Ochi merasa banyak sekali suara-suara berdengung di sekitar kepalanya. Seperti ada beberapa orang yang sedang bercakap-cakap secara bersamaan. Ochi ingin sekali melihat siapa saja orang-orang itu. Ochi juga rasanya ingin sekali membuka matanya. Tetapi entah mengapa matanya amat sangat sulit untuk terbuka. Ochi mengerahkan seluruh kekuatannya, mencoba untuk bangun. Tetapi tetap saja dia tidak kuasa. Ochi seperti mendengar suara seseorang yang terus saja memanggil-manggil namanya. Dia mendengarnya. Tetapi dia tidak bisa untuk menjawabnya. Semua tubuhnya sakit dan kaku, Dia tidak bisa bergerak sama sekali.
"Guh, ini pacar gue kenapa nggak sadar-sadar sih? Kita bawa ke rumah sakit aja ya? Nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana coba? Lo mau tanggung jawab?"
Badai kesal sekali saat Dokter Teguh terlihat santai-santai saja sementara wajah Ochi sudah mulai membengkak dan memar-memar semua. Bibirnya luka-luka terkena bogem mentahnya. Hidungnya yang p
"Seperti nya lo dan team Combat 1 mulai mencampuri area gue dan Reinhard ya, Dai? Lo nggak ada kapok-kapoknya ya walau udah diperingatin sama Timor Bandung I?" Elang yang tidak suka kalau masalah pekerjaannya diintervensi mulai menyalak."Gue minta maaf ya, Lang. Masalahnya di sini, kasus lo kan menyangkut pacar gue juga. Gue mohon banget Lang, biar gue dan combat 1 membantu lo diam-diam. Nggak usah sampai atasan kita tahu. Gue nggak enak makan dan nggak nyenyak tidur sebelum pembunuh itu tertanggap dan kasus ini di nyatakan clear. Masalah JK atau bukan yang meneror Ochi dan Banyu, itu bukan masalah. Yang penting orang nya tertangkap. Tapi gue yakin 100 % kalau orang ini JK. Combat 1 tidak pernah asal dalam beroperasi. Gue udah mengantongi bukti. Gue mohon pengertian lo ya, Lang?"Elang berdecih. Si Badai ini kalau lagi ada maunya aja mulutnya manis banget kayak gula. Coba kalau nggak ada kepent
"Coba ceritakan lebih banyak lagi tentang JK ini, Pak." Ochi memejamkan matanya. Dia mencoba berkonsentrasi mengingat tatapan itu. Wajahnya Ochi yakin dia tidak familiar. Tetapi tatapannya Ochi yakin, sepertinya dia pernah melihatnya."JK berpostur tinggi dan ramping. Sekitar 185 cm dengan berat sekitar 88 kg. Dia ehm sangat tampan sehingga sangat banyak wanita yang menggilainya baik wanita dari latar belakang militer mau pun sipil.""Pantes sih. Ganteng banget mirip Nick Bateman, gitu." Ochi tidak sadar kalau dia sudah menyuarakan kata hatinya sendiri."Saya menyuruh kamu untuk mencoba mengingat dimana kamu mengenalnya, Sayang. Bukannya menyuruhmu untuk mengagumi ketampanannya. Paham Ochi?"Badai lama-lama bisa kena sakit liver gara-gara terus saja makan hati seharian ini. Ochi hanya mengangkat tangannya membentuk huruf V dengan maksud mengatakan peace pada Badai yang seharian ini uring-
Tok! Tok! Tok"Mbak Ochi, ada pak polisi tuh di ruang tamu. Mau ketemu sama mbak katanya." Suara Mbok Tatik samar-samar terdengar oleh Ochi yang masih ada didalam kamar mandi."Bilang saja saya masih tidur ya, Mbok. Saya lagi malas bertemu dengan beliau."Ochi yang masih menghanduki tubuhnya dari tetes-tetes air di kamar mandi menyahuti kata-kata Mbok Tatik dengan suara sedikit keras agar didengar oleh siMbok di luar sana. Sudah tiga hari ini dia menghindari Badai. Kata-katanya waktu itu amat sangat menohok harga dirinya. Pasti dimatanya Ochi juga sama materialistisnya dengan ibunya. Walaupun Ochi harus mengakui apa yang dikatakan Badai itu benar. Ibunya memang suka laki-laki berharta. Tetapi entah mengapa mendengarnya langsung dari mulut Badai, membuat rasa sakitnya beda. Mungkin karena dia sudah mulai main rasa dalam hatinya."SiMbok nggak berani membohongi polisi e Mbak. Nanti siMbok b
Cklek!Walaupun rasanya Ochi ingin mendem saja seharian dikamar karena malu luar biasa, tetapi dia tahu kewajibannya sebagai warga negara harus dilaksanakannya juga. Di ruang tamu duduk Elang dan Badai yang memang sedang menunggunya. Seketika saja wajah Ochi memerah hingga ke telinga-telinganya saat bersirobok pandang dengan Elang. Ochi dengan cepat kembali menundukkan wajahnya. Lidahnya mendadak kelu, tidak tahu harus mengatakan apa pada Elang."Sini Sayang. Badai dengan santai memanggil Ochi sambil menepuk-nepuk sofa disampingnya. Mengisyaratkan agar Ochi duduk disana. Heran ya, Badai kenapa tidak ada malunya setelah mereka berdua baru saja tercyduk? Padahal Ochi sudah gemetaran takut dimarahi oleh Elang. Bagaimanapun Elang adalah orang yang bertanggung jawab atas dirinya dirumah ini."Ibu Oceania. Saya yakin Anda sudah dewasa dan tahu mana hal yang baik dan mana yang buruk. Saya bukanlah orang
"Bisa dijelaskan secara lebih spesifik lagi Bu Oceania?" Kali ini Diego lah yang bersuara. Pak polisi ini mulai mengeluarkan kertas khusus untuk menggambar sketsa wajah berikut pensil nya."Sebentar. Saya harus berkonsentrasi terlebih dahulu untuk mengingat-ingat detail wajah Pak JK."Ochi mulai memejamkan matanya. Mengeluarkan nafasnya dari hidung dan mengeluarkannya perlahan-lahan melalui mulutnya. Ini adalah ciri khas Ochi jika dia ingin berkonsentrasi untuk mengingat-ingat ataupun untuk meredakan emosinya. Cara ini biasanya sangat efektif baginya."JK mempunyai alis mata lebat yang hampir menyatu di tengah. Bola matanya abu-abu gelap. Tatapan matanya begitu tajam. Sangat mengintimidasi. Hidungnya lurus dan mancung sekali."Ochi terdiam sejenak. Mencoba untuk lebih berkonsentrasi dalam mengingat. Dia bahkan kini sudah menggigit-gigit bibir bawahnya. Terus mencoba berfikir keras mengingat kelebatan detai
"Hallo Danti, file yang kemarin Gue kirim udah masuk kan ke ponsel lo?"Udah sepupu ganteng. Udah lengkap semuanya di ponsel gue. Makasih banget ya lo udah berhasil main detektif-detektif an."Kita memang harus bersatu padu untuk mencampakkan guru pelakor itu dari gebetan kita masing-masing. By the way, lo koq nggak bergerak bergerak sih? Keburu makin cinta nanti gebetan kita masing-masing sama itu si guru culun."Begini ini nih sikap lo yang nggak bisa menangin hati Raga dari zaman kuliahan dulu. Menghadapi laki-laki itu harus pake tak tik, Sis. Bukan pake emosi. Kita ikutin alur aja dulu, jangan buru-buru. Nih gue kasih tau ya Gin, laki-laki itu seberapa pun brengseknya mereka, ujung-ujungnya pasti mereka tetap akan mencari wanita baik-baik untuk menjadi ibu dari anak-anaknya. Kalau kita bersikap beringas
"Lho ada pak polisi juga ada disini? Silahkan duduk, Pak. Mau dipesankan apa? Kopi atau teh?" Pak Darmawan yang telah selesai menjalani terapi merasa senang melihat Badai ada diantara anaknya dan Raga."Tidak usah repot-repot Pak Darmawan, nanti biar saya pesan sendiri." Badai sedikit menundukkan kepalanya pada ayah Ochi."Ayo Ochi, itu calon suami mu disuruh duduk dulu."Bu Ranti menunjuk dua buah kursi kosong yang memang sepertinya disiapkannya untuk tempat duduk Ochi dan Raga."Ayo Pak, duduk disini." Ochi menarik lengan Badai dan mendudukkannya disamping nya."Lho Ochi, ibu menyiapkan kursi itu khusus untuk calon suamimu. Bukan untuk bapak polisi ini!" Bu Ranti mulai memperlihatkan raut wajah tidak suka."Ya berarti sudah benar dong Bu kursinya. Pak Polisi Badai Putra Alam inilah calon suami Ochi Bu, Yah."Ochi menjawab tegas. Tetapi tidak urung suaran
Ochi memandang nanar Badai melalui tirai air matanya. Nyaris sulit untuk bisa dipercaya bahwa laki-laki sesempurna pak pacar nya ini mencintainya sedalam itu. Entah mengapa tiba-tiba ada rasa gentar merasukinya. Dia tidak percaya diri kalau ternyata memang ada orang yang tidak memiliki setitik pun pertalian darah dengannya, ternyata mencintainya sedalam itu. Cinta memang gila, logika seakan tercampak jauh bila sedang berdekatan dengannya."Boleh saya menanyakan sesuatu hal yang agak memalukan pada bapak?""Tentu saja. Masalah memalukan atau tidak itu kan tergantung persepsi sudut pandang masing-masing. Santai saja, sayang. Tanyakanlah.""Mengapa bapak mencintai saya?""Bukankah dulu saya sudah pernah menjawabnya? Mengapa sekarang kamu mempertanyakannya kembali sih mbak pacar? Kurang yakin, kurang mesra atau kurang panas?"Badai mulai semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ochi hingga hidu