini keputusan terbaik untukku dan Dimas."Terimakasih Kanaya." Sambung kak sambil mengembangkan senyuman manisnya. Akupun mengangguk.Selanjutnya orang tuaku dan orang tua kak Yuda Menentukan tanggal pernikahan kami, dan sepakat satu bulan kemudian akan dilangsungkan akad nikah dan satu minggu setelah akad baru resepsi, yang akan di
Aku masih belum membalas pesan mas Wira, aku yakin Dimas sudah cerita perihal kak Yuda, akupun tak mau menyalahkan Dimas, dia anak yang kritis dan suka bercerita. Ini salahku tidak langsung bicara dengan mas Wira.[Nay] lagi-lagi Mas Wira mengirimkanku pesan, karena pesan sebelumnya tak kunjung aku balas.[Mas, nanti kita ketemu di Kampung Kecil ya, ajak Gina juga, aku sudah rindu sama gadis itu][Baiklah Nay]Aku dan kak Yuda memang berencana bicara dengan mas Wira secara langsung, namun jika Dimas sudah cerita terlebih dahulu itu diluar kendaliku. Pukul sebelas siang kak Yuda menjemputku ditoko, kami langsung menuju tempat yang telah aku janjikan dengan mas Wira. Meja yang kupesan masih kosong, aku sengaja memilih saung yang terpisah dari meja-meja lainnya, agar kami lebih santai dan leluasa untuk ngobrol. Karena kalau di toko mas Wira pasti berisik dengan aktivitas para pekerja.Kami memesan beberapa makanan pembuka, makanan utama dan makanan penutup, sembari menunggu mas Wira ka
Misteri Bedak Wa*dah di Mobil SuamikuPart 39 (ending)"Tunggu...." Teriak mas Wira, dibelakangnya ada Gina sembari menarik tangan mas Wira. Gadis bersetelah kebaya dipadu dengan rok batik itu tampak khawatir dengan yang dilakukan kaka laki-lakinya."Ada apa ini?" Tanya petugas nikah kebingungan."Maaf pak, maaf semua, izinkan saya jadi saksi pernikahan Kanaya dan Yuda." Lanjutnya.Aku dan beberapa orang menghembuskan nafas lega. Termasuk kak Yuda."Oh...baiklah, silahkan ada isi dahulu data-data anda."Setelah pengisian data selesai acara akad nikahpun dimulai. Dengan kalimat lantang kak Yuda menjawab ijab kobul."Saya terima nikah dan kawinnya Kanaya binti Abdul Ghani dengan mas kawinEmas 10 gram. Dibayar tunai.""Sah?" Tanya Pak Penghulu "Sah." Sahut mas Wira dan satu orang saksi lainnya."Alhamdulillah." Jawabku fan kak YudaSemua tamu dan keluarga serempak mengucapkan Alhamdulillah.Setelah acara selesai, keluarga kak Yuda pamit pulang, sementara mas Wira menginap dirumah pak
selamat pagi, lagi gabut, gak bisa tidur, jadi upload bab baru deh. yang masih terjadi yuk aku temenin.---Rumah bercat putih bergaya Eropa ini telah menjadi saksi selama dua tahun membangun bahtera rumah tangga bersama Yuda. Tanpa celah dia menyayangiku dan Dimas. Pria yang kini berstatus suamiku itu sangat penyayang dan perhatian.Hari ini aku bersiap-siap untuk berkunjung ke toko, sembari menjemput Dimas pulang dari sekolah. Sebelum ke toko aku membeli makan siang untuk karyawan disana, kini sudah bertambah dua karyawan untuk mengurus pesanan online. Kuparkirkan mobilku dihalaman toko, namun ketika hendak turun dari mobil, tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan mual, aku bersandar sebentar dipintu mobil, beberapa karyawan menyambutku dan membawakan nasi bungkus yang kubeli tadi.Namun kaki tak kuat menopang badanku yang lemas. Seketika pandanganku kabur, dan akupun tak sadarkan diri, sayup-sayup beberapa karyawan memangil namaku."Mbak...mbak... Nay."Aroma minyak kayu putih menye
Aku terbangun diruangan perawatan, ada Yuda sedang membelai rambutku. Matanya terlihat sembab. Dia membuang muka dan mengsap sesuatu dipipinya."Sayang." Ucapnya lembut"Bi, anak kita?" Yuda menggeleng lemah."Dia sudah disurga sayang." Air matanya luruh sambil memelukku. Isaknya semakin kuat. Sontak aku memegangi perutku yang tampak rata."Bi, ini bercanda kan?""Gak sayang, kita sama-sama jalanin ya, kita pasti bisa." Yuda menggenggam erat tanganku. Akupun tak kuasa menahan tangis. Yuda memelukku erat, tak ada kata-kata keluar dari bibirnya, hanya usapan lembut tangannya membelai rambutku. Nafasnya tertahan manahan sesak."Nay istirahat dulu." Suara mama mertua menghentikan tangisku, dibelakang Yuda sudah berdiri Mama mertua dan juga Mama. Mereka tak beda dari kami berdua, namun dari raut wajahnya ada sesuatu yang masih disembunyikan."Bi, apa lebih dari ini?" Aku meregakan tangan Yuda yang masih erat memelukku. Matanya terus mengalir cairan bening dengan derasnya Yuda menggeleng,
"sayang maaf." Seketika raut wajah Yuda berubah kecewa. Namun dia berusaha untuk tetap tersenyum."Maaf aku gak bisa menolakmu lagi." Sambungku.Yuda menengadah wajahnya berubah berseri, "benarkah?" Tanyanya memastikan. Aku menjawab dengan anggukan dan senyum yang kukembangkan."Makasih sayang." Yuda menghujaniku dengan ciuman disetiap inci wajahku.Tangannya bergerak liar menanggalkan gamis yang kukenakan dan mebuangnya sembarangan. Gegas ku hentikan aksinya, karena posisi kami kini masih diluar rumah hanya berpagarkan ilalang."Tidak ada orang disini sayang, karena tanah ini terpagar kawat duri dan tidak ada yang bisa masuk ke lahan ini kecuali kita." "Kamu yakin?" Yuda tak menjawab, tangannya terus melancarkan aksinya. Setelah puas dengan mainannya, Yuda membopongku masuk kedalam kamar, dia membiarkan tirai yang terbuka."Sayang tirainya.""Kaca ini tidak terlihat dari luar, aku ingin menikmatimu dengan view yang indah." Bisiknya Aku tak protes lagi dengan semua aksinya. Yuda me
Aku terus mengekor kemana Yuda bergerak untuk mendapatkan jawabannya. Pasti ada sesuatu terjadi dengan Mama, karena dari wajahnya Yuda tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya."Mama sakit sayang, dia tadi pingsan." "Astaghfirullah, terus sekarang gimana bi? Udah dibawa kerumah sakit?""Masih dijalan sekarang menuju rumah sakit, kita langsung susul kesana ya.""Iya bi, sebentar aku pakai jilbab dulu." Aku begegas memakai jilbab dan menyambar tas kecilku yang kugantung dibelakang pintu.Aku keluar dari rumah, sementara Yuda sudah menunggu diteras, laki-laki itu bergegas mengunci pintu dan langsung masuk kedalam mobil. Aku mengikuti dan masuk lewat sisi kiri. Mobil dilajukannya dengan sedikit tergesa.Menurut keterangan dari Papa, Mama dilarikan ke rumah sakit Umum di Bengkulu. Yuda terus memainkan setirnya, sesekali aku menyentuh bahunya untuk memberikan peringatan supaya Yuda mengendarai dengan hati-hati. Pasalnya beberapa kali Yuda lengah dan hampir menabrak kendaraan lainnya."Bi